Saat Keselamatan Pemudik Jadi Prioritas Utama

Senin, 20 Juli 2015 - 09:34 WIB
Saat Keselamatan Pemudik...
Saat Keselamatan Pemudik Jadi Prioritas Utama
A A A
Dalam menghadapi Idul Fitri kali ini Komisi V DPR RI telah menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama Kementerian Perhubungan, Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat, dan Korlantas Polri, yang menyepakati bahwa aspek keselamatan lalu lintas arus mudik-balik sebagai prioritas utama (SINDO, 24/6/2015 ).

Pilihan prioritas yang disepakati ini tentunya merupakan keputusan yang tepat dan patut diapresiasi, serta sangat penting untuk kita dicermati bersama, mengapa? Pertama, keselamatan pemudik memang seharusnya jadi prioritas utama karena besaran angka kecelakaan transportasi pada momentum mudik Lebaran masih menunjukkan angka fantastis.

Berdasarkan data Mabes Polri 2014, selama 13 hari Operasi Ketupat tercatat terjadi kecelakaan 2.471 kasus, pada 2013 terjadi kecelakaan sebanyak 3.061 kasus. Pada tahun 2014 ada 538 korban meninggal dunia, 845 luka berat, dan 3.247 luka ringan, sedangkan tahun 2013 masing-masing 686 meninggal dunia, 1.120 luka berat, dan 4.034 luka ringan (SINDO, 5/8/2014).

Meski mengalami penurunn dibanding tahun-tahun sebelumnya, angka kecelakaan dengan 538 orang meninggal dunia hanya dalam 13 hari mudik Lebaran tentunya tetap tergolong angka yang fantastis. Kedua, keselamatan pemudik disepakati jadi prioritas utama dalam RDP di Senayan patut diapresiasi, karena hal ini mencerminkan bahwa tingkat kesadaran pemerintah dan wakil rakyat akan keselamatan transportasi semakin tinggi.

Ketiga, keselamatan pemudik jadi prioritas utama itu memang penting, tetapi sejatinya yang terpenting adalah bagaimana agar impian mudik tanpa maut bisa terwujud, atau setidaknya angka kecelakaan mudik bisa menurun drastis. Karena itu, pencanangan keselamatan pemudik sebagai prioritas utama sangat penting untuk kita cermati bersama, akankah angka kecelakaan lalu lintas mudik Lebaran 2015 ini benarbenar bisa menurun drastis.

Target penurunan drastis angka kecelakaan mudik tentu sangat tergantung pendekatan dalam penanganannya. Bila pendekatan yang dilakukan tidak jauh berbeda dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, impian mudik tanpa maut hampir pasti tak akan terwujud. Albert Einstein pernah berkata, ”Insanity is doing the same thing, over and over again, but expecting different results.”

Artinya: ”Tidak waras ialah melakukan hal yang sama terus-menerus tapi mengharapkan hasil yang berbeda.” Jadi, jikalau tak ada perbedaan signifikan dalam penanganan mudik tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, maka jangan berharap terjadi penurunan angka kecelakaan secara drastis, apalagi berharap mudik tanpa maut.

Terobosan Kebijakan

Lantas, apakah angka kecelakaan tersebut memang tidak bisa ditekan? Mestinya bisa ditekan karena mudik Lebaran ini merupakan fenomena rutinitas tahunan. Karakteristik pemudik dan penyebab kecelakaan lalu lintas seharusnya sudah bisa dipelajari dan dicarikan solusi.

Menurut Ogden (1996) dan Machsus (2014) penyebab kecelakaan lalu lintas dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor utama: faktor manusia, faktor kendaraan, serta faktor jalan dan lingkungan. Dari kombinasi ketiga faktor tersebut, satu hal yang relatif tidak berubah dari tahun ke tahun adalah bahwa sekitar 70% kejadian kecelakaan saat mudik melibatkan jenis kendaraan sepeda motor.

