Negara Agraris
A
A
A
Tahun 1984 silam, Indonesia pernah mendapatkan penghargaan dari Food and Agriculture Organization (FAO) sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mampu mencapai swasembada pangan.
Namun, kondisi tersebut tak bertahan lama karena era tahun 1990- an Indonesia justru mengalami penurunan produksi pertanian skala nasional. Bahkan sampai kini, pertanian kita masih dalam kondisi terjajah oleh bangsa lain dengan menempati urutan ke-4 pengimpor beras terbesar di dunia setelah Nigeria, Irak, dan Filipina.
Sudahkah kita merdeka? Ya, itu pertanyaan yang selalu muncul bagi saya selaku mahasiswa pertanian. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merdeka adalah hal yang secara de facto dan de jure bangsa ini telah dapat. Era kemerdekaan bangsa ini, tepatnya 70 tahun Indonesia merdeka, nyatanya belum mampu menjadikan Indonesia merdeka secara pangan.
Semangat kemerdekaan untuk membangun pertanian harus terus dikobarkan di seluruh penjuru negeri ini. Bung Karno Founding Father bangsa ini pun mengatakan jika bangsa yang sektor pertaniannya kuat, maka bangsa tersebut tak akan pernah tergoyahkan oleh pengaruh bangsa lain.
Petani adalah ujung tombak penjaga ketahanan pangan kita. Maka bila produktivitas dan pendapatan mereka meningkat, kontribusinya kepada ketahanan pangan nasional akan sangat signifikan. Mengapa? Pertama, jika produktivitas usaha tani meningkat, berarti suplai pangan nasional meningkat pula.
Hal ini berarti meningkatkan tingkat ketersediaan pangan nasional. Kedua, ketika hasil usaha tani mereka mampu memberikan pendapatan tinggi, berarti akses petani terhadap pangan meningkat. Kita tahu, sekitar 60% penduduk Indonesia ini adalah petani yang 89% di antaranya merupakan petani gurem yang miskin.
Naiknya pendapatan mereka berarti aspek keterjangkauan dalam ketahanan pangan nasional akan meningkat pula. Era kemerdekaan ini, peran petani dalam mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan mandiri pangan tak terelakan lagi. Momentum ini haruslah jadi cerminan refleksi bagi seluruh rakyat Indonesia, utamanya adalah kaum elite pemangku kebijakan.
Mari buka lembaran sejarah yang telah usang dan terkunci rapat di laci. Kita bersihkan kembali, dan kita kibarkan dengan semangat kemerdekaan dengan menjadikan pertanian Indonesia sebagai negara agraris yang adidaya. No farmer, no future.
MUHAMMAD AZIZ MUSLIM
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
Namun, kondisi tersebut tak bertahan lama karena era tahun 1990- an Indonesia justru mengalami penurunan produksi pertanian skala nasional. Bahkan sampai kini, pertanian kita masih dalam kondisi terjajah oleh bangsa lain dengan menempati urutan ke-4 pengimpor beras terbesar di dunia setelah Nigeria, Irak, dan Filipina.
Sudahkah kita merdeka? Ya, itu pertanyaan yang selalu muncul bagi saya selaku mahasiswa pertanian. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, merdeka adalah hal yang secara de facto dan de jure bangsa ini telah dapat. Era kemerdekaan bangsa ini, tepatnya 70 tahun Indonesia merdeka, nyatanya belum mampu menjadikan Indonesia merdeka secara pangan.
Semangat kemerdekaan untuk membangun pertanian harus terus dikobarkan di seluruh penjuru negeri ini. Bung Karno Founding Father bangsa ini pun mengatakan jika bangsa yang sektor pertaniannya kuat, maka bangsa tersebut tak akan pernah tergoyahkan oleh pengaruh bangsa lain.
Petani adalah ujung tombak penjaga ketahanan pangan kita. Maka bila produktivitas dan pendapatan mereka meningkat, kontribusinya kepada ketahanan pangan nasional akan sangat signifikan. Mengapa? Pertama, jika produktivitas usaha tani meningkat, berarti suplai pangan nasional meningkat pula.
Hal ini berarti meningkatkan tingkat ketersediaan pangan nasional. Kedua, ketika hasil usaha tani mereka mampu memberikan pendapatan tinggi, berarti akses petani terhadap pangan meningkat. Kita tahu, sekitar 60% penduduk Indonesia ini adalah petani yang 89% di antaranya merupakan petani gurem yang miskin.
Naiknya pendapatan mereka berarti aspek keterjangkauan dalam ketahanan pangan nasional akan meningkat pula. Era kemerdekaan ini, peran petani dalam mewujudkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat dan mandiri pangan tak terelakan lagi. Momentum ini haruslah jadi cerminan refleksi bagi seluruh rakyat Indonesia, utamanya adalah kaum elite pemangku kebijakan.
Mari buka lembaran sejarah yang telah usang dan terkunci rapat di laci. Kita bersihkan kembali, dan kita kibarkan dengan semangat kemerdekaan dengan menjadikan pertanian Indonesia sebagai negara agraris yang adidaya. No farmer, no future.
MUHAMMAD AZIZ MUSLIM
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman
(bhr)