Setara Nilai Jokowi Belum Jadi Panglima Penegakan Hukum
A
A
A
JAKARTA - Setara Institute memberikan catatan terhadap usia satu tahun Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK). Usia pemerintahan Jokowi akan genap berusia setahun pada Selasa 20 Oktober 2015 besok.
Ketua Setara Institut Hendardi mengatakan, selama memimpin Jokowi gagal menjadi panglima penegakan hukum yang berkualitas untuk Indonesia.
"Selama satu tahun menjadi Presiden, Jokowi belum menunjukkan kepemimpinannya yang berkualitas pada bidang hukum, pemberantasan korupsi, dan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Hendardi melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (19/10/2015).
Menurut Hendardi, Jokowi baru dianggap pemimpin di bidang infrastruktur, bukan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Tiga hal menjadi cacatan Setara Institute untuk mengkritisi kepemimpinan Jokowi selama setahun.
Pertama di bidang pemberantasan korupsi. Jokowi yang merupakan nahkoda Kabinet Kerja itu dinilai tidak menjalankan kepemimpinan yang efektif dalam mendukung pemberantasan korupsi.
"Hanya terbatas menjadi pemadam kebakaran atas kegaduhan yang sebenarnya diciptakan oleh para menteri, pejabat di bawah koordinasinya," papar Hendardi yang juga menyebut Jokowi pasif dalam hal pemberantasan korupsi, sehingga sulit memiliki terobosan baru.
Masih tentang pemberantasan korupsi, Jokowi juga dinilai tidak memiliki sikap tegas terhadap tindakan kriminalisasi pemimpin KPK dan usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di bawah Jokowi, kata Hendardi, kepala daerah/kementerian/LK semakin dimanjakan dengan proteksi antikriminalisasi yang cenderung potensial disalahgunakan.
"Kedua, pada bidang hukum, Jokowi gagal mengelola Prolegnas untuk memproduksi berbagai UU yang secara nyata dibutuhkan oleh rakyat. Publik juga belum memperoleh keyakinan atas kinerja penegak hukum dan integritas pejabat di bidang hukum," tuturnya.
Hendardi menjelaskan, kegagalan tersebut lantaran keberadaan Menkumham yang dinilai belum efektif menjadi pejabat publik, dan lebih merepresentasikan diri sebagai wakil partai dan menjadi pelindung kepentingan politik partai.
"Tiga, pada bidang HAM, prestasi Jokowi hanya menerbitkan Perpres Nomor 75/2005 Tentang RANHAM 2015-2019, dengan materi muatan yang mirip program kerja lembaga kajian bukan sebagai rencana pemerintah," tambahnya.
Selanjutnya masih di bidang penegakan HAM, para pembantu Jokowi hanya terdengar gaduh dengan ide rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran. Hal itu dipandang Hendardi sebagai ide yang menyesatkan.
"Satu tahun ini juga pelanggaran HAM terjadi, Tolikara, Aceh Singkil, Lumajang, pembiaran pengungsi Syiah dan Ahmadiyah, kriminalisasi kebebasan berpendapat, berekspresi, dan lain-lain," pungkasnya.
PILIHAN:
Surya Paloh Anggap Capaian Jokowi-JK Belum Spektakuler
Menhan Sebut Bela Negara Tak Perlu Payung Hukum
Ketua Setara Institut Hendardi mengatakan, selama memimpin Jokowi gagal menjadi panglima penegakan hukum yang berkualitas untuk Indonesia.
"Selama satu tahun menjadi Presiden, Jokowi belum menunjukkan kepemimpinannya yang berkualitas pada bidang hukum, pemberantasan korupsi, dan penuntasan pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Hendardi melalui rilis yang diterima Sindonews, Senin (19/10/2015).
Menurut Hendardi, Jokowi baru dianggap pemimpin di bidang infrastruktur, bukan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Tiga hal menjadi cacatan Setara Institute untuk mengkritisi kepemimpinan Jokowi selama setahun.
Pertama di bidang pemberantasan korupsi. Jokowi yang merupakan nahkoda Kabinet Kerja itu dinilai tidak menjalankan kepemimpinan yang efektif dalam mendukung pemberantasan korupsi.
"Hanya terbatas menjadi pemadam kebakaran atas kegaduhan yang sebenarnya diciptakan oleh para menteri, pejabat di bawah koordinasinya," papar Hendardi yang juga menyebut Jokowi pasif dalam hal pemberantasan korupsi, sehingga sulit memiliki terobosan baru.
Masih tentang pemberantasan korupsi, Jokowi juga dinilai tidak memiliki sikap tegas terhadap tindakan kriminalisasi pemimpin KPK dan usulan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Di bawah Jokowi, kata Hendardi, kepala daerah/kementerian/LK semakin dimanjakan dengan proteksi antikriminalisasi yang cenderung potensial disalahgunakan.
"Kedua, pada bidang hukum, Jokowi gagal mengelola Prolegnas untuk memproduksi berbagai UU yang secara nyata dibutuhkan oleh rakyat. Publik juga belum memperoleh keyakinan atas kinerja penegak hukum dan integritas pejabat di bidang hukum," tuturnya.
Hendardi menjelaskan, kegagalan tersebut lantaran keberadaan Menkumham yang dinilai belum efektif menjadi pejabat publik, dan lebih merepresentasikan diri sebagai wakil partai dan menjadi pelindung kepentingan politik partai.
"Tiga, pada bidang HAM, prestasi Jokowi hanya menerbitkan Perpres Nomor 75/2005 Tentang RANHAM 2015-2019, dengan materi muatan yang mirip program kerja lembaga kajian bukan sebagai rencana pemerintah," tambahnya.
Selanjutnya masih di bidang penegakan HAM, para pembantu Jokowi hanya terdengar gaduh dengan ide rekonsiliasi tanpa pengungkapan kebenaran. Hal itu dipandang Hendardi sebagai ide yang menyesatkan.
"Satu tahun ini juga pelanggaran HAM terjadi, Tolikara, Aceh Singkil, Lumajang, pembiaran pengungsi Syiah dan Ahmadiyah, kriminalisasi kebebasan berpendapat, berekspresi, dan lain-lain," pungkasnya.
PILIHAN:
Surya Paloh Anggap Capaian Jokowi-JK Belum Spektakuler
Menhan Sebut Bela Negara Tak Perlu Payung Hukum
(kri)