N-219 dan Mimpi Besar
A
A
A
Industri dirgantara Indonesia menghitung hari. Jika tidak ada aral melintang, awal pekan depan PT Dirgantara Indonesia (DI) akan memperlihatkan secara fisik untuk pertama kali (roll out) wajah pesawat karya terbarunya hasil kerja sama dengan PT Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), N-219, kepada publik. Rencananya, peluncuran akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Peristiwa tersebut akan menjadi momen bersejarah pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa ini, sekaligus menjadi mile stone penting untuk masa depan industri penerbangan Tanah Air. Kehadiran N-219 tidak hanya memberi pesan industri dirgantara Indonesia masih hidup, tapi juga masih berani bermimpi besar dan mampu mewujudkan mimpi.
Kehadiran N-219 memang tidak sekadar memberi gambaran PT DI telah bangun dari tidurnya yang panjang, tapi juga melanjutkan mimpi indah setelah sekian lama didera mimpi buruk. Hal ini terkait keputusan pemerintah menghentikan proyek N-250, termasuk rencana membuat N-2130, sebagai bagian program restrukturisasi IMF kala krisis ekonomi 1997. Dampaknya saat itu tidak hanya membuat PT DI mati suri, tapi juga memaksa ratusan ahli penerbangan Indonesia hengkang ke berbagai negara demi menyambung hidup.
Setelah pemerintah merestrukturisasi PT DI, perusahaan pelat merah tersebut memang sudah kembali berjalan dan menikmati keuntungan. Namun, bisnis yang berjalan tersebut bukanlah ideal, karena hanya sebatas menyuplai komponen dan merakit pesawat. N-219, meskipun sejumlah komponen penting belum bisa dibuat, sepenuhnya merupakan hasil rancang bangun anak bangsa dan sepenuhnya mengusung merek Indonesia. Kebanggaan akan kemandirian itulah yang diimpikan.
Kehadiran N-219 jika diselisik dari sisi perhitungan bisnis, sebenarnya tidak berbeda dengan sikon waktu peluncuran N-250, tepat 20 tahun lalu. Saat itu, Menristek BJ Habibie sudah menghitung betul pesawat tersebut akan mampu bersaing dengan kompetitornya saat itu, ATR42-500, Dash 8-300, dan Fokker -yang kemudian pabriknya ditutup- untuk memenuhi lonjakan permintaan pesawat jarak pendek, termasuk permintaan maskapai penerbangan dalam negeri. Prediksi tersebut benar karena ATR kemudian merajai pasar pesawat komuter berpenggerak propeler tersebut.
Namun, pemikiran strategis BJ Habibie memang terlampau jauh untuk zamannya. Sulit dibayangkan N-250 bukan merupakan proyek mercusuar yang berhenti pada kebanggaan an sich. Pun sulit dibayangkan bahwa kelak perekonomian Indonesia kelak semakin membaik dan mobilitas penduduk antarwilayah semakin tinggi. Sulit dibayangkan pula, kini kerumunan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta mengalahkan Terminal Kampung Rambutan, dan Bandara Juanda Surabaya mengalahkan Terminal Bungurasih, karena penerbangan telah menjadi sarana transportasi utama di Tanah Air.
Kini optimisme penuh menaungi kehadiran N-219 yang direncanakan akan terbang perdana akhir tahun ini. Pasar transportasi yang menghubungkan berbagai wilayah dan kepulauan di Tanah Air dengan berbagai karakteristiknya sangat membutuhkan pesawat yang mampu terbang dan mendarat di landasan pendek, hemat bahan bakar, multifungsi, dan tentu saja canggih agar mampu menjawab medan ekstrem. Semua tantangan tersebut sudah disadari para insinyur yang membidani kelahiran N-219. Optimisme kian membuncah karena PT DI sudah menerima pesanan 200 unit.
Semoga tidak ada lagi “puting beliung” yang mengganjal di tengah jalan, hingga N-219 sukses melakukan uji terbang, mendapat sertifikasi, dan memenuhi permintaan pasar. Lebih dari itu, dengan sukses N-219, Lapan dan PT DI berani terus bermimpi. “Keep your dreams alive. Understand to achieve anything requires faith and belief in yourself, vision, hard work, determination, and dedication. Remember all things are possible for those who believe,” demikian petuah atlet legendaris juara dunia dan olimpiade Amerika Serikat, Gail Devers.
Mimpi besar Lapan dan PT DI untuk mengembangkan pesawat penumpang terbaru, seperti N-245 berkapasitas 50 orang dan N-270 berkapasitas 70 orang, yang dicanangkan mulai 2016 nanti bukanlah mimpi di siang bolong jika seluruh jajarannya fokus dan terus bersemangat untuk mewujudkannya. Tentu saja, mimpi besar itu akan semakin mudah jika mendapat dukungan penuh dari pemerintah, maskapai penerbangan, dan semua pihak terkait. Semoga!