Artinya, penggunaan sepeda motor saat mudik Lebaran memberikan kontribusi sekitar 70% terhadap terjadinya kecelakaan. Logikanya, jika penggunaan sepeda motor saat mudik Lebaran dilarang, maka angka kecelakaan mudik Lebaran tentu bisa menurun drastis. Karena itu, diperlukan terobosan kebijakan, yakni berupa pembatasan penggunaan sepeda motor pada saat mudik Lebaran.

Sesungguhnya kebijakan pembatasan pergerakan sepeda motor sudah ada sejak kelahiran Undang-Undang (UU) Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Undang-Undang tersebut menegaskan bahwa pembatasan sepeda motor merupakan bagian dari manajemen dan rekayasa lalu lintas.

Dalam Pasal 133 ayat 2c pada Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa pembatasan lalu lintas sepeda motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu. Artinya, kebijakan pelarangan penggunaan sepeda motor saat mudik Lebaran sudah memiliki payung hukum yang kuat, yakni UU Nomor 22/2009.

Bahkan dalam Pasal 70 Peraturan Pemerintah Nomor 32/ 2011 telah ditegaskan bahwa pembatasan lalu lintas sepeda motor dapat dilakukan apabila pada jalan, kawasan, atau koridor memenuhi kriteria paling sedikit memenuhi dua persyaratan. Pertama , memiliki perbandingan volume lalu lintas kendaraan bermotor dengan kapasitas jalan (V/C ratio) pada salah satu jalur jalan sama dengan atau lebih besar dari 0,5.

Kedua , telah tersedia jaringan dan pelayanan angkutan umum dalam trayek yang memenuhi standar pelayanan minimal pada jalan, kawasan, atau koridor yang bersangkutan. Penegasan pembatasan lalu lintas sepeda motor pada koridor atau kawasan tertentu pada waktu dan jalan tertentu dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut dapat dijadikan pijakan bagi pemerintah untuk membuat terobosan kebijakan yang lebih operasional.

Misalnya, pelarangan pergerakan sepeda motor pada ruas jalan arteri primer selama masa mudik-balik Lebaran. Jika kebijakan ini diterapkan konsekuensinya tidak ada lagi pergerakan sepeda motor pada jalur utama mudik Lebaran.

Di sisi lain, persoalan mudik juga terkait dengan masalahmasalah ekonomi, sehingga bagi masyarakat golongan ekonomi menegah-bawah, mudik dengan sepeda motor amat sulit dihindari. Apalagi fasilitas angkutan umum yang tersedia tidak memadai, bahkan tidak terjangkau oleh mereka.

Karena itu, sebelum membatasi atau melarang sepeda motor sebagai angkutan mudik, pemerintah harus memfasilitasi arus mudik dengan melakukan reformasi pelayanan angkutan umum massal, seperti yang telah dilakukan pada pelayanan angkutan kereta api. Hanya, daya angkut kereta api belum mampu melayani permintaan pemudik yang sangat besar.

Kebijakan pelarangan pergerakan sepeda motor pada ruas jalan arteri primer selama masa mudik Lebaran dapat saja diterapkan, meski reformasi pelayanan angkutan umum belum tuntas. Solusinya dengan cara mengoptimalkan program mudik gratis bagi pemudik yang sepeda motornya juga ikut diangkut dengan armada lain, seperti armada truk, kereta api, atau kapal laut.

Apalagi program ini sudah beberapa tahun terakhir ini diselenggarakan oleh Dinas Perhubungan Jawa Timur. Terlebih lagi, kini Kementerian Perhubungan dan beberapa instansi lain juga menyelenggarakan mudik gratis serupa. Dengan begitu, pemudik masih dapat menggunakan sepeda motor di sekitar kampung halamannya, tanpa harus mengendarainya dengan jarak tempuh yang sangat jauh melalui jalan arteri primer, dengan risiko kecelakaan sangat tinggi.

Menurut hemat penulis, ke depan sudah saatnya pemerintah melakukan persiapan penerapan kebijakan pelarangan pergerakan sepeda motor pada ruas jalan arteri primer selama masa mudik Lebaran.

DR MACHSUS, ST, MT
Dosen Keselamatan Transportasi pada Program Studi Diploma IV Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6098 seconds (0.1#10.140)