Hancurnya Keadaban Alam
A
A
A
BENNY SUSETYO PR
Budayawan
BANJIR dan longsor yang melanda Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, pada Senin (8/2), merupakan yang terparah sejak 20 tahun terakhir. Sekretaris Daerah Solok Selatan Yulian Efi menjelaskan ke media bahwa terakhir banjir parah melanda Solok Selatan pada tahun 1995 dan setelah itu tidak ada yang terlalu signifikan dan baru sekarang menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Dia menduga ada keterkaitan antara pembalakan liar dengan banjir tahun ini yang di luar kewajaran.
Bila hal ini benar menyebab banjir akibat perusakan hutan yang mengancam ekosistem bagi keadaban lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia mencapai 450 ribu hektare per tahun. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena masalah tersebut akan memicu bencana lain seperti banjir bandang, tanah longsor, pemanasan global.
Rusaknya keadaban alam menghancurkan ekosistem lingkungan hidup. Rusaknya keadaban alam menjadi keprihatinan Paus Fransiskus menuliskan argumen teologinya tentang pentingnya mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan. Ia menjelaskan kerusakan yang terus-terusan dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan sebagai ”satu tanda kecil dari krisis etika, budaya dan spiritual modernitas. Solusinya, menurutnya membutuhkan pengorbanan dan ”revolusi budaya” di seluruh dunia. Paus menyerukan tata dunia baru dalam mengolah ekonomi tidak hanya materialisme belaka.
Kerusakan keadaban alam akibat sistim nilai ekonomi kapitalis yang menghancurkan alam tanpa memedulikan tata keseimbangan penciptaan. Kondisi ini membuat dunia mengalami krisis ekologi karena tata ekonomi dikelola tanpa memperhatikan dimensi etis dan keseimbangan alam.
Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup adalah hal penting dewasa ini. Kesadaran ini sesungguhnya bukan sekadar bagaimana menciptakan suasana indah atau bersih saja, melainkan juga masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain, yaitu menikmati keseimbangan alam. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan sedini mungkin dapat dihindari. Namun, faktanya tumbuhnya kesadaran tersebut belum terlihat mengingat kondisi lingkungan kita yang hari ini sungguh-sungguh memprihatinkan.
Bermacam bencana alam masih terjadi silih berganti. Semakin banyak kawasan Indonesia yang terendam banjir, padahal dahulu termasuk wilayah aman. Banjir yang terkait dengan kerusakan hutan sebagai kawasan resapan, di sisi lain dibarengi makin canggihnya modus para perusak hutan. Inilah jalinan tali-temali yang sulit diurai.
Manusia dan keserakahan menurut Tjokrowinoto (1996), semua kesalahan ini tidak pernah diperhitungkan para pelaku ekonomi yang rakus. Keberhasilan paradigma pertumbuhan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan kerap harus dicapai melalui pengorbanan (at the expense of) berupa deteriorasi ekologis baik yang berwujud menurunnya kesuburan tanah, penyusutan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui maupun disertifikasi.
Upaya mewujudkan masyarakat berkelimpahan (affluent society) ternyata harus disertai dengan pengorbanan yang membahayakan. Masyarakat kecil di dataran rendah harus menanggung amukan badai banjir lumpur akibat resapan yang sudah tidak lagi memadai. Perkembangan kapitalisme yang semakin tidak tentu arah, terutama berkaitan dengan penyelamatan alam, membuat manusia terus berhadapan dengan berbagai problem lingkungan.
Dari hari ke hari, gejala dan bentuk kerusakan alam semakin berkembang tidak terduga. Andre Gorz (2002) dalam Ekologi dan Krisis Kapitalisme menyatakan, manusia sedang menghadapi situasi semakin meningkatnya kelangkaan sumber daya alam. Solusi dari krisis itu bukan pemulihan ekonomi, melainkan dengan pembalikan logika kapitalisme yang cenderung berorientasi pada penumpukan keuntungan (profit) untuk lebih seimbang antara kebutuhan dan aspek untuk mencapai kebutuhan itu sendiri.
