Kebinekaan yang Terkoyak

Senin, 19 Oktober 2015 - 13:14 WIB
Kebinekaan yang Terkoyak
Kebinekaan yang Terkoyak
A A A
Citra sebagai bangsa yang toleran, saling menghormati, dan beradab kian jauh dari negeri ini. Salah satu indikatornya, kasus radikalisme bernuansa agama terus terjadi.Yang mutakhir terjadi insiden pembakaran gereja di Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Insiden ini bermula dari tuntutan pembongkaran Gereja Kuria Kristen Indonesia (KKI) di Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, oleh sekelompok umat Islam. Tuntutan itu berujung pada keributan dan pembakaran gereja.Kerusuhan yang melibatkan antarpemeluk agama pun tidak terhindarkan. Akibatnya, jatuh korban meninggal dan luka-luka. Bahkan ribuan orang harus mengungsi ke Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Anakanak juga menjadi korban intoleransi sehingga kehilangan hak pengasuhan dan pendidikan. Insiden intoleransi di Aceh Singkil benar-benar menjadi ujian negeri yang berbineka. Kasus pembakaran gereja di Aceh Singkil sekadar contoh gejala intoleransi antarpemeluk agama.Sebelumnya terjadi kerusuhan yang mengakibatkan terbakarnya masjid di Tolikara, Papua (17 Juli 2015); penyerangan terhadap jamaah Katolik di Sleman, Yogyakarta (29 Mei 2014); penyerangan terhadap jamaah Ahmadiyah di Tasikmalaya (5 Mei 2013); dan penyerangan terhadap komunitas Syiah di Sampang, Madura (26 Agustus 2012).Ironisnya, komunitas Syiah di Sampang hingga kini harus hidup di pengungsian. Mereka tidak diperbolehkan kembali ke kampung halaman sebelum melakukan pertaubatan. Rentetan insiden intoleransi menunjukkan bahwa spirit ”Bhinneka Tunggal Ika” kini terancam.Padahal Indonesia secara nature dan culture adalah negara yang ber-Bhinneka. Indonesia juga dikatakan negara yang penuh warna (colorful). Pernyataan ini merujuk pada realitas kemajemukan etnis, budaya, agama, dan paham keagamaan yang berkembang di nusantara. Meski sangat majemuk, sampai kapan pun negeri ini harus tetap Tunggal Ika.Itulah komitmen para pendiri (the founding fathers) negeri tercinta yang harus terus dijaga. Sebagai negara multikultur dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia, secara umum Indonesia tergolong sukses menghadapi problem kemajemukan. Hal itu terutama jika dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim di Timur Tengah dan Asia.Sebagian negara berbasis umat Islam di wilayah tersebut gagal mengatasi problem kemajemukan. Dampaknya, permusuhan yang dipicu perbedaan etnis, budaya, agama, dan aliran (firqah) keagamaan terus terjadi. Permusuhan antarkelompok yang berbeda akhirnya berujung pada peperangan.Peristiwa saling membunuh menjadi pemandangan yang lumrah. Yang menyedihkan, permusuhan antarsesama juga mengakibatkan penghancuran peradaban bangsa. Padahal capaian peradaban itu dibangun dalam rentang waktu ribuan tahun.Salah satu contoh negara yang mengalami kehancuran peradaban akibat konflik adalah Irak. Negeri Seribu Satu Dongeng ini hancur bersama capaian peradabannya. Negara lain yang juga mengalami kehancuran peradaban adalah Mesir. Jika membaca sejarah Mesir, tampak sekali bahwa negara ini memiliki capaian hebat di bidang peradaban. Mesir merupakan pusat peradaban dunia, khususnya yang ada di belahan Timur, bersama China, India, dan Persia.Bahkan peradaban Barat