Urbanisasi Hak Setiap Orang
A
A
A
Fenomena urbanisasi umumnya dipandang sebagai fenomena yang negatif oleh kebanyakan orang. Pasalnya, urbanisasi dianggap suatu fenomena yang dapat meresahkan pemerintah dan penduduk kota.
Kaum urban sebutan untuk orang yang melakukan urbanisasi kerap dicap sebagai sekumpulan orang marginal yang akan membuat suasana kota tak nyaman lagi. Kaum urban dipandang sebagai beban baru bagi pemerintah sehingga pada umumnya kehadirannya ditolak oleh publik.
Pandangan seperti ini secara umum tidak salah, namun juga tidak benar. Tak semua kaum urban identik dengan kaum marginal. Banyak kaum urban yang sukses dengan membuka usaha dan lapangan kerja di kota.
Fenomena ini yang kerap luput dari pandangan publik yang terlalu menggeneralisasi bahwa urbanisasi merupakan masalah bagi perkotaan. Namun, tak adil rasanya jika hanya melihat kaum urban sebagai beban bagi kota, apalagi menjustifikasi kaum urban sebagai kambing hitam dari fenomena urbanisasi.
Urbanisasi sendiri muncul karena adanya ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Kota sering dijadikan objek pembangunan sementara desa diabaikan sehingga tidak salah jika kota menjadi tujuan kaum urban mengadu nasib.
Dalam hal ini, penulis tidak ingin menuntut pemerataan pembangunan antara desa dan kota, karena jika pembangunan desa dan kota disamaratakan, maka desa akan kehilangan ciri khasnya dan perbedaan antara kota dan desa tidak akan terlihat lagi.
Akan lebih bijak bagi pemerintah jika desa dijadikan subjek pembangunan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri. Sebagian besar motif kaum urban untuk berurbanisasi atau berpindah dari desa ke kota adalah untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Tentunya dengan motif yang mulia tersebut tak ada alasan untuk pemerintah maupun penduduk kota untuk menolak kehadiran kaum urban. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memfasilitasi niat kaum urban tersebut, dengan catatan selama kaum urban tersebut tidak melanggar hukum yang ada. Bukan malah menghalang-halangi kaum urban untuk berurbanisasi.
Badrul Arifin
Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol
Kaum urban sebutan untuk orang yang melakukan urbanisasi kerap dicap sebagai sekumpulan orang marginal yang akan membuat suasana kota tak nyaman lagi. Kaum urban dipandang sebagai beban baru bagi pemerintah sehingga pada umumnya kehadirannya ditolak oleh publik.
Pandangan seperti ini secara umum tidak salah, namun juga tidak benar. Tak semua kaum urban identik dengan kaum marginal. Banyak kaum urban yang sukses dengan membuka usaha dan lapangan kerja di kota.
Fenomena ini yang kerap luput dari pandangan publik yang terlalu menggeneralisasi bahwa urbanisasi merupakan masalah bagi perkotaan. Namun, tak adil rasanya jika hanya melihat kaum urban sebagai beban bagi kota, apalagi menjustifikasi kaum urban sebagai kambing hitam dari fenomena urbanisasi.
Urbanisasi sendiri muncul karena adanya ketimpangan pembangunan antara kota dan desa. Kota sering dijadikan objek pembangunan sementara desa diabaikan sehingga tidak salah jika kota menjadi tujuan kaum urban mengadu nasib.
Dalam hal ini, penulis tidak ingin menuntut pemerataan pembangunan antara desa dan kota, karena jika pembangunan desa dan kota disamaratakan, maka desa akan kehilangan ciri khasnya dan perbedaan antara kota dan desa tidak akan terlihat lagi.
Akan lebih bijak bagi pemerintah jika desa dijadikan subjek pembangunan dengan melakukan pemberdayaan masyarakat desa itu sendiri. Sebagian besar motif kaum urban untuk berurbanisasi atau berpindah dari desa ke kota adalah untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.
Tentunya dengan motif yang mulia tersebut tak ada alasan untuk pemerintah maupun penduduk kota untuk menolak kehadiran kaum urban. Oleh karena itu, sudah seharusnya pemerintah memfasilitasi niat kaum urban tersebut, dengan catatan selama kaum urban tersebut tidak melanggar hukum yang ada. Bukan malah menghalang-halangi kaum urban untuk berurbanisasi.
Badrul Arifin
Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol
(ftr)