El Nino vs Impor Beras
A
A
A
Dampak El Nino mulai melanda sejumlah wilayah di Indonesia. El Nino sebagaimana diprediksi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bakal berlangsung hingga akhir Oktober dengan kecenderungan menguat.
Sejumlah wilayah diperkirakan mengalami masa kering mulai Agustus hingga November, meliputi Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tenggara. Beberapa waduk sudah mengalami penurunan debit air yang selama ini menjadi andalan pengairan. Pemerintah menyatakan telah menyiapkan anggaran Rp880 miliar untuk menanggulangi kekeringan di sektor pertanian hingga akhir tahun ini.
Dalam dua bulan ini, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sejumlah infrastruktur sumber daya air, dalam hal ini waduk, tercatat lima waduk mengalami defisit pasokan air, yakni Keuliling di Aceh Besar, Batu Tegi di Lampung, Saguling di Jawa Barat, Gajah Mungkur Wonogiri di Jawa Tengah, dan Bening di Jawa Timur.
Sementara dua waduk dalam kondisi kering, yakni Sempor di Jawa Tengah dan Wadas Lintang Wonosobo di Jawa Tengah. Kondisi tersebut menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk melakukan antisipasi secara maksimal terhadap bidang pertanian. Lahan pertanian memang paling berisiko terdampak kekeringan akibat El Nino.
Fenomena El Nino yang pertama kali teridentifikasi oleh para ilmuwan pada 1951 melanda sejumlah negara, tidak terkecuali Indonesia. El Nino artinya “anak laki-laki” dari bahasa Spanyol. Sebutan El Nino kemudian populer untuk menggambarkan suhu permukaan laut yang abnormal di wilayah barat Ekuador dan Peru serta berembus ke arah barat Indonesia.
El Nino sekarang yang “menyapa” Indonesia berdasarkan analisis BMKG berada pada level menengah atau moderat. Meski demikian, pihak BMKG meminta semua pihak untuk mewaspadai fenomena El Nino itu. Pasalnya, walaupun saat ini masih dalam level moderat namun terdapat kecenderungan ke level kuat.
Diprediksi kondisi El Nino tahun ini bakal mendekati kondisi kemarau parah pada 1997 yang melanda negeri ini. Wilayah yang paling merasakan dampak El Nino terutama yang berada di sebelah selatan khatulistiwa, di antaranya Lampung bagian timur, Pulau Jawa, dan Bali hingga bagian timur Indonesia.
Bagi Indonesia, fenomena El Nino bukan lagi hal baru karena sudah sering terjadi dan terburuk pada 1997 dan 1982. Mengantisipasi dampak El Nino tahun ini, pemerintah memang tidak tinggal diam dan melipat tangan. Sejumlah kebijakan telah ditempuh Kementerian Pertanian (Kementan) mulai pembagian pompa air kepada petani hingga pengontrolan intensif sejumlah waduk yang mulai kekurangan debit air oleh KPUPR.
Bahkan, antisipasi lebih jauh ada kecenderungan pemerintah untuk membuka keran impor beras yang selama ini ditutup rapat-rapat. Seandainya El Nino berdampak serius terhadap sektor pertanian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan pemerintah bisa saja menyalakan lampu hijau untuk impor beras.
Namun, itu kemungkinan terburuk sebab berdasarkan data, stok beras masih aman hingga November. Selain itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan optimistis produksi beras bisa surplus di atas lima juta ton yang melebihi ramalan Badan Pusat Statistik hingga akhir tahun ini.
Apalagi dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengingatkan kepada para pembantunya agar fokus menyelamatkan petani dan nelayan akan dampak El Nino. Karena itu, pemerintah sebaiknya konsentrasi penuh saja menanggulangi dampak El Nino.
Sebab bila pemerintah memunculkan wacana impor beras, entah dengan alasan jaga-jaga agar beras gudang Bulog tetap aman, sudah pasti akan mengundang kekisruhan lagi. Hal itu sejalan dengan permintaan wakil rakyat yang bermarkas di Senayan yang meminta pemerintah tidak mewacanakan impor beras atas nama mengatasi dampak El Nino.
“Isu El Nino jangan sampai dipakai kelompok tertentu untuk halalkan impor beras,” tegas Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo seusai menghadiri rapat koordinasi soal kekeringan di kantor Kementan kemarin. Pemerintah cukup fokus atasi dampak kekeringan dengan dana tersedia yang cukup besar.
