Eks Direktur Pertamina Didakwa Terima Suap USD190 Ribu
A
A
A
JAKARTA - Sidang perdana mantan Direktur Pengolahan PT Pertamina Suroso Atmo Martoyo digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Suroso menerima hadiah atau janji USD190.000 dari Direktur PT Soegih Interjaya (PT SI) Willy Sebastian Lim.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang sejumlah USD190.000 dan fasilitas menginap di hotel diberikan terdakwa agar terdakwa melakukan pembelian tetra ethyl lead (TEL) pada akhir tahun 2004 dan 2005 melalui PT Soegih Interjaya sebagai agen tunggal The Associated Octel Company Limited (Octel) di Indonesia, sehingga bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara," tutur Jaksa M Nur Azis di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/6/2015).
Pada September 2004, perjanjian antara Octel dan PT Pertamina yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) diperpanjang.
Sebelum berakhir, Suroso beberapa kali melakukan pertemuan dengan Willy yang membicarakan upaya perpanjangan penggunaan TEL di Indonesia.
"Walaupun pemerintah Indonesia telah mengagendakan program Langit Biru yaitu program Indonesia Bebas Timbal yang akan dimulai pada awal tahun 2005," katanya.
Selanjutnya, pertemuan antara keduanya beberapa kali terjadi untuk menyampaikan perubahan harga TEL sebesar USD11.000 metrik ton (MT). "Terdakwa menyetujuinya dengan meminta fee sebesar USD500/MT untuk dirinya," kata dia.
Permintaan itu disampaikan Muhammad Syakir yang juga Direktur PT SI melalui David Peter Turner selaku Manager Regional Octel.
David, lanjut jaksa, menyetujui sejumlah fee tersebut dengan syarat pemesanan TEL sampai akhir 2004 dan diperpanjang sampai 2005 dengan total fee sebesar USD225.000.
Setelah Octel menyetujui, pada 17 Januari 2005 Suroso membuka rekening giro di UOB Singapura atas nama Suroso Artomartoyo melalui Willy.
Kemudian pada 26 September 2005, terdakwa kembali menerima fee sebesar USD30.000 sehingga keseluruhan fee yang diterima terdakwa berjumlah USD190.000.
"Selanjutnya, Suroso memindah bukukan sejumlah USD190.000 ke rekening Wealth Deposit Series atas namanya sendiri dan menerima bunga USD17.664,30," tuturnya.
Atas perbuatannya, Suroso diancam pidana sesuai Pasal 12 a dan b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Suroso menerima hadiah atau janji USD190.000 dari Direktur PT Soegih Interjaya (PT SI) Willy Sebastian Lim.
"Terdakwa mengetahui atau patut menduga uang sejumlah USD190.000 dan fasilitas menginap di hotel diberikan terdakwa agar terdakwa melakukan pembelian tetra ethyl lead (TEL) pada akhir tahun 2004 dan 2005 melalui PT Soegih Interjaya sebagai agen tunggal The Associated Octel Company Limited (Octel) di Indonesia, sehingga bertentangan dengan kewajibannya selaku penyelenggara negara," tutur Jaksa M Nur Azis di Pengadilan Tipikor, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (18/6/2015).
Pada September 2004, perjanjian antara Octel dan PT Pertamina yang tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) diperpanjang.
Sebelum berakhir, Suroso beberapa kali melakukan pertemuan dengan Willy yang membicarakan upaya perpanjangan penggunaan TEL di Indonesia.
"Walaupun pemerintah Indonesia telah mengagendakan program Langit Biru yaitu program Indonesia Bebas Timbal yang akan dimulai pada awal tahun 2005," katanya.
Selanjutnya, pertemuan antara keduanya beberapa kali terjadi untuk menyampaikan perubahan harga TEL sebesar USD11.000 metrik ton (MT). "Terdakwa menyetujuinya dengan meminta fee sebesar USD500/MT untuk dirinya," kata dia.
Permintaan itu disampaikan Muhammad Syakir yang juga Direktur PT SI melalui David Peter Turner selaku Manager Regional Octel.
David, lanjut jaksa, menyetujui sejumlah fee tersebut dengan syarat pemesanan TEL sampai akhir 2004 dan diperpanjang sampai 2005 dengan total fee sebesar USD225.000.
Setelah Octel menyetujui, pada 17 Januari 2005 Suroso membuka rekening giro di UOB Singapura atas nama Suroso Artomartoyo melalui Willy.
Kemudian pada 26 September 2005, terdakwa kembali menerima fee sebesar USD30.000 sehingga keseluruhan fee yang diterima terdakwa berjumlah USD190.000.
"Selanjutnya, Suroso memindah bukukan sejumlah USD190.000 ke rekening Wealth Deposit Series atas namanya sendiri dan menerima bunga USD17.664,30," tuturnya.
Atas perbuatannya, Suroso diancam pidana sesuai Pasal 12 a dan b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 junto Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(dam)