Zakat Asah Empati Umat

Sabtu, 11 Juli 2015 - 09:25 WIB
Zakat Asah Empati Umat
Zakat Asah Empati Umat
A A A
JAKARTA - Zakat bagi kaum muslim adalah kewajiban yang diperintahkan Allah SWT. Dengan berzakat umat Islam menyucikan diri dan hartanya. Nilai lain dari berzakat adalah mengasah kepedulian dan empati umat terhadap sesamanya.

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Maruf Amin mengatakan, di dalam rezeki yang dimiliki terdapat hak orang lain yang membutuhkan. Dengan kesadaran menyerahkan sebagian harta yang menjadi hak orang lain tersebut seseorang telah melakukan penyucian, baik diri maupun hartanya.

“Menurut ajaran agama ada hak orang lain di dalam harta kita. Atas hak orang itulah kemudian kita punya kewajiban untuk mengeluarkan zakatnya,” ujar Maruf kepada KORAN SINDO kemarin. Adapun nilai luhur lain dari berzakat adalah menumbuhkan sikap rendah hati dan peduli terhadap sesama.

Dengan berzakat pula umat Islam telah menunjukkan sikap patuhnya kepada perintah Allah SWT. “Orang yang membayar zakat itu sebetulnya tidak serakah terhadap hartanya. Dia menunjukkan nilai kepatuhan, solidaritas dan empati kepada sesama yang tidak mampu itu. Jadi itu pendidikan yang luar biasa,” lanjutnya.

Di tengah keprihatinan akan kondisi bangsa saat ini zakat menurut Maruf seharusnya juga dapat menjadi jalan keluar untuk mengentaskan kemiskinan umat. Sebab dengan dana zakat yang terkumpul itu bisa digunakan untuk berbagai kegiatan yang muaranya adalah meningkatkan perekonomian umat.

Meski begitu, Maruf melihat kecenderungan masyarakat untuk membayar zakat masih sangat kecil. Zakat belum menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan yang menuntun umat untuk segera melaksanakannya. Dilihat dari jumlah zakat yang dikumpulkan dan dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), amil zakat daerah atau lembaga-lembaga zakat lain, itu masih jauh dari potensi yang ada. “Persentasenya masih kecil sekali,” kata Maruf.

Dia mengajak masyarakat untuk menyadari kewajiban untuk membayar zakat ini. Peran segenap pihak juga penting agar syariat agama ini bisa dibiasakan di tengah masyarakat. “Perlu ada gerakan-gerakan sosialisasi dan edukasi untuk mendorong orang untuk berzakat. Bahkan memaksa orang untuk berzakat,” tegasnya.

Diketahui zakat terbagi menjadi dua, yakni zakat mal (harta) dan zakat fitrah. Zakat mal yang biasa disebut juga dengan zakat hasil perniagaan bisa dilaksanakan sepanjang waktu, sementara zakat fitrah hanya dilaksanakan khusus di bulan Ramadan.

Untuk zakat mal, syarat seseorang terkena kewajiban melaksanakannya adalah ketika hasil perniagaan atau usahanya telah masuk nisab. Nisab adalah keuntungan satu tahun sekali. “Kewajibannya itu kalau hartanya sudah memenuhi minimalnya satu nisab, misalnya 80 gram emas,” papar Maruf.

Sementara untuk zakat fitrah atau zakat jiwa diwajibkan kepada semua umat Islam untuk melaksanakannya. Adapun jumlahnya 3,5 liter beras yang dikonsumsi setiap hari. Ketua Umum Baznas Didin Hafidhuddin melihat potensi umat Islam Indonesia untuk menggerakkan perekonomian melalui zakat sangat besar.

“Yang potensial itu zakat mal (penghasilan) karena memang untuk pengentasan (masyarakat dari) kemiskinan. Bagaimana supaya mustahik yang miskin ini diberi dana zakat bisa mengembangkan usahanya sehingga ekonominya bisa meningkat,” ucap Didin.

Adapun zakat fitrah tujuannya hanya untuk jangka pendek. Zakat yang batasan menunaikannya itu hanya sampai dengan salat Idul Fitri lebih kepada bagaimana agar tidak ada orang kelaparan di Hari Raya. “Tujuannya memang untuk keperluan sesaat, lebih pada konsumtif,” jelas Didin.

Adapun zakat yang dikelola Baznas disalurkan untuk berbagai program kemasyarakatan seperti program kesehatan, ekonomi, pendidikan. Untuk tahun ini Baznas menargetkan mampu mengumpulkan dana zakat hingga Rp3,3 triliun. “Mudah-mudahan target itu bisa tercapai, walaupun sepertinya ada kenaikan-kenaikan di setiap daerah,” terangnya.

Mengenai kesadaran masyarakat untuk membayar zakat, Didin melihat itu mulai tumbuh. Ada fenomena baru di masyarakat di mana kalangan eksekutif muda mulai banyak yang menyadari untuk menunaikan kewajibannya ini. “Profil yang membayar zakat sekarang lebih muda, 40 tahun ke bawah. Ada kesadaran kelompok muda ini untuk menyisihkan hartanya,” tuturnya.

Dian ramdhani
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8960 seconds (0.1#10.140)