Kalau Peradilan Bermasalah, Korupsi Sektor Lain Sulit Diberantas
A
A
A
JAKARTA - Pascaterungkapnya kasus dugaan suap yang melibatkan pejabat Mahkamah Agung (MA), kinerja lembaga tersebut dipertanyakan.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Topo Santoso menilai MA sudah berusaha keras untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau korupsi di lembaga peradilan. (Baca juga: Tangkap Pejabat MA, KPK Telusuri Pihak Lain)
Menurut dia, sejak lama MA melakukan upaya pembaruan peradilan dengan berbagai program. Topo menilai rekrutmen, pengawasan, transparasi dan reformasi birokrasi di MA diperbaiki.
"(Tapi) kenapa masih juga terjadi (penerimaan suap di MA)?" kata Topo kepada KORAN SINDO, Senin 15 Februari 2016.
Menurut dia, korupsi di sektor Yudisial bisa terjadi karena dua hal. "Korupsi di sektor yudisial itu bisa terjadi karena ada kerja sama, antara aparat birokrasi, pihak berperkara, dan pihak lain yang terkait. Bisa juga terjadi karena masih ada celah atau kesempatan yang bisa dimanfaatkan dan pengawasan yang masih kurang," tutur Topo.
Untuk menguranginya, lanjut Topo, harus terus berupaya menutup setiap celah atau kesempatan korupsi. Kemudian, sambung dia, MA meningkatkan pengawasan dan tingkatkan transparansi serta tegakkan hukum yang tegas bagi pelakunya.
"Perbaikan dalam administrasi perkara juga perlu terus dilakukan," tegasnya.
Terkait penyidikan kasus yang melibatkan pejabat MA, Topo menyerahkan kepada KPK. Topo menyarankan KPK agar meneruskan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Menurut dia, penanggulangan korupsi di sektor yudisial merupakan salah satu prioritas bagi KPK. "Karena kalau peradilan tetap terjadi korupsi, maka sektor lain sulit diberantas," tandasnya.
KPK pada Jumat 12 Februari 2016 menangkap dan menetapkan Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna sebagai tersangka.
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menetapkan seorang pengusaha yang terlibat dalam kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat sebagai tersangka.
PILIHAN:
Tak Ada Unsur Pidana, Polri Tak Perlu Proses Laporan Yulianto
Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Topo Santoso menilai MA sudah berusaha keras untuk mencegah terjadinya penyimpangan atau korupsi di lembaga peradilan. (Baca juga: Tangkap Pejabat MA, KPK Telusuri Pihak Lain)
Menurut dia, sejak lama MA melakukan upaya pembaruan peradilan dengan berbagai program. Topo menilai rekrutmen, pengawasan, transparasi dan reformasi birokrasi di MA diperbaiki.
"(Tapi) kenapa masih juga terjadi (penerimaan suap di MA)?" kata Topo kepada KORAN SINDO, Senin 15 Februari 2016.
Menurut dia, korupsi di sektor Yudisial bisa terjadi karena dua hal. "Korupsi di sektor yudisial itu bisa terjadi karena ada kerja sama, antara aparat birokrasi, pihak berperkara, dan pihak lain yang terkait. Bisa juga terjadi karena masih ada celah atau kesempatan yang bisa dimanfaatkan dan pengawasan yang masih kurang," tutur Topo.
Untuk menguranginya, lanjut Topo, harus terus berupaya menutup setiap celah atau kesempatan korupsi. Kemudian, sambung dia, MA meningkatkan pengawasan dan tingkatkan transparansi serta tegakkan hukum yang tegas bagi pelakunya.
"Perbaikan dalam administrasi perkara juga perlu terus dilakukan," tegasnya.
Terkait penyidikan kasus yang melibatkan pejabat MA, Topo menyerahkan kepada KPK. Topo menyarankan KPK agar meneruskan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
Menurut dia, penanggulangan korupsi di sektor yudisial merupakan salah satu prioritas bagi KPK. "Karena kalau peradilan tetap terjadi korupsi, maka sektor lain sulit diberantas," tandasnya.
KPK pada Jumat 12 Februari 2016 menangkap dan menetapkan Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus MA Andri Tristianto Sutrisna sebagai tersangka.
Dalam operasi tangkap tangan itu, KPK menetapkan seorang pengusaha yang terlibat dalam kasus korupsi pembangunan dermaga Labuhan Haji di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat sebagai tersangka.
PILIHAN:
Tak Ada Unsur Pidana, Polri Tak Perlu Proses Laporan Yulianto
()