Penyaluran Dana Bansos Terus Dibenahi
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah komitmen untuk mengefektifkan penyaluran dana bantuan sosial.
Pasalnya, selama ini dana bansos sering disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, khususnya kepentingan politik kepala daerah untuk melanggengkan kekuasaannya. “Sejak awal saya sudah memberikan perhatian kepada kepala daerah, sejak proses penyusunan dan evaluasi APBD bahwa yang rawan korupsi salah satunya perencanaan anggaran dan dana bansos dan hibah. Ini akan terus kita benahi dan selalu kita ingatkan,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo kepada KORAN SINDO kemarin.
Sebagai langkah konkret atas upayanya membenahi dan mengefektifkan dana bansos ini, kata Tjahjo, pemerintah pusat mulai mengurangi dana bansos dan dialihkan ke bantuan- bantuan sosial yang langsung kepada masyarakat. “Tidak melalui proposal seperti selama ini yang ujungnya banyak proposal fiktif,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Tjahjo, sebenarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah memberikan peringatan kepada pemerintah untuk cermat terkait bantuan-bantuan sosial ke daerah agar tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, kasus teranyar terkait bansos yang menjerat gubernur Sumut adalah gambaran dari praktik penggunaan anggaran bansos berdasarkan kepentingan politiknya.
Demi mengamankan posisi politiknya, kata dia, dana bansos tersebut bisa dipakai untuk membungkam organisasi sosial kemasyarakatan bahkan organisasi agama. “Hal seperti ini terjadi di berbagai daerah, apalagi menjelang pilkada seperti sekarang ini. Anggaran daerah jadi bancakan incumbent untuk membiayai kampanye terselubung mereka,” katanya.
Menurut dia, sudah lama terjadi praktik tersebut mulai pusat sampai daerah. Menurut dia, DPR dan DPRD serta partai politik juga sebenarnya mengetahui praktik tersebut.
Rahmat sahid
Pasalnya, selama ini dana bansos sering disalahgunakan untuk kepentingan tertentu, khususnya kepentingan politik kepala daerah untuk melanggengkan kekuasaannya. “Sejak awal saya sudah memberikan perhatian kepada kepala daerah, sejak proses penyusunan dan evaluasi APBD bahwa yang rawan korupsi salah satunya perencanaan anggaran dan dana bansos dan hibah. Ini akan terus kita benahi dan selalu kita ingatkan,” kata Mendagri Tjahjo Kumolo kepada KORAN SINDO kemarin.
Sebagai langkah konkret atas upayanya membenahi dan mengefektifkan dana bansos ini, kata Tjahjo, pemerintah pusat mulai mengurangi dana bansos dan dialihkan ke bantuan- bantuan sosial yang langsung kepada masyarakat. “Tidak melalui proposal seperti selama ini yang ujungnya banyak proposal fiktif,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Tjahjo, sebenarnya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga sudah memberikan peringatan kepada pemerintah untuk cermat terkait bantuan-bantuan sosial ke daerah agar tepat sasaran dan dapat dipertanggungjawabkan dengan baik.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan, kasus teranyar terkait bansos yang menjerat gubernur Sumut adalah gambaran dari praktik penggunaan anggaran bansos berdasarkan kepentingan politiknya.
Demi mengamankan posisi politiknya, kata dia, dana bansos tersebut bisa dipakai untuk membungkam organisasi sosial kemasyarakatan bahkan organisasi agama. “Hal seperti ini terjadi di berbagai daerah, apalagi menjelang pilkada seperti sekarang ini. Anggaran daerah jadi bancakan incumbent untuk membiayai kampanye terselubung mereka,” katanya.
Menurut dia, sudah lama terjadi praktik tersebut mulai pusat sampai daerah. Menurut dia, DPR dan DPRD serta partai politik juga sebenarnya mengetahui praktik tersebut.
Rahmat sahid
(ftr)