Menkumham: Memfitnah Akan Dikejar Sampai Liang Lahat
A
A
A
JAKARTA - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menegaskan pasal penghinaan terhadap presiden justru bertujuan untuk melindungi presiden sebagai kepala negara.
Yasonna pun menjelaskan, antara mengkritik dan menghina merupakan dua hal berbeda. Dia mengaku akan menerima apabila ada yang mengkritik diritinya tidak becus dalam bekerja.
Namun, sebaliknya Yasonna tidak akan menerima jika dirinya dihina. "Kalau anda mengatakan Laoly penipu, tukang kawin, punya anak tak sah. Hati-hati sama saya, saya kejar sampai ke liang lahat. Ini fitnah yang tidak beralasan," tuturnya.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, Presiden merupakan simbol negara yang harus dihormati oleh seluruh pihak.
"Presiden dikritik jabatannya tidak apa, tapi kalau sudah ke pribadi, tidak bisa. Nanti bisa kita seenak perut melakukannya dengan tidak beradab. Level keberadaban menggunakan kata-kata harus kita jaga," katanya.
Sementara itu, anggota Tim Perancang RUU KUHP Kemenkumham, Herkristuti mengatakan upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dinilai sudah melalui diskusi panjang berdasarkan pendalaman putusan MK.
"Walaupun Pasal 134 dan kawan-kawan dihapus, tetapi dipertahankan Pasal 207, termasuk penghinaan kepada penguasa," ujarnya.
Menurutnya dalam usulan tersebut pasal yang akan diterapkan merupakan delik biasa. Dia menjelaskan apabila tidak ada korban yang melaporkan maka pelaku tidak bisa dipidanakan.
Menurut dia, jika dalam Pasal 142,143,144 KUHP penghinaan terhadap kepala negara sahabat bisa dilaporkan dan dipidanakan, maka hal tersebut juga berlaku untuk kepala negara sendiri.
"Pertimbangannya kenapa kepala negara asing dilindungi tapi kepala negara kita tidak," katanya.
PILIHAN:
PDIP Yakin Pasal Penghinaan Presiden Bisa Masuk KUHP
Yasonna pun menjelaskan, antara mengkritik dan menghina merupakan dua hal berbeda. Dia mengaku akan menerima apabila ada yang mengkritik diritinya tidak becus dalam bekerja.
Namun, sebaliknya Yasonna tidak akan menerima jika dirinya dihina. "Kalau anda mengatakan Laoly penipu, tukang kawin, punya anak tak sah. Hati-hati sama saya, saya kejar sampai ke liang lahat. Ini fitnah yang tidak beralasan," tuturnya.
Menurut politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini, Presiden merupakan simbol negara yang harus dihormati oleh seluruh pihak.
"Presiden dikritik jabatannya tidak apa, tapi kalau sudah ke pribadi, tidak bisa. Nanti bisa kita seenak perut melakukannya dengan tidak beradab. Level keberadaban menggunakan kata-kata harus kita jaga," katanya.
Sementara itu, anggota Tim Perancang RUU KUHP Kemenkumham, Herkristuti mengatakan upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan terhadap presiden dinilai sudah melalui diskusi panjang berdasarkan pendalaman putusan MK.
"Walaupun Pasal 134 dan kawan-kawan dihapus, tetapi dipertahankan Pasal 207, termasuk penghinaan kepada penguasa," ujarnya.
Menurutnya dalam usulan tersebut pasal yang akan diterapkan merupakan delik biasa. Dia menjelaskan apabila tidak ada korban yang melaporkan maka pelaku tidak bisa dipidanakan.
Menurut dia, jika dalam Pasal 142,143,144 KUHP penghinaan terhadap kepala negara sahabat bisa dilaporkan dan dipidanakan, maka hal tersebut juga berlaku untuk kepala negara sendiri.
"Pertimbangannya kenapa kepala negara asing dilindungi tapi kepala negara kita tidak," katanya.
PILIHAN:
PDIP Yakin Pasal Penghinaan Presiden Bisa Masuk KUHP
(dam)