Mencegah Kemiskinan Kota

Selasa, 11 Agustus 2015 - 09:22 WIB
Mencegah Kemiskinan Kota
Mencegah Kemiskinan Kota
A A A
Kumarudin
Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Fakultas Dakwah dan Komunikasi,
Aktivis HMI

Fenomena perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) masih menjadi problema tersendiri di negara kita. Sebut saja kota besar seperti Jakarta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kepadatan penduduk di Ibu Kota itu disebabkan arus urbanisasi yang tanpa kendali. Karena itu, Jakarta kini semakin ramai dan ”banjir manusia”.

Ironisnya, urbanisasi itu tidak jarang melahirkan permasalahan baru yang bisa menjadi ”beban dan kemiskinan kota”, sebab yang datang ke sana memiliki latar belakang mereka. Terlepas dari mereka yang sedang bersekolah, liburan, dan sejenisnya, kebanyakan dari mereka adalah masyarakat yang ”kurang berkompeten”, untuk dapat bertarung mengadu nasib.

Keadaan tersebut menempatkan diri mereka sendiri pada strata masyarakat bawah. Mereka harus terpinggirkan dengan terpaksa, mendirikan tenda-tenda kecil di lahan-lahan kosong, bawah, dan pinggiran kolong jembatan. Akibatnya, keindahan lingkungan menjadi rusak, dan kurang enak dipandang mata.

Dan hal ini bisa menjadikan struktur kota menjadi berantakan, kumuh, dan miskin. Dewasa ini Jakarta sudah menjadi wilayah terpadat di wilayah Negara Indonesia. Bahkan, ada sebagian pihak yang menganggap bahwa penduduk yang tinggal di Jakarta sudah melampaui batas kapasitas (overload ).

Wacana bahwa pada tahun 2080 Jakarta akan tenggelam pun turut mengemuka, sebagai hipotesis terhadap adanya kekhawatiran terhadap realita hiruk-pikuk dan haru biru kehidupan di ibukota negara kita itu. Untuk mengantisipasinya, wajar jika beberapa waktu yang lalu, Ahok, gubernur DKI Jakarta, kemudian membuat pernyataan bahwa warga dari luar Jakarta yang boleh mengadu nasib di Jakarta adalah mereka yang punya keterampilan maupun tujuan pasti.

Tanpa itu, mereka dilarang merantau dan berkompetisi di Ibu Kota. Dan dalam kerangka itu, Pemprov DKI akan memberlakukan syarat superketat bagi para pendatang, di antaranya adalah harus memiliki tempat tinggal atau menempati tempat saudaranya. Dan sebagian dari mereka yang sengaja hijrah ke Ibu Kota adalah masyarakat desa.

Hal ini sangat wajar karena kesenjangan antara desa dan kota sangat jauh sekali. Akses mendapatkan pekerjaan misalnya, meskipun sulit dan bekerja apa adanya, di kota akan lebih gampang dibandingkan di desa sangat terbatas. Sudah menjadi rahasia umum, menguatnya arus urbanisasi terjadi lantaran desa belum mampu memberikan kesejahteraan yang cukup optimal bagi masyarakat.

Karena itu, dengan berhijrah ke kota, dan dengan harapan mereka adalah dapat memperbaiki taraf hidup yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Perlu diketahui, 42% total lapangan pekerjaan nasional berada di sektor pertanian. Maka, membangun Indonesia seharusnya salah satu fokus utamanya adalah membangun desa, pertanian.

Jika itu dilakukan, kesenjangan kota-desa akan menipis, kemajuan antarwilayah merata, dan pemerataan kesejahteraan. Dan dalam kerangka mewujudkan hal ini maka perlu mengelola dana desa yang telah digelontorkan pemerintah secara tepat dan daya guna. Wallahualam.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4425 seconds (0.1#10.140)