Utak-Atik Bunga Kredit
A
A
A
Paket kebijakan ekonomi jilid ketiga memang belum keluar, tetapi bocoran isinya sedikit demi sedikit sudah dilepas ke ruang publik.Pekan lalu Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Pertamina mengkaji penurunan harga bahan bakar minyak (BBM). Selain itu, Presiden juga menugaskan Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian “mengutak-atik” penurunan suku bunga kredit perbankan.Bila harga BBM dan suku bunga kredit diturunkan, paket kebijakan yang akan diluncurkan dalam waktu dekat diyakini langsung menyentuh target jangka pendek dalam memutar roda perekonomian nasional yang sedang melambat. Bisakah suku bunga kredit diutak-atik untuk menyesuaikan paket kebijakan ekonomi dalam jangka pendek? Meski hal itu sepertinya mustahil dilaksanakan dalam waktu singkat, Menko Perekonomian Darmin Nasution telah bergerak dengan berkoordinasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).Langkah awal, pemerintah ingin mengetahui biaya perbankan yang berpengaruh besar terhadap biaya operasional. Darmin menegaskan, “Tentu harus koordinasi dengan OJK dan BI bahwa biaya mana saja yang bisa ditekan yang memberatkan biaya operasional,” seusai menghadiri rapat terbatas membahas paket kebijakan ekonomi jilid ketiga di Kantor Presiden pekan lalu.Sebenarnya upaya menekan tingkat suku bunga kredit dari sisi efisiensi biaya operasional perbankan sudah lama dibahas, tetapi hasilnya tidak pernah konkret. Misalnya berapa biaya untuk tenaga kerja, sewa gudang seberapa besar, kebutuhan biaya listrik, dan beberapa biaya lainnya yang berperan dalam pengoperasian.Dari pengeluaran biaya operasional itu, pemerintah optimistis pasti ada yang bisa diefisienkan agar biaya operasional tidak terlalu besar. Saat ini suku bunga kredit memang masih tergolong tinggi dibandingkan di beberapa negara di kawasan ASEAN dengan rata-rata di atas 10% setahun, sedangkan bunga tabungan maksimal sekitar 2% setahun.Memang, kalau pemerintah berhasil menurunkan suku bunga kredit, terasa dampaknya dalam jangka pendek karena sesuai harapan para pelaku sektor riil. Kalau bisa diwujudkan, berarti penurunan suku bunga kredit tersebut tidak masuk dalam kategori kebijakan moneter karena yang dipreteli adalah biaya operasional. Rencana kebijakan pemerintah tersebut direspons setengah hati kalangan perbankan.Para bankir dari kalangan perusahaan pelat merah hanya memberikan jawaban diplomatis dengan menyatakan siap adakan evaluasi. Kalaupun kalangan bankir khususnya dari bank BUMN menyetujui “pengguntingan” suku bunga kredit, pasti akan mengajukan kompensasi entah itu dalam bidang perpajakan atau penurunan suku bunga simpanan. Persoalannya tentu tidak akan sesederhana yang dibayangkan meski pihak OJK menyatakan siap mengawal permintaan Presiden untuk penurunan suku bunga kredit dengan melakukan pendekatan persuasif.Sementara itu, kinerja perbankan nasional dalam kondisi perekonomian melesu ikut tergerus. Pengucuran kredit sedang mengalami perlambatan. Sejumlah perbankan mengoreksi pertumbuhan kredit di bawah 10% sambil melihat perkembangan perekonomian tiga bulan terakhir tahun ini. Risiko perbankan dalam kaitan perlambatan ekonomi bukan hanya soal mengecilnya peluang menyalurkan kredit, tetapi risiko kredit bermasalah ada di depan mata.Rasio kredit bermasalah (non performing loan /NPL) diprediksi berada di level 3% dari total kredit perbankan hingga akhir tahun ini. Kalau penurunan suku bunga kredit perbankan tidak bisa berkontribusi dalam paket kebijakan ekonomi jilid ketiga nanti, rupanya pemerintah masih punya senjata lain yakni penyediaan pinjaman berbunga rendah. Kebijakan tersebut ditujukan pada perusahaan yang mengalami kesulitan dan terancam melakukan pemutusan hubungan kerja.Namanya kredit bersubsidi dengan bunga di bawah kredit komersial yang akan dijalankan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Sebelumnya LPEI mendapat suntikan dana melalui penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp1 triliun. Memang, saatnya pemerintah mengerahkan semua tenaga agar perekonomian yang sudah berada di lampu kuning tidak berpindah ke lampu merah.
(bhr)