Adhie: Jika Jokowi Berprestasi Kenapa Harus Takut Dihina?
A
A
A
JAKARTA - Mantan Juru Bicara (Jubir) Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M Massardi menilai pasal penghinaan presiden tidak diperlukan. Alasannya, pasal tersebut warizan zaman kolonial.
"Pasal penghinaan presiden itu benar-benar tidak diperlukan oleh bangsa ini, itu sebabnya Mahkamah Konstitusi (MK) melikuidasi pasal karet warisan zaman kolonial itu," kata Adhie kepada Sindonews, Kamis (6/8/2015).
Akan tetapi, menurut dia, ada dua hal mengenai upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden tersebut. Pertama, kata dia, orang-orang di sekitar Istana Kepresidenan tidak ada yang paham hukum dan ketatanegaraan.
Sebab, lanjutnya, jika ada orang-orang di lingkaran Istana yang mengerti hukum, tidak mungkin berani mengusulkan pasal yang sudah dilikuidasi MK tahun 2006 itu.
"Karena kalau itu muncul, keputusan MK sudah langsung bisa jadi yurisprudensi untuk membatalkannya. Bahkan gagasan ini bisa ditafsirkan Istana sedang melakukan perlawanan terhadap keputusan MK," tutur Koordinator Gerakan Indonesia Bersih ini.
Kemudian yang kedua, kata Adhie, presiden dan para pendukungnya merupakan orang-orang baru di pentas kekuasaan republik. "Mereka umumnya membayangkan kekuasaan itu seperti zaman Soeharto, ditakuti, disegani, dan dihormati. Mereka membayangkan akan memperoleh penghormatan semacam itu," ucapnya.
Dia berpendapat, Jokowi beserta para pendukungnya lupa bahwa zaman sudah berubah total. Dia berpandangan, hampir semua posisi jabatan publik saat ini menjadi target bulan-bulanan opini masyarakat.
"Apalagi yang ternyata tidak bisa menunaikan janji politiknya. Jadi mereka mengalami semacam geger budaya atau culture shock," kata dia.
Adhie menambahkan, Kabinet Kerja harus meningkatkan kinerja dan kualitasnya jika ingin meminimalisir penghinaan kepada presiden. Jika pemerintahan saat ini benar-benar ada manfaatnya buat rakyat, Adhi menjamin tidak akan ada yang menghina presiden.
"Jika pemerintahan Jokowi berprestasi kenapa harus takut dihina? Tapi bukankah para pendukung Jokowi saat pilpres juga terlibat perang penghinaan dengan lawan-lawannya, terutama di medsos? Jadi kalau ini keterusan, ya masuk akal," pungkasnya.
PILIHAN:
Margarito: Penyimpangan Pemerintah Bisa Semakin Gila
Tolak Perppu Calon Tunggal, Jokowi Mulai Paham Aturan
"Pasal penghinaan presiden itu benar-benar tidak diperlukan oleh bangsa ini, itu sebabnya Mahkamah Konstitusi (MK) melikuidasi pasal karet warisan zaman kolonial itu," kata Adhie kepada Sindonews, Kamis (6/8/2015).
Akan tetapi, menurut dia, ada dua hal mengenai upaya menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden tersebut. Pertama, kata dia, orang-orang di sekitar Istana Kepresidenan tidak ada yang paham hukum dan ketatanegaraan.
Sebab, lanjutnya, jika ada orang-orang di lingkaran Istana yang mengerti hukum, tidak mungkin berani mengusulkan pasal yang sudah dilikuidasi MK tahun 2006 itu.
"Karena kalau itu muncul, keputusan MK sudah langsung bisa jadi yurisprudensi untuk membatalkannya. Bahkan gagasan ini bisa ditafsirkan Istana sedang melakukan perlawanan terhadap keputusan MK," tutur Koordinator Gerakan Indonesia Bersih ini.
Kemudian yang kedua, kata Adhie, presiden dan para pendukungnya merupakan orang-orang baru di pentas kekuasaan republik. "Mereka umumnya membayangkan kekuasaan itu seperti zaman Soeharto, ditakuti, disegani, dan dihormati. Mereka membayangkan akan memperoleh penghormatan semacam itu," ucapnya.
Dia berpendapat, Jokowi beserta para pendukungnya lupa bahwa zaman sudah berubah total. Dia berpandangan, hampir semua posisi jabatan publik saat ini menjadi target bulan-bulanan opini masyarakat.
"Apalagi yang ternyata tidak bisa menunaikan janji politiknya. Jadi mereka mengalami semacam geger budaya atau culture shock," kata dia.
Adhie menambahkan, Kabinet Kerja harus meningkatkan kinerja dan kualitasnya jika ingin meminimalisir penghinaan kepada presiden. Jika pemerintahan saat ini benar-benar ada manfaatnya buat rakyat, Adhi menjamin tidak akan ada yang menghina presiden.
"Jika pemerintahan Jokowi berprestasi kenapa harus takut dihina? Tapi bukankah para pendukung Jokowi saat pilpres juga terlibat perang penghinaan dengan lawan-lawannya, terutama di medsos? Jadi kalau ini keterusan, ya masuk akal," pungkasnya.
PILIHAN:
Margarito: Penyimpangan Pemerintah Bisa Semakin Gila
Tolak Perppu Calon Tunggal, Jokowi Mulai Paham Aturan
(kri)