Ambil Langkah Mundur, Kredibilitas Hakim MK Meragukan
A
A
A
JAKARTA - Kredibilitas hakim Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai perlu diragukan atas putusannya terhadap uji materi Pasal 245 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD (MD3).
Putusan MK yang menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR harus seizin presiden dinilai langkah mundur dalam konteks penegakan hukum yang adil.
Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, putusan MK itu menjadi alasan masyarakat perlu meragukan hakim-hakim MK.
"Keputusan mereka yang final dan mengikat membuat kekuasaan mereka bergerak tanpa batas dan pada saat yang sama kemampuan mereka bisa sangat terbatas, bahkan jauh di bawah rata-rata orang pintar umumnya," kata Lucius Karus kepada Sindonews, Kamis (24/9/2015).
Dia melanjutkan, putusan MK itu merupakan langkah mundur dalam konteks penegakan hukum yang adil. Kata dia, hukum pada prinsipnya dibuat untuk menjamin keadilan di tengah masyarakat.
"Hukum menjamin penyelesaian satu kasus tidak atas prinsip kuat versus lemah, berkuasa versus tidak berkuasa," ungkapnya.
Lebih jauh, dia menambahkan, hukum juga bertujuan untuk memanusiawikan kekuasaan. Dengan hukum, penguasa tidak bisa secara sewenang-wenang memutuskan sesuatu jika ada masalah.
"Dan itu artinya penguasa tak bisa disediakan fasilitas khusus ketika berasa dalam proses penegakan hukum," imbuhnya.
Seperti diketahui, MK pada Selasa 22 September 2015 mengeluarkan putusan yang menyebutkan pemeriksaan anggota DPR harus izin presiden.
Putusan itu diambil MK dalam sidang gugatan uji materi (judicial review) Pasal 245 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD (MD3) yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana.
Gugatan itu diajukan pemohon karena keberatan terhadap pasal yang menyebutkan penegak hukum harus mendapat izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa anggota DPR.
PILIHAN:
Putusan MK Soal Izin Pemeriksaan Anggota DPR Tak Masuk Akal
Desmond Nilai Trimedya Tak Paham Undang-undang
Putusan MK yang menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR harus seizin presiden dinilai langkah mundur dalam konteks penegakan hukum yang adil.
Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, putusan MK itu menjadi alasan masyarakat perlu meragukan hakim-hakim MK.
"Keputusan mereka yang final dan mengikat membuat kekuasaan mereka bergerak tanpa batas dan pada saat yang sama kemampuan mereka bisa sangat terbatas, bahkan jauh di bawah rata-rata orang pintar umumnya," kata Lucius Karus kepada Sindonews, Kamis (24/9/2015).
Dia melanjutkan, putusan MK itu merupakan langkah mundur dalam konteks penegakan hukum yang adil. Kata dia, hukum pada prinsipnya dibuat untuk menjamin keadilan di tengah masyarakat.
"Hukum menjamin penyelesaian satu kasus tidak atas prinsip kuat versus lemah, berkuasa versus tidak berkuasa," ungkapnya.
Lebih jauh, dia menambahkan, hukum juga bertujuan untuk memanusiawikan kekuasaan. Dengan hukum, penguasa tidak bisa secara sewenang-wenang memutuskan sesuatu jika ada masalah.
"Dan itu artinya penguasa tak bisa disediakan fasilitas khusus ketika berasa dalam proses penegakan hukum," imbuhnya.
Seperti diketahui, MK pada Selasa 22 September 2015 mengeluarkan putusan yang menyebutkan pemeriksaan anggota DPR harus izin presiden.
Putusan itu diambil MK dalam sidang gugatan uji materi (judicial review) Pasal 245 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR DPR DPD DPRD (MD3) yang diajukan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Peradilan Pidana.
Gugatan itu diajukan pemohon karena keberatan terhadap pasal yang menyebutkan penegak hukum harus mendapat izin Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa anggota DPR.
PILIHAN:
Putusan MK Soal Izin Pemeriksaan Anggota DPR Tak Masuk Akal
Desmond Nilai Trimedya Tak Paham Undang-undang
(kri)