Dukung Eksekusi Mati, Komitmen HAM Jokowi Dipertanyakan

Sabtu, 17 Januari 2015 - 12:16 WIB
Dukung Eksekusi Mati, Komitmen HAM Jokowi Dipertanyakan
Dukung Eksekusi Mati, Komitmen HAM Jokowi Dipertanyakan
A A A
JAKARTA - Keputusan Kejaksaan Agung (Kejagung) yang tetap melaksanakan eksekusi mati terhadap terpidana mati kasus narkoba, kian menegaskan absennya komitmen HAM dari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Utamanya dalam melindungi hak untuk hidup (right to life).

Terlebih karena dalam dua tahun terakhir ini pemerintah menerapkan praktik hukuman mati secara eksesif. Tahun 2013, berdasarkan data dari Kejagung tercatat ada lima terpidana yang telah dieksekusi.

"Situasi ini kontras sekali dengan kecenderungan dunia internasional yang kini tengah bergerak menuju penghapusan hukuman mati," ujar Direktur Eksekutif ELSAM Indriaswati D Saptaningrum dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (17/1/2015).

Menurut Indriaswati, penerapan hukuman mati menunjukkan sikap pemerintah masih menutup mata terhadap berbagai kontradiksi dan risiko-risiko pemberlakuan aturan hukuman mati.

"Masalahnya, pidana mati di Indonesia masih merupakan bagian dari pidana pokok yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), sehingga dalam kacamata hukum positif, pidana mati legal untuk dipraktikkan," tuturnya.

Dari data yang terhimpun, sejak tahun 1987 ada setidaknya 189 terpidana yang telah dijatuhi pidana mati. Dari jumlah tersebut, sampai dengan Januari 2015, masih ada 164 terpidana mati yang menunggu eksekusi Jaksa Agung.

"Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) berada dalam posisi menolak pidana mati," tegasnya.

Indriaswati menambahkan, terdapat tiga argumen pokok mengapa hukuman mati menjadi tak relevan untuk diterapkan di Indonesia. Pertama, penerapan hukuman mati bermasalah secara konseptual dan bertantangan dengan hak untuk hidup dalam konstitusi.

Kedua, penerapan hukuman mati juga bermasalah dalam tataran implementasi. "Ketiga, pemberlakuan hukuman mati juga sejatinya bertentangan dengan tujuan pemidanaan. Tujuan pemidaan pada dasarnya adalah koreksi, bukan ajang pembalasan dendam," tegas Indriaswati.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6314 seconds (0.1#10.140)