Pupuk Subsidi Kurang
A
A
A
Sejumlah kendala lapangan mengancam pencapaian target swasembada pangan 2017. Kendala tersebut adalah masalah klasik bagi dunia pertanian di negeri ini, mulai dari persoalan irigasi yang sudah berlangsung puluhan tahun, namun baru dibenahi,
keterlambatan pembagian dan distribusi pupuk yang selalu berulang menjelang musim tanam, hingga masalah teknis lainnya yang jauh dari upaya solusi yang selalu membungkus petani sehingga tidak bisa berproduksi maksimal. Masalah pupuk bersubsidi yang tidak seimbang antara permintaan lapangan dan penyediaan oleh pemerintah, disparitas harga yang merangsang terjadi penyelewengan pendistribusian pupuk subsidi belum bisa diatasi.
Kalau masalah ini tidak segera diselesaikan, persoalan pupuk ibarat bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Meski dunia pertanian masih terus dililit masalah klasik, Kementerian Pertanian (Kementan) yang dinakhodai Amran Sulaiman mengklaim beberapa pencapaian sebagai bukti pihaknya tetap bekerja keras memajukan dunia pertanian, terutama menuju swasembada pangan pada 2017, mulai terlihat.
Meliputi pencapaian target tanam dan produksi hingga penambahan lahan pertanian. Saat ini tercatat indeks pertanaman (IP) dan produktivitas padi mencapai 7 hingga 9 ton per hektare. Ini pertanda positif menuju swasembada pangan yang menjadi taruhan bagi Amran Sulaiman untuk membuktikan mampu atau tidak dalam mengembang amanah sebagai menteri pertanian (mentan).
Masalah kelangkaan pupuk yang selalu menjadi isu panas adalah masalah rutin setiap awal musim tanam yang selalu dialami para petani hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa persoalan kelangkaan pupuk dipicu oleh berbagai faktor termasuk persoalan regulasi pemerintah daerah.
Seringkali terdengar stok pupuk subsidi di daerah cukup memadai, namun tak bisa didistribusikan karena peraturan mengenai alokasi dan pendistribusian belum ditetapkan. Akibatnya, pihak yang berwenang menangani pupuk subsidi tersebut tak berani bertindak dengan alasan belum ada dasar hukum yang menjadi pegangan. Padahal, di sisi lain petani sudah membutuhkan pupuk yang menandai awal musim tanam.
Selain sering bermasalah baik menyangkut pendistribusian maupun disparitas harga, pemerintah juga menengarai pupuk subsidi tidak tepat sasaran. Atas berbagai persoalan yang melilit pupuk subsidi tersebut, pemerintah akan mengubah mekanisme penyaluran pada tahun depan.
Secara bertahap pemerintah akan menempuh mekanisme subsidi pupuk melalui subsidi langsung kepada petani yang masuk kategori rumah tangga miskin dan rentan. Tahun lalu pemerintah menganggarkan subsidi pupuk sebesar Rp18 triliun. Dana sebesar itu ditengarai tidak tepat sasaran karena pupuk subsidi sebagian digunakan pada perkebunan besar.
Mekanisme subsidi langsung itu akan diberikan dana pembelian pupuk ke petani, namun sangat rawan terjadi penyelewengan bila tidak diiringi pengawasan melekat. Apakah dengan mekanisme subsidi langsung ke petani melalui pemberian dana pembelian pupuk bakal efektif? Boleh jadi.
Namun, ada persoalan lain yang lebih mendasar dari sekadar masalah distribusi, disparitas harga, dan permainan para pedagang pupuk yang gemar melakukan penimbunan menjelang musim tanam yang terjadi selama ini, yaitu tidak seimbangnya antara pupuk subsidi yang disediakan pemerintah dan permintaan petani yang lebih tinggi.
Dalam berbagai kesempatan saat berhadapan petani, Mentan Amran Sulaiman mengakui bahwa alokasi pupuk saat ini jauh di bawah kebutuhan daerah sebagaimana ditetapkan dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Pemerintah menganggarkan dana subsidi pupuk sebesar Rp28 triliun atau sebanyak 9,5 juta ton tahun ini.