yang ada di Yunani dan kemudian melahirkan begitu banyak filsuf ternama juga tidak dapat dilepaskan dari sejarah hebat Mesir. Karena sejarah panjang itulah, Mesir termasuk negara maju di benua Afrika. Tetapi semua cerita mengenai kehebatan peradaban Irak dan Mesir tinggal kenangan.Ibarat virus, permusuhan yang menghancurkan peradaban di Irak dan Mesir menyebar ke Tunisia, Suriah, Libya, Nigeria, dan Yaman. Bahkan negara yang mengklaim sebagai Pelayan Dua Kota Suci (khadim al-haramayn), Kerajaan Arab Saudi, kini terlibat peperangan di Yaman. Peperangan berlatar belakang Sunni- Syiah telah mengakibatkan hancurnya peradaban Yaman.Semua peristiwa itu menjadi potret buram negara-negara Islam. Belajar dari pengalaman negara-negara yang terus dilanda konflik karena gagal mengatasi problem pluralitas, maka seluruh elemen bangsa ini harus memahami bahwa kemajemukan merupakan keniscayaan.Dalam ajaran Islam ditegaskan bahwa pluralitas merupakan bagian dari rencana Tuhan (sunnatullah). Dalam situasi budaya masyarakat yang plural itulah setiap pribadi harus bersepakat dalam perbedaan (agree in disagreement ). Jika perbedaan dipahami secara positif, hal itu justru menjadi ujian bagi setiap pribadi. Pada saat itulah kita akan menyaksikan siapa yang paling banyak memberikan kontribusi bagi terwujudnya nilai-nilai kemanusiaan.Dalam Alquran ditegaskan bahwa setiap penganut agama dan paham keagamaan harus berlomba-lomba menjadi yang terbaik (QS. Al-Maidah: 48). Kalam ilahi ini harus menjadi kerangka etik untuk mengimplementasikan ajaran tentang persaudaraan (ukhuwah). Karena itu, perbincangan mengenai ukhuwah dan toleransi harus terus digelorakan.Mengingat pentingnya ajaran ukhuwah, berarti kita harus mempersaudarakan berbagai pemeluk agama dan penganut paham keagamaan. Sejarah Islam yang dihitamkan oleh peperangan bersaudara dan sikap saling mengafirkan, terutama oleh kaum Khawarij, harus menjadi pelajaran berharga.Dengan pikiran yang jernih, kita harus merumuskan sikap untuk berdamai dengan perbedaan. Termasuk perbedaan dalam memahami teks-teks keagamaan. Dalam sebuah pernyataan yang penuh hikmah dikatakan bahwa perbedaan di kalangan umat (yang terdidik) adalah rahmat. Kita juga sering mendengar slogan yang menyatakan bahwa perbedaan itu indah. Karena itu, kita harus bersatu dalam keragaman (unity in diversity).Perbedaan seharusnya tidak menghalangi umat untuk bersatu sehingga kehidupan terasa penuh rahmat dan indah. Secara jujur harus diakui bahwa kedewasaan umat dalam menyikapi perbedaan hingga kini masih menyisakan persoalan. Terasa sekali bahwa ada ketidaksiapan kelompok-kelompok yang berbeda untuk hidup berdampingan dalam suatu komunitas.Kini tugas tokoh masyarakat, tokoh agama, dan pemerintah adalah menanamkan kesadaran pada setiap pribadi agar siap hidup dalam kebinekaan, sebab tidak mungkin memaksa orang lain untuk sama dengan dirinya. Yang justru harus dikembangkan adalah menghormati perbedaan. Kebinekaan negeri ini harus dirawat, tidak boleh terkoyak.Caranya adalah merayakan dan menghormati perbedaan. Terimalah kebinekaan sebagai ketetapan Tuhan. Selanjutnya, dendangkan nyanyian letlets celebrate diversity.BiyantoDosen UIN Sunan Ampel dan Ketua Majelis Dikdasmen PW Muhammadiyah Jatim
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8539 seconds (0.1#10.140)