Pengamat: Bela Negara Solusi Tumbuhkan Nasionalisme
A
A
A
JAKARTA - Program bela negara yang segera dilaunching oleh pemerintahan Jokowi-JK dinilai dapat menjadi solusi atas keadaan pertahanan Indonesia yang autopilot. Karena, di tengah potensi ancaman pertahanan global yang kian berat dan lunturnya nasionalisme para pemuda Indonesia, program ini dipercaya bisa jadi solusi pertahanan dan peningkatan rasa nasionalisme.
"Sekarang negara kita autopilot pertahanan dan ketahanannya. Jadi, bela negara itu untuk hindari autopilot pertahanan. Tapi kenapa Menhan diserang? menurut saya ini solusi bagus. Kalau kita enggak setuju solusi lain apa? Kita enggak punya dewan keamanan nasional yang dimiliki negara-negara lain," ujar Pengamat Pertahanan dari Universitas Indonesia (UI) Connie Rahakundini kepada SINDO di Rabu 14 Oktober 2015.
Connie menjelaskan, saat ini perang sudah bertransformasi ke dalam berbagai bentuk, ada separatisme, fisiologi, dan bentuk lainnya. Sementara, Indonesia dengan luas wilayah yang begitu besar hanya memiliki sekitar 400 ribu tentara yang idealnya 6,8 juta tentara.
"Nah, enggak ada kan tentaranya. Kita sudah 10 tahun ini ingin punya komponen cadangan (Komcad) tapi enggak bisa jadi karena UU Kamnas (Keamanan Nasional) terus dijegal di tengah jalan," jelasnya.
Menurutnya, ini bisa menjadi solusi yang ditawarkan oleh Kemhan. Dengan program bela negara ini, ada dua hal sekaligus yang bisa dibangun yakni menjawab tantangan pertahanan global dengan nation building, dan juga menumbuhkan rasa nasionalisme anak bangsa yang sudah memudar.
"Dengan keadaan politik yang sedemikian bebas, dan membuat kita tercerai berai. Kita harus tarik kembali bahwa kita ini satu bangsa dan kita satu negara," tegasnya.
Connie juga menegaskan bahwa bela negara akan jauh berbeda dengan wajib militer (Wamil). Karena, pendidikannya dibagi dalam tiga tahapan yakni pertama, pendidikan reguler yang berlangsung selama 1-3 hari untuk usia 5-16 tahun.
Kemudian pendidikan regular lanjutan untuk anak usia 16-17 tahun. Terakhir untuk program khusus yang betul-betul dilatih selama sebulan.
"Beda loh mengahafal dengan membuat memaknai Pancasila, nasionalisme, wawasan nusantara, merah putih, perjuangan bangsa hingga bangsa ini berdiri," tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, terdapat lima tahapan waktu atas program ini, tahapan satu dimulai 2015-2019, tahapan dua 2020-2024, dan seterusnya hingga tahun 2040. Tujuan program jangka panjang ini untuk mewujudkan bangsa sebagaimana pada zaman Bung Karno dulu dimana, warga negara sangat nasionalis dan cinta Tanah Air.
"Sekarang sih enggak, rasa memiliki sebagai bangsa tuh sudah luntur sekali," imbuh Direktur Eksekutif Instititute for Defense and Security Studies itu.
Mengenai efektivitas, Connie memandang bukan saatnya untuk mengukur atau menghitung efektivitas karena program ini baru akan diluncurkan. Yang jelas, meskipun Indonesia memiliki tentara tapi harus diakui bahwa negara tidak sanggup membuat tentara yang profesional.
Karena, tentara profesional membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan tidak cukup hanya 0,9% anggaran pertahanan dari APBN. "Jadi sekali lagi, jangan pernah menghitung. Tapi kalau efektivitas kita harus coba. Bagaimana kita bisa tahu itu efektif atau enggak kalau dicoba aja belum. Bicara efektivitas itu kalau sudah mengeluarkan satu generasi yang sudah lulus," tegasnya.