Sejumlah wilayah diperkirakan mengalami masa kering mulai Agustus hingga November, meliputi Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Tenggara. Beberapa waduk sudah mengalami penurunan debit air yang selama ini menjadi andalan pengairan. Pemerintah menyatakan telah menyiapkan anggaran Rp880 miliar untuk menanggulangi kekeringan di sektor pertanian hingga akhir tahun ini.
Dalam dua bulan ini, berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, sejumlah infrastruktur sumber daya air, dalam hal ini waduk, tercatat lima waduk mengalami defisit pasokan air, yakni Keuliling di Aceh Besar, Batu Tegi di Lampung, Saguling di Jawa Barat, Gajah Mungkur Wonogiri di Jawa Tengah, dan Bening di Jawa Timur.
Sementara dua waduk dalam kondisi kering, yakni Sempor di Jawa Tengah dan Wadas Lintang Wonosobo di Jawa Tengah. Kondisi tersebut menjadi peringatan serius bagi pemerintah untuk melakukan antisipasi secara maksimal terhadap bidang pertanian. Lahan pertanian memang paling berisiko terdampak kekeringan akibat El Nino.
Fenomena El Nino yang pertama kali teridentifikasi oleh para ilmuwan pada 1951 melanda sejumlah negara, tidak terkecuali Indonesia. El Nino artinya “anak laki-laki” dari bahasa Spanyol. Sebutan El Nino kemudian populer untuk menggambarkan suhu permukaan laut yang abnormal di wilayah barat Ekuador dan Peru serta berembus ke arah barat Indonesia.
El Nino sekarang yang “menyapa” Indonesia berdasarkan analisis BMKG berada pada level menengah atau moderat. Meski demikian, pihak BMKG meminta semua pihak untuk mewaspadai fenomena El Nino itu. Pasalnya, walaupun saat ini masih dalam level moderat namun terdapat kecenderungan ke level kuat.
Diprediksi kondisi El Nino tahun ini bakal mendekati kondisi kemarau parah pada 1997 yang melanda negeri ini. Wilayah yang paling merasakan dampak El Nino terutama yang berada di sebelah selatan khatulistiwa, di antaranya Lampung bagian timur, Pulau Jawa, dan Bali hingga bagian timur Indonesia.
Bagi Indonesia, fenomena El Nino bukan lagi hal baru karena sudah sering terjadi dan terburuk pada 1997 dan 1982. Mengantisipasi dampak El Nino tahun ini, pemerintah memang tidak tinggal diam dan melipat tangan. Sejumlah kebijakan telah ditempuh Kementerian Pertanian (Kementan) mulai pembagian pompa air kepada petani hingga pengontrolan intensif sejumlah waduk yang mulai kekurangan debit air oleh KPUPR.
Bahkan, antisipasi lebih jauh ada kecenderungan pemerintah untuk membuka keran impor beras yang selama ini ditutup rapat-rapat. Seandainya El Nino berdampak serius terhadap sektor pertanian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil menyatakan pemerintah bisa saja menyalakan lampu hijau untuk impor beras.
Namun, itu kemungkinan terburuk sebab berdasarkan data, stok beras masih aman hingga November. Selain itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyatakan optimistis produksi beras bisa surplus di atas lima juta ton yang melebihi ramalan Badan Pusat Statistik hingga akhir tahun ini.
Apalagi dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengingatkan kepada para pembantunya agar fokus menyelamatkan petani dan nelayan akan dampak El Nino. Karena itu, pemerintah sebaiknya konsentrasi penuh saja menanggulangi dampak El Nino.
Sebab bila pemerintah memunculkan wacana impor beras, entah dengan alasan jaga-jaga agar beras gudang Bulog tetap aman, sudah pasti akan mengundang kekisruhan lagi. Hal itu sejalan dengan permintaan wakil rakyat yang bermarkas di Senayan yang meminta pemerintah tidak mewacanakan impor beras atas nama mengatasi dampak El Nino.
“Isu El Nino jangan sampai dipakai kelompok tertentu untuk halalkan impor beras,” tegas Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo seusai menghadiri rapat koordinasi soal kekeringan di kantor Kementan kemarin. Pemerintah cukup fokus atasi dampak kekeringan dengan dana tersedia yang cukup besar.
(ftr)