Perkembangan kapitalisme yang semakin maju telah melahirkan krisis lingkungan serius karena konsep pembangunan lebih banyak diarahkan oleh logika-logika kapitalisme. Alam diperas untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tidak hentihentinya menciptakan teknologi tak ramah lingkungan. Karena itu, berbagai praktik pembangunan dan juga industrialisasi di negara kita hendaknya terusmenerus kita kritisi dari sudut proses dan dampak dari kebijakan tersebut.
Saatnya para pemimpin sadar keadaban lingkungan sudah mendekati ambang kehancuran maka dibutuhkan sebuah suatu gerakan pelestarian lingkungan hidup lewat kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan dan kesadaran para pengambil kebijakan untuk memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunannya. Pembangunan hanya sekedar pengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengeksploitasi alam mengakibatkan rusaknya tata keadaban alam pada akhirnya menghancurkan peradaban kemanusiaan. Dibutuhkan sebuah gerakan bersama upaya pelestarian lingkungan hidup oleh masyarakat bersama pemerintah.
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup antara lain pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan). Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan.
Jika hal tersebut dibiarkan terus berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan berubah menjadi padang tandus. Upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan sehingga mampu menghambat laju aliran air hujan.
Budayawan
BANJIR dan longsor yang melanda Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, pada Senin (8/2), merupakan yang terparah sejak 20 tahun terakhir. Sekretaris Daerah Solok Selatan Yulian Efi menjelaskan ke media bahwa terakhir banjir parah melanda Solok Selatan pada tahun 1995 dan setelah itu tidak ada yang terlalu signifikan dan baru sekarang menimbulkan kerusakan yang cukup parah. Dia menduga ada keterkaitan antara pembalakan liar dengan banjir tahun ini yang di luar kewajaran.
Bila hal ini benar menyebab banjir akibat perusakan hutan yang mengancam ekosistem bagi keadaban lingkungan. Kerusakan hutan di Indonesia mencapai 450 ribu hektare per tahun. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena masalah tersebut akan memicu bencana lain seperti banjir bandang, tanah longsor, pemanasan global.
Rusaknya keadaban alam menghancurkan ekosistem lingkungan hidup. Rusaknya keadaban alam menjadi keprihatinan Paus Fransiskus menuliskan argumen teologinya tentang pentingnya mengatasi perubahan iklim dan melindungi lingkungan. Ia menjelaskan kerusakan yang terus-terusan dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan sebagai ”satu tanda kecil dari krisis etika, budaya dan spiritual modernitas. Solusinya, menurutnya membutuhkan pengorbanan dan ”revolusi budaya” di seluruh dunia. Paus menyerukan tata dunia baru dalam mengolah ekonomi tidak hanya materialisme belaka.
Kerusakan keadaban alam akibat sistim nilai ekonomi kapitalis yang menghancurkan alam tanpa memedulikan tata keseimbangan penciptaan. Kondisi ini membuat dunia mengalami krisis ekologi karena tata ekonomi dikelola tanpa memperhatikan dimensi etis dan keseimbangan alam.
Kesadaran masyarakat mengenai lingkungan hidup adalah hal penting dewasa ini. Kesadaran ini sesungguhnya bukan sekadar bagaimana menciptakan suasana indah atau bersih saja, melainkan juga masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hak-hak orang lain, yaitu menikmati keseimbangan alam. Dengan demikian, kegiatan-kegiatan yang tidak berpihak kepada kelestarian lingkungan sedini mungkin dapat dihindari. Namun, faktanya tumbuhnya kesadaran tersebut belum terlihat mengingat kondisi lingkungan kita yang hari ini sungguh-sungguh memprihatinkan.
Bermacam bencana alam masih terjadi silih berganti. Semakin banyak kawasan Indonesia yang terendam banjir, padahal dahulu termasuk wilayah aman. Banjir yang terkait dengan kerusakan hutan sebagai kawasan resapan, di sisi lain dibarengi makin canggihnya modus para perusak hutan. Inilah jalinan tali-temali yang sulit diurai.
