Mozaik Sejarah Kota Depok

Minggu, 16 Agustus 2015 - 09:12 WIB
Mozaik Sejarah Kota Depok
Mozaik Sejarah Kota Depok
A A A
Nama Cornelis Chastelein tak bisa dilepaskan dari sejarah panjang Kota Depok. Tanah Depok berasal dari kepemilikan Chastelein yang di kemudian hari dihibahkan kepada budak kristiani miliknya.

Di kemudian hari budak kristiani Chastelein yang telah diberi kemerdekaan dan warisan membentuk komunitas baru yang kini disebut sebagai Komunitas Kristiani Depok.

Komunitas tersebut terdiri atas 12 marga yang masing-masing marganya diambil dari nama daerah asal budak-budak yang didatangkan. Tak hanya itu, Chastelein juga berjasa dalam memberdayakan pertanian dan perkebunan di tanah Depok. Chastelein yang merupakan yatim-piatu sejak usia tujuh tahun merupakan keturunan bangsawan yang terkenal di Belanda. Ayahnya seorang Huguenot (Protestan) bernama Anthony Chastelein merupakan anggota De Heeren Zeventien (Dewan Tujuh Belas) dari VOC. Sedangkan ibunya yang bernama Maria Cruydenier merupakan putri dari wali kota Dordrecht, Belanda.

Maka, meskipun yatimpiatu, sejak usia dini Chastelein tidak keku-rangan materi untuk menempa pendidikan karena dibantu oleh kolega-kolega dari ayah dan ibunya. Bekal kekayaan inilah yang kemudian membawa Chastelein merantau ke negeri Hindia- Belanda. Dengan minat yang luar biasa terhadap pertanian dan perkebunan, Chastelein yang mengawali kariernya di Hindia-Belanda sebagai pegawai VOC.

Berkat keuletan dan relasinya yang luas, karier Chastelein meroket dan menjadikannya kaya raya. Ia kemudian membeli sebidang tanah di kawasan Weltevreden (sekarang adalah Gambir dan Senen), Srengseng, dan kemudian membeli tanah Depok. Di kawasan Depok inilah, Chastelein membudidayakan pertanian dan perkebunan. Menurut sejarawan Achmad Sunjayadi, latar belakang keluarga Chastelein yang merupakan bangsawan adalah modal budaya yang sangat kuat dalam mendukung kariernya.

Pasalnya, tak semua pejabat di kalangan VOC memiliki modal budaya yang sangat kaya ataupun keturunan bangsawan di Belanda. Dengan modal itu, Chastelein dapat meniti karier dengan baik di VOC dan kemudian membeli tanah Depok. Status tanah Depok yang dimilikinya merupakan partikelir (otonom) dan kekuasaannya dipegang penuh oleh Chastelein.

”Chastelein memiliki modal budaya yang kaya. Ia datang ke Hindia-Belanda tidak dengan tangan kosong. Hal itulah sedikit- banyak yang membuat kariernya terus menanjak,” ujar Sunjayadi dalam diskusi buku Jejak-Jejak Masa Lalu Kota Depokkarya Jan Karel Kwitsthout, Senin (Rabu 12/8), di Universitas Indonesia, Depok. Bukan hanya membeli sejumlah tanah, Chastelein juga mendatangkan budak-budak untuk mengurus tanah Depok dalam bidang pertanian dan perkebunan.

Pada masa itu status sosial seseorang akan dilihat dari jumlah budak yang dimilikinya. Terhitung ada 150 budak belia yang didatangkan Chastelein ke Depok dari berbagai daerah di Hindia-Belanda dan sekitarnya. Daerah-daerah itu adalah Makassar, Bali, Benggala, Koromandel, dan Surabaya. Pembudidayaan buah seperti kopi, nangka, sirsak, tebu, dan juga belimbing terjadi sangat masif di Depok kala itu.

Hingga kini Depok bahkan terkenal sebagai penghasil buah belimbing terbaik. Buah belimbing sendiri dijadikan maskot Kota Depok oleh pemerintah administrasi Kota Depok. ”Pembudidayaan buahbuahan sangat masif di Depok kala itu, bahkan hingga kini, buah belimbing menjadi maskot Kota Depok,” ujarnya.

Sementara itu, sejarawan sekaligus dosen sejarah di Universitas Indonesia, Tri Wahyuning, menyoroti geliat Depok dan masyarakatnya hingga akhir abad ke-19. Dalam paparannya, tanah Depok yang dibeli Chastelein dari Residen Cirebon Lucas van der Meur, Chastelein membentuk masyarakat pertanian yang dibeli dari Bali antara 1693 dan 1697.

Komunitas ini dinamakan Koloni Pertanian Jawa. Chastelein kemudian membangun negeri Depok untuk permukiman para budaknya, yang pembangunannya dipimpin oleh Jarong van Bali. Ketika Chastelein wafat pada 28 Juni 1714, para budak Chastelein mendapat status merdeka dan menjadi pemilik sah dari tanah Depok.

Pembebasan para budak merupakan perwujudan cita-cita Chastelein untuk mengembangkan kelompok penduduk asli yang beragama Nasrani dalam suatu perhimpunan Kristen dan hidup di tanah miliknya. Lahan tersebut sekaligus dicitrakan sebagai pusat penyebaran agama Kristen untuk daerah sekitarnya.

Imas damayanti
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8336 seconds (0.1#10.140)