Koran Membunuh Koran

Rabu, 16 Desember 2015 - 14:03 WIB
Koran Membunuh Koran
Koran Membunuh Koran
A A A
Pendiri dan Executive Chairman Alibaba, Jack Ma, mengakuisisi media massa berbahasa Inggris yang berbasis di Hong Kong, South China Morning Post (SCMP ).Nilai akuisisi pun cukup fantastis, yaitu USD266 juta atau Rp3,75 triliun. Tentu banyak yang mempertanyakan, kenapa Jack Ma berani menggelontorkan uangnya secara tunai untuk mengakuisisi bisnis yang dikatakan semakin redup. Banyak analisis tentang ini, mengapa konglomerat perusahaan berbasis digital mencaplok media massa konvensional (print ).Kenapa tidak mengembangkan secara bisnis digital yang dianggap banyak orang lebih menjanjikan? Bahkan, banyak pihak yang mengatakan media digital akan membunuh media konvensional terutama print (koran, majalah, dan tabloid). Namun, langkah Jack Ma ini seolah membantah bahwa bisnis media massa konvensional akan redup. Logika dasar, ketika seseorang membeli sebuah perusahaan, dia akan yakin bahwa perusahaan tersebut akan memberikan keuntungan. Entah keuntungan finansial secara langsung ataupun tidak langsung.Akuisisi SCMP senilai Rp3,75 triliun bisa jadi mengagetkan pengusaha-pengusaha media konvensional. Mereka bisa jadi akan terbangun dan kembali mencari celah agar perusahaan mereka tetap bisa berkompetisi. Atau mungkin jika bisa bertemu Jack Ma langsung, mereka akan mempertanyakan jurus apa yang akan digunakan melawan gempuran media digital yang semakin masif.Sebenarnya, bantahan bahwa media cetak akan mati karena media digital (new media ) juga secara tak langsung oleh koran Wall Street Journal . Beberapa bulan yang lalu, setelah memperkecil ukuran korannya, WSJ kembali dengan ukuran koran seperti biasanya. Kembali lagi jika dilihat dengan logika dasar tentu, WSJ mempunyai keyakinan bahwa bisnis koran masih menjanjikan.Membesarnya ukuran koran tentu akan diikuti strategi bisnis yang lain agar koran tersebut tetap bisa eksis. Ancaman terhadap eksistensi koran memang bukan saat ini saja. Ketika kehadiran radio awal 1900, pun koran dikabarkan akan tergeser. Kecepatan informasi dan audio membuat radio menjadi primadona baru bagi media massa saat itu.Kelebihan yang dimiliki radio disebut-sebut akan mengancam koran, dan banyak pula yang menyebut dunia koran segera berakhir. Namun, anggapan itu salah. Koran masih tetap eksis. Lalu, gelombang serangan terhadap koran juga terjadi ketika muncul televisi sekitar 1940-an. Televisi yang mempunyai keunggulan kecepatan, audio dan visual dianggap akan membunuh keberadaan radio dan koran. Namun sekali lagi, koran masih tetap bisa eksis.Nah , saat ini di awal abad ke-21, koran juga mendapat gempuran baru dari media digital atau media internet. Kecepatan dan keluwesan dalam mengonsumsi media digital digadang-gadangkan akan menggantikan koran. Akankah mati koran dengan ada media digital? Jack Ma dan WSJ setidaknya sudah membantahnya. Bagaimana di Indonesia? Beberapa bisnis media massa konvensional secara perlahan redup. Beberapa koran harus tutup dan akan bubar.Bukan hanya milik perusahaan media kecil, beberapa koran dari perusahaan media massa besar pun terpaksa berhenti cetak karena dari sisi bisnis sudah tidak bisa eksis. Jika Jack Ma dan WSJ seolah membantah anggapan koran akan dibunuh oleh media digital, matinya beberapa koran di Indonesia seolah memperkuat anggapan tersebut. Lalu, apakah benar-benar media digital membunuh koran di Indonesia? Tidak. Yang membunuh koran adalah koran itu sendiri.Tentu koran harus belajar pada peristiwa 1900 dan 1940 ketika diserang radio dan televisi. Apa yang membuat koran tetap eksis saat itu, harus dicontoh oleh koran saat ini. Salah satunya adalah bagaimana melakukan perubahan gaya pemberitaan dan tampilan. Jika memang eranya digital tentu, artikel dan tampilan juga harus menyelaraskan dengan ciri media digital.Sudah banyak media cetak yang mengubah tampilan dari print ke digital. Namun apakah sekadar itu, lalu koran akan tetap eksis di era digital? Tentu tidak. Pola pikir para pekerja media konvensional juga harus digital pula. Jadi bukan media digital yang membunuh koran, namun koran itu sendiri, karena tidak mau menyesuaikan dengan kelebihan digital.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5112 seconds (0.1#10.140)