Manusia dan keserakahan menurut Tjokrowinoto (1996), semua kesalahan ini tidak pernah diperhitungkan para pelaku ekonomi yang rakus. Keberhasilan paradigma pertumbuhan ekonomi dalam meningkatkan kesejahteraan kerap harus dicapai melalui pengorbanan (at the expense of) berupa deteriorasi ekologis baik yang berwujud menurunnya kesuburan tanah, penyusutan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui maupun disertifikasi.
Upaya mewujudkan masyarakat berkelimpahan (affluent society) ternyata harus disertai dengan pengorbanan yang membahayakan. Masyarakat kecil di dataran rendah harus menanggung amukan badai banjir lumpur akibat resapan yang sudah tidak lagi memadai. Perkembangan kapitalisme yang semakin tidak tentu arah, terutama berkaitan dengan penyelamatan alam, membuat manusia terus berhadapan dengan berbagai problem lingkungan.
Dari hari ke hari, gejala dan bentuk kerusakan alam semakin berkembang tidak terduga. Andre Gorz (2002) dalam Ekologi dan Krisis Kapitalisme menyatakan, manusia sedang menghadapi situasi semakin meningkatnya kelangkaan sumber daya alam. Solusi dari krisis itu bukan pemulihan ekonomi, melainkan dengan pembalikan logika kapitalisme yang cenderung berorientasi pada penumpukan keuntungan (profit) untuk lebih seimbang antara kebutuhan dan aspek untuk mencapai kebutuhan itu sendiri.
Perkembangan kapitalisme yang semakin maju telah melahirkan krisis lingkungan serius karena konsep pembangunan lebih banyak diarahkan oleh logika-logika kapitalisme. Alam diperas untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tidak hentihentinya menciptakan teknologi tak ramah lingkungan. Karena itu, berbagai praktik pembangunan dan juga industrialisasi di negara kita hendaknya terusmenerus kita kritisi dari sudut proses dan dampak dari kebijakan tersebut.
Saatnya para pemimpin sadar keadaban lingkungan sudah mendekati ambang kehancuran maka dibutuhkan sebuah suatu gerakan pelestarian lingkungan hidup lewat kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan dan kesadaran para pengambil kebijakan untuk memperhatikan aspek lingkungan dalam pembangunannya. Pembangunan hanya sekedar pengejar pertumbuhan ekonomi dengan mengeksploitasi alam mengakibatkan rusaknya tata keadaban alam pada akhirnya menghancurkan peradaban kemanusiaan. Dibutuhkan sebuah gerakan bersama upaya pelestarian lingkungan hidup oleh masyarakat bersama pemerintah.
Sebagai warga negara yang baik, masyarakat harus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup di sekitarnya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Beberapa upaya yang dapat dilakukan masyarakat berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup antara lain pelestarian tanah (tanah datar, lahan miring/perbukitan). Terjadinya bencana tanah longsor dan banjir menunjukkan peristiwa yang berkaitan dengan masalah tanah. Banjir telah menyebabkan pengikisan lapisan tanah oleh aliran air yang disebut erosi yang berdampak pada hilangnya kesuburan tanah serta terkikisnya lapisan tanah dari permukaan bumi. Tanah longsor disebabkan karena tak ada lagi unsur yang menahan lapisan tanah pada tempatnya sehingga menimbulkan kerusakan.
Jika hal tersebut dibiarkan terus berlangsung, maka bukan mustahil jika lingkungan berubah menjadi padang tandus. Upaya pelestarian tanah dapat dilakukan dengan cara menggalakkan kegiatan menanam pohon atau penghijauan kembali (reboisasi) terhadap tanah yang semula gundul. Untuk daerah perbukitan atau pegunungan yang posisi tanahnya miring perlu dibangun terasering atau sengkedan sehingga mampu menghambat laju aliran air hujan.
(hyk)