Kebutuhan riil pupuk subsidi berdasarkan versi pemerintah daerah yang diusulkan ke pemerintah pusat sebesar 13,38 juta ton. Sementara alokasi dari pemerintah pusat hanya 9,5 juta ton, berarti terdapat selisih sekitar 3,88 juta ton untuk 2015. Kekurangan pupuk tersebut tidak menutup kemungkinan bakal menjadi ganjalan menuju swasembada pangan. Ini baru persoalan pupuk, belum termasuk masalah irigasi dan teknis lainnya yang juga harus mendapat perhatian penuh.
keterlambatan pembagian dan distribusi pupuk yang selalu berulang menjelang musim tanam, hingga masalah teknis lainnya yang jauh dari upaya solusi yang selalu membungkus petani sehingga tidak bisa berproduksi maksimal. Masalah pupuk bersubsidi yang tidak seimbang antara permintaan lapangan dan penyediaan oleh pemerintah, disparitas harga yang merangsang terjadi penyelewengan pendistribusian pupuk subsidi belum bisa diatasi.
Kalau masalah ini tidak segera diselesaikan, persoalan pupuk ibarat bom waktu yang setiap saat bisa meledak. Meski dunia pertanian masih terus dililit masalah klasik, Kementerian Pertanian (Kementan) yang dinakhodai Amran Sulaiman mengklaim beberapa pencapaian sebagai bukti pihaknya tetap bekerja keras memajukan dunia pertanian, terutama menuju swasembada pangan pada 2017, mulai terlihat.
Meliputi pencapaian target tanam dan produksi hingga penambahan lahan pertanian. Saat ini tercatat indeks pertanaman (IP) dan produktivitas padi mencapai 7 hingga 9 ton per hektare. Ini pertanda positif menuju swasembada pangan yang menjadi taruhan bagi Amran Sulaiman untuk membuktikan mampu atau tidak dalam mengembang amanah sebagai menteri pertanian (mentan).
Masalah kelangkaan pupuk yang selalu menjadi isu panas adalah masalah rutin setiap awal musim tanam yang selalu dialami para petani hampir di seluruh wilayah Indonesia. Tak bisa dipungkiri bahwa persoalan kelangkaan pupuk dipicu oleh berbagai faktor termasuk persoalan regulasi pemerintah daerah.
Seringkali terdengar stok pupuk subsidi di daerah cukup memadai, namun tak bisa didistribusikan karena peraturan mengenai alokasi dan pendistribusian belum ditetapkan. Akibatnya, pihak yang berwenang menangani pupuk subsidi tersebut tak berani bertindak dengan alasan belum ada dasar hukum yang menjadi pegangan. Padahal, di sisi lain petani sudah membutuhkan pupuk yang menandai awal musim tanam.
Selain sering bermasalah baik menyangkut pendistribusian maupun disparitas harga, pemerintah juga menengarai pupuk subsidi tidak tepat sasaran. Atas berbagai persoalan yang melilit pupuk subsidi tersebut, pemerintah akan mengubah mekanisme penyaluran pada tahun depan.
Secara bertahap pemerintah akan menempuh mekanisme subsidi pupuk melalui subsidi langsung kepada petani yang masuk kategori rumah tangga miskin dan rentan. Tahun lalu pemerintah menganggarkan subsidi pupuk sebesar Rp18 triliun. Dana sebesar itu ditengarai tidak tepat sasaran karena pupuk subsidi sebagian digunakan pada perkebunan besar.
Mekanisme subsidi langsung itu akan diberikan dana pembelian pupuk ke petani, namun sangat rawan terjadi penyelewengan bila tidak diiringi pengawasan melekat. Apakah dengan mekanisme subsidi langsung ke petani melalui pemberian dana pembelian pupuk bakal efektif? Boleh jadi.
Namun, ada persoalan lain yang lebih mendasar dari sekadar masalah distribusi, disparitas harga, dan permainan para pedagang pupuk yang gemar melakukan penimbunan menjelang musim tanam yang terjadi selama ini, yaitu tidak seimbangnya antara pupuk subsidi yang disediakan pemerintah dan permintaan petani yang lebih tinggi.
Dalam berbagai kesempatan saat berhadapan petani, Mentan Amran Sulaiman mengakui bahwa alokasi pupuk saat ini jauh di bawah kebutuhan daerah sebagaimana ditetapkan dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK). Pemerintah menganggarkan dana subsidi pupuk sebesar Rp28 triliun atau sebanyak 9,5 juta ton tahun ini.
Kebutuhan riil pupuk subsidi berdasarkan versi pemerintah daerah yang diusulkan ke pemerintah pusat sebesar 13,38 juta ton. Sementara alokasi dari pemerintah pusat hanya 9,5 juta ton, berarti terdapat selisih sekitar 3,88 juta ton untuk 2015. Kekurangan pupuk tersebut tidak menutup kemungkinan bakal menjadi ganjalan menuju swasembada pangan. Ini baru persoalan pupuk, belum termasuk masalah irigasi dan teknis lainnya yang juga harus mendapat perhatian penuh.
(bhr)