Jaksa Agung dari Parpol, Kejagung Masuk Pusaran Konflik Kepentingan
A
A
A
JAKARTA - Penanganan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) Sumatera Utara oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dinilai sarat konflik kepentingan (conflict of interest).
Adapun dugaan adanya konflik kepentingan itu muncul karena Jaksa Agung HM Prasetyo berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap adanya suap dalam penanganan perkara bansos di Sumatera Utara (Sumut). Kasus itu telah menjerat Patrice Rio Capella, Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem yang kemudian mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi tersangka.
Pada perkembangannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah menyatakan Rio Capella bersalah dan menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara.
"Polemik yang paling utama terhadap sosok Prasetyo karena berasal dari Partai Nasdem," kata pengamat politik Agung Suprio, Minggu 27 Desember 2015.
Menurut dia, keberadaan Jaksa Agung dari partai tidak sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ingin menegakkan hukum, mereformasi sistem hukum sehingga pemerintah menjadi kuat dan berwibawa.
"Kalau kemudian Jaksa Agung diberikan kepada Partai Nasdem maka akan ada conflict of interest. Potensi itu sangat besar terjadi," tutut Agung.
Menurut dia, konflik kepentingan itu akan terjadi ketika ada kasus yang berkaitan dengan anggota Partai Nasdem.
Tidak hanya konflik kepentingan, kata dia, Jaksa Agung yang berasal dari parpol berpotensi menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. "Hukum tidak lagi menjadi dewi keadilan tetapi menjadi pendukung kekuasaan. Jadi ada abuse of power," tandasnya.
Agung menilai perjalanan Prasetyo selama setahun ditemukan adanya konflik kepentingan, yakni dalam kasus bansos Sumut.
Menurut dia, bisa saja kekuasaan Jaksa Agung digunakan secara tidak pas dalam menangani kasus itu. "Karena Jaksa Agung berasal dari Nasdem dan Rio Capella, posisinya nomor dua setelah ketua umum," ujar Agung.
Menurut dia, apabila Presiden Jokowi mempertahankan Jaksa Agung dari parpol maka akan membuat masyarakat skeptis dan terus curiga sekalipun misalnya keputusan Jaksa Agung benar. "Ini dampak dari diangkatnya kader partai politik menjadi Jaksa Agung," katanya.
Agung mengatakan, idealnya Jaksa Agung tidak dari partai politik tapi dari sosok yang nonpartisan.
Dia mengatakan, Jaksa Agung yang nonpartisan tidak akan terganggu oleh konflik kepentingan ketika ada partai politik tersangkut dengan korupsi di eksekutif atau pun legislatif.
PILIHAN:
PAN Masuk, Hanura Khawatir Kabinet Oleng
Adapun dugaan adanya konflik kepentingan itu muncul karena Jaksa Agung HM Prasetyo berasal dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengungkap adanya suap dalam penanganan perkara bansos di Sumatera Utara (Sumut). Kasus itu telah menjerat Patrice Rio Capella, Sekretaris Jenderal DPP Partai Nasdem yang kemudian mengundurkan diri setelah ditetapkan menjadi tersangka.
Pada perkembangannya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah menyatakan Rio Capella bersalah dan menjatuhkan vonis satu tahun enam bulan penjara.
"Polemik yang paling utama terhadap sosok Prasetyo karena berasal dari Partai Nasdem," kata pengamat politik Agung Suprio, Minggu 27 Desember 2015.
Menurut dia, keberadaan Jaksa Agung dari partai tidak sejalan dengan Nawa Cita Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ingin menegakkan hukum, mereformasi sistem hukum sehingga pemerintah menjadi kuat dan berwibawa.
"Kalau kemudian Jaksa Agung diberikan kepada Partai Nasdem maka akan ada conflict of interest. Potensi itu sangat besar terjadi," tutut Agung.
Menurut dia, konflik kepentingan itu akan terjadi ketika ada kasus yang berkaitan dengan anggota Partai Nasdem.
Tidak hanya konflik kepentingan, kata dia, Jaksa Agung yang berasal dari parpol berpotensi menjadikan hukum sebagai alat kekuasaan. "Hukum tidak lagi menjadi dewi keadilan tetapi menjadi pendukung kekuasaan. Jadi ada abuse of power," tandasnya.
Agung menilai perjalanan Prasetyo selama setahun ditemukan adanya konflik kepentingan, yakni dalam kasus bansos Sumut.
Menurut dia, bisa saja kekuasaan Jaksa Agung digunakan secara tidak pas dalam menangani kasus itu. "Karena Jaksa Agung berasal dari Nasdem dan Rio Capella, posisinya nomor dua setelah ketua umum," ujar Agung.
Menurut dia, apabila Presiden Jokowi mempertahankan Jaksa Agung dari parpol maka akan membuat masyarakat skeptis dan terus curiga sekalipun misalnya keputusan Jaksa Agung benar. "Ini dampak dari diangkatnya kader partai politik menjadi Jaksa Agung," katanya.
Agung mengatakan, idealnya Jaksa Agung tidak dari partai politik tapi dari sosok yang nonpartisan.
Dia mengatakan, Jaksa Agung yang nonpartisan tidak akan terganggu oleh konflik kepentingan ketika ada partai politik tersangkut dengan korupsi di eksekutif atau pun legislatif.
PILIHAN:
PAN Masuk, Hanura Khawatir Kabinet Oleng
(dam)