PILIHAN:
Bela Negara Jangan Hanya Fokus Latihan Militer
Fadli Zon: Bela Negara untuk Apa, Urusi Asap Saja Tak Bisa
"Sekarang negara kita autopilot pertahanan dan ketahanannya. Jadi, bela negara itu untuk hindari autopilot pertahanan. Tapi kenapa Menhan diserang? menurut saya ini solusi bagus. Kalau kita enggak setuju solusi lain apa? Kita enggak punya dewan keamanan nasional yang dimiliki negara-negara lain," ujar Pengamat Pertahanan dari Universitas Indonesia (UI) Connie Rahakundini kepada SINDO di Rabu 14 Oktober 2015.
Connie menjelaskan, saat ini perang sudah bertransformasi ke dalam berbagai bentuk, ada separatisme, fisiologi, dan bentuk lainnya. Sementara, Indonesia dengan luas wilayah yang begitu besar hanya memiliki sekitar 400 ribu tentara yang idealnya 6,8 juta tentara.
"Nah, enggak ada kan tentaranya. Kita sudah 10 tahun ini ingin punya komponen cadangan (Komcad) tapi enggak bisa jadi karena UU Kamnas (Keamanan Nasional) terus dijegal di tengah jalan," jelasnya.
Menurutnya, ini bisa menjadi solusi yang ditawarkan oleh Kemhan. Dengan program bela negara ini, ada dua hal sekaligus yang bisa dibangun yakni menjawab tantangan pertahanan global dengan nation building, dan juga menumbuhkan rasa nasionalisme anak bangsa yang sudah memudar.
"Dengan keadaan politik yang sedemikian bebas, dan membuat kita tercerai berai. Kita harus tarik kembali bahwa kita ini satu bangsa dan kita satu negara," tegasnya.
Connie juga menegaskan bahwa bela negara akan jauh berbeda dengan wajib militer (Wamil). Karena, pendidikannya dibagi dalam tiga tahapan yakni pertama, pendidikan reguler yang berlangsung selama 1-3 hari untuk usia 5-16 tahun.
Kemudian pendidikan regular lanjutan untuk anak usia 16-17 tahun. Terakhir untuk program khusus yang betul-betul dilatih selama sebulan.
"Beda loh mengahafal dengan membuat memaknai Pancasila, nasionalisme, wawasan nusantara, merah putih, perjuangan bangsa hingga bangsa ini berdiri," tegasnya.
Selain itu, lanjutnya, terdapat lima tahapan waktu atas program ini, tahapan satu dimulai 2015-2019, tahapan dua 2020-2024, dan seterusnya hingga tahun 2040. Tujuan program jangka panjang ini untuk mewujudkan bangsa sebagaimana pada zaman Bung Karno dulu dimana, warga negara sangat nasionalis dan cinta Tanah Air.
"Sekarang sih enggak, rasa memiliki sebagai bangsa tuh sudah luntur sekali," imbuh Direktur Eksekutif Instititute for Defense and Security Studies itu.
Mengenai efektivitas, Connie memandang bukan saatnya untuk mengukur atau menghitung efektivitas karena program ini baru akan diluncurkan. Yang jelas, meskipun Indonesia memiliki tentara tapi harus diakui bahwa negara tidak sanggup membuat tentara yang profesional.
Karena, tentara profesional membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan tidak cukup hanya 0,9% anggaran pertahanan dari APBN. "Jadi sekali lagi, jangan pernah menghitung. Tapi kalau efektivitas kita harus coba. Bagaimana kita bisa tahu itu efektif atau enggak kalau dicoba aja belum. Bicara efektivitas itu kalau sudah mengeluarkan satu generasi yang sudah lulus," tegasnya.
PILIHAN:
Bela Negara Jangan Hanya Fokus Latihan Militer
Fadli Zon: Bela Negara untuk Apa, Urusi Asap Saja Tak Bisa
(kri)