Peristiwa tersebut akan menjadi momen bersejarah pencapaian penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa ini, sekaligus menjadi mile stone penting untuk masa depan industri penerbangan Tanah Air. Kehadiran N-219 tidak hanya memberi pesan industri dirgantara Indonesia masih hidup, tapi juga masih berani bermimpi besar dan mampu mewujudkan mimpi.
Kehadiran N-219 memang tidak sekadar memberi gambaran PT DI telah bangun dari tidurnya yang panjang, tapi juga melanjutkan mimpi indah setelah sekian lama didera mimpi buruk. Hal ini terkait keputusan pemerintah menghentikan proyek N-250, termasuk rencana membuat N-2130, sebagai bagian program restrukturisasi IMF kala krisis ekonomi 1997. Dampaknya saat itu tidak hanya membuat PT DI mati suri, tapi juga memaksa ratusan ahli penerbangan Indonesia hengkang ke berbagai negara demi menyambung hidup.
Setelah pemerintah merestrukturisasi PT DI, perusahaan pelat merah tersebut memang sudah kembali berjalan dan menikmati keuntungan. Namun, bisnis yang berjalan tersebut bukanlah ideal, karena hanya sebatas menyuplai komponen dan merakit pesawat. N-219, meskipun sejumlah komponen penting belum bisa dibuat, sepenuhnya merupakan hasil rancang bangun anak bangsa dan sepenuhnya mengusung merek Indonesia. Kebanggaan akan kemandirian itulah yang diimpikan.
Kehadiran N-219 jika diselisik dari sisi perhitungan bisnis, sebenarnya tidak berbeda dengan sikon waktu peluncuran N-250, tepat 20 tahun lalu. Saat itu, Menristek BJ Habibie sudah menghitung betul pesawat tersebut akan mampu bersaing dengan kompetitornya saat itu, ATR42-500, Dash 8-300, dan Fokker -yang kemudian pabriknya ditutup- untuk memenuhi lonjakan permintaan pesawat jarak pendek, termasuk permintaan maskapai penerbangan dalam negeri. Prediksi tersebut benar karena ATR kemudian merajai pasar pesawat komuter berpenggerak propeler tersebut.
Namun, pemikiran strategis BJ Habibie memang terlampau jauh untuk zamannya. Sulit dibayangkan N-250 bukan merupakan proyek mercusuar yang berhenti pada kebanggaan an sich. Pun sulit dibayangkan bahwa kelak perekonomian Indonesia kelak semakin membaik dan mobilitas penduduk antarwilayah semakin tinggi. Sulit dibayangkan pula, kini kerumunan penumpang di Bandara Soekarno-Hatta mengalahkan Terminal Kampung Rambutan, dan Bandara Juanda Surabaya mengalahkan Terminal Bungurasih, karena penerbangan telah menjadi sarana transportasi utama di Tanah Air.
Kini optimisme penuh menaungi kehadiran N-219 yang direncanakan akan terbang perdana akhir tahun ini. Pasar transportasi yang menghubungkan berbagai wilayah dan kepulauan di Tanah Air dengan berbagai karakteristiknya sangat membutuhkan pesawat yang mampu terbang dan mendarat di landasan pendek, hemat bahan bakar, multifungsi, dan tentu saja canggih agar mampu menjawab medan ekstrem. Semua tantangan tersebut sudah disadari para insinyur yang membidani kelahiran N-219. Optimisme kian membuncah karena PT DI sudah menerima pesanan 200 unit.
Semoga tidak ada lagi “puting beliung” yang mengganjal di tengah jalan, hingga N-219 sukses melakukan uji terbang, mendapat sertifikasi, dan memenuhi permintaan pasar. Lebih dari itu, dengan sukses N-219, Lapan dan PT DI berani terus bermimpi. “Keep your dreams alive. Understand to achieve anything requires faith and belief in yourself, vision, hard work, determination, and dedication. Remember all things are possible for those who believe,” demikian petuah atlet legendaris juara dunia dan olimpiade Amerika Serikat, Gail Devers.
Mimpi besar Lapan dan PT DI untuk mengembangkan pesawat penumpang terbaru, seperti N-245 berkapasitas 50 orang dan N-270 berkapasitas 70 orang, yang dicanangkan mulai 2016 nanti bukanlah mimpi di siang bolong jika seluruh jajarannya fokus dan terus bersemangat untuk mewujudkannya. Tentu saja, mimpi besar itu akan semakin mudah jika mendapat dukungan penuh dari pemerintah, maskapai penerbangan, dan semua pihak terkait. Semoga!
(hyk)