Butuh Solusi Permanen Atasi Kemacetan Ibu Kota

Rabu, 31 Agustus 2016 - 12:28 WIB
Butuh Solusi Permanen Atasi Kemacetan Ibu Kota
Butuh Solusi Permanen Atasi Kemacetan Ibu Kota
A A A
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mulai Selasa 30 Agustus 2016 resmi memberlakukan rekayasa lalu lintas ganjil-genap di sejumlah jalan utama di Ibu Kota. Peresmian cara untuk mengatasi kemacetan lalu lintas di DKI Jakarta ini ditandai pemberian denda kepada kendaraan roda empat yang melanggar. Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan simulasi dan sosialisasi ini kepada masyarakat selama satu bulan. Karena dianggap berhasil di sejumlah titik kemacetan di jalan utama DKI Jakarta, kebijakan ini lantas dibakukan.

Kebijakan ganjil-genap adalah pengganti sistem three in one yang telah digunakan DKI Jakarta selama beberapa tahun jauh sebelum Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) memimpin. Tujuannya sama yaitu membatasi jumlah kendaraan yang melintas di jalan-jalan tertentu. Karena menimbulkan persoalan sosial atau tindak pidana lainnya, kebijakan ini dihapus. Selain memunculkan persoalan sosial, three in one juga dianggap tidak efektif mengatasi kemacetan lalu lintas.

Baik three in one ataupun ganjil-genap justru memunculkan kemacetan di jalur-jalur lain. Kendaraan yang tidak memenuhi syarat untuk kebijakan tersebut tentu akan mencari jalur alternatif agar terhindar dari denda. Artinya, jumlah kendaraan yang dibatasi hanyalah di jalan-jalan tertentu saja, sedangkan jalan-jalan lain justru menjadi macet atau semakin macet. Jika mau dikaji lebih jauh, baik three in one maupun ganjil-genap bukan solusi jitu untuk mengatasi salah satu persoalan utama DKI Jakarta, yaitu kemacetan.

Kita semua tahu jika kemacetan di DKI Jakarta bukan persoalan satu atau dua tahun belakangan. Persoalan ini sudah terjadi bertahun-tahun atau bahkan belasan tahun. Saking lamanya persoalan ini belum bisa diatasi, Jakarta diidentikkan dengan kemacetan selain banjir. Meski persoalan lama, toh pemerintah provinsi belum bisa menciptakan solusi jitu untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan. Meski menjadi bahan kampanye setiap pergantian gubernur, toh hanya sekadar janji-janji semata. Sejak Gubernur Sutiyoso memimpin dari 1997 hingga Gubernur Ahok, belum ada solusi konkret untuk mengatasi ini.

Program-program untuk mengatasi kemacetan selama terus dicoba namun tampaknya justru seperti proyek-proyek belaka. Dikatakan proyek karena hanya sekadar solusi jangka pendek, bukan solusi jangka panjang atau permanen. Seperti program three in one ataupun ganjil-genap begitu juga dengan Transjakarta bahkan penambahan panjang jalan di Jakarta belum mampu mengatasi kemacetan. Begitu juga proyek mass rapid transit (MRT) yang saat ini tengah dibangun dari kawasan Lebak Bulus hingga bundaran Hotel Indonesia (HI). Tampaknya program ini juga bukan solusi permanen untuk mengatasi kemacetan.

Semestinya cara-cara yang sekadar membuat solusi jangka pendek dihentikan atau dikurangi, tapi lebih fokus pada solusi permanen. Dari sekian banyak program, program Transjakarta paling mendekati ideal. Bahwa memindahkan pengguna jalan dari mobil ke angkutan umum adalah solusi untuk mengurangi jumlah mobil yang melintas di Jakarta.

Namun, program sejak Gubernur Sutiyoso tersebut juga harus banyak dibenahi terkait jangkauan atau jarak tempuh, integrasi dengan moda transportasi lain, juga sistem park and ride. Bahwa kemacetan yang muncul di Jakarta adalah membeludaknya jumlah kendaraan yang masuk dari kota penyangga ke Jakarta. Logika sederhananya menyediakan transