Kinerja Buruk Dicopot

Kamis, 11 Juni 2015 - 08:56 WIB
Kinerja Buruk Dicopot
Kinerja Buruk Dicopot
A A A
Daya serap beras petani rendah menjadi pemicu pencopotan direktur utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog).

Di bawah kepemimpinan Lenny Sugihat, Bulog dinilai lelet menyerap beras petani, hingga Mei lalu baru mencapai sebanyak 700.000 atau 25% dari target yang dipatok 2,75 ton berdasarkan versi Bulog. Sedangkan target penyerapan beras petani yang diinginkan pemerintah jauh lebih besar yaitu sebanyak 4 juta ton hingga 4,5 ton sampai akhir tahun ini.

Mampukah Djarot Kusumayakti yang kini menduduki kursi Lenny mewujudkan target yang diinginkan pemerintah? Harapannya harus bisa kalau Djarot masih tetap akan menjadi orang nomor satu di Bulog. Sebagai pejabat pengganti di tengah jalan, tugas Djarot Kusumayakti, harus bersiap-siap melalui jalanan yang tidak mulus. Pekerjaan berat sudah menanti untuk menyerap beras petani minimal 4 juta ton sebagaimana dipatok pemerintah.

Bulog juga harus memiliki stok beras sekurang-kurangnya 1,5 juta ton hingga akhir tahun ini. Apabila target jangka pendek tersebut tidak terlihat progres yang meyakinkan, sejak awal Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sudah menegaskan, Djarot siap-siap mengikuti nasib koleganya yang sama-sama dari Bank BRI yakni berhenti di tengah jalan.

Benarkah pencopotan Lenny Sugihat yang baru menjabat dirut Bulog selama lima bulan atas permintaan langsung Presiden Jokowi? Kabar yang berembus begitu kencang tidak ditampik oleh Deputi BUMN Bidang Usaha Agro dan Industri Strategis Kementerian BUMN Muhammad Zamkhani.

Yang pasti, proses pencopotan petinggi Bulog itu telah melalui tim penilai akhir (TPA). ”Pada dasarnya pergantian ini diproses melalui TPA yang di dalamnya ada Presiden, menteri pertanian, dan menteri BUMN,” ungkap Zamkhani secara diplomatis ketika dikonfirmasi sejumlah awak media massa.

Pascapenggantian dirut Bulog, Presiden Joko Widodo (Jokowi) optimistis kinerja perusahaan yang selalu mendapat sorotan sepanjang masa itu bakal kinclong lagi. Sebagai lembaga strategis dalam urusan ketahanan pangan itu, pemerintah kembali akan meluaskan wilayah tanggung jawab Bulog untuk mengurusi sembilan bahan pokok.

Selama ini ditengarai fungsi Bulog yang melempem menjadi salah satu pintu masuk bagi importir pangan yang merusak tata niaga pangan di dalam negeri. Bayangkan, untuk status Indonesia sebagai negara agraris, pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat sebanyak 65% dari pangan impor.

Sungguh ironis. Sementara itu, persoalan daya serap beras petani yang rendah, Bulog mengakui secara terus terang. Salah satu masalah yang mengganjal soal harga pembelian beras, harga yang ditawarkan Bulog berdasarkan harga pembelian pemerintah (HPP) kalah kompetitif dari para tengkulak.

Karena disparitas harga yang cukup tinggi bisa mencapai 20%, petani lebih suka melepas beras kepada tengkulak dibanding Bulog dengan penawaran sebesar Rp7.300 per kilogram. Namun, versi Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman lain lagi.

Menurut mentan yang rajin blusukan ke petani itu, Bulog kesulitan menyerap beras petani bukan karena HPP yang rendah, melainkan faktor kadar air beras petani di atas ambang batas yang ditentukan. Soal HPP diyakini bukanlah masalah utama sebab sejumlah daerah harga beras petani masih di bawah HPP.

Karena itu, Kementerian Pertanian mengingatkan Bulog untuk meninggalkan pendekatan lama dalam membeli beras petani. Bulog tidak boleh lagi lewat mitra atau perantara, tetapi membeli beras langsung kepada petani. Siapa pun akan kerepotan bila membeli beras petani dengan HPP melalui perantara yang juga harus mengantongi keuntungan.

Entah siapa yang benar, tetapi yang pasti stok beras Bulog harus dalam keadaan aman untuk beberapa bulan ke depan. Apalagi pemerintah melalui menteri perdagangan sudah menyatakan menutup rapat-rapat keran impor beras untuk tahun ini. Kalaupun nanti keran impor beras dibuka, itu menjadi alternatif terakhir. Saat ini Bulog mengklaim cadangan beras di gudang bisa memenuhi kebutuhan masyarakat untuk lima bulan ke depan.

Terlepas dari persoalan daya serap dan stok beras, langkah pemerintah mencopot dirut Bulog karena dinilai tidak mampu memenuhi target juga harus diberlakukan untuk pengelola badan usaha milik negara (BUMN) yang berkinerja buruk. Jangan berani di Bulog saja.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0815 seconds (0.1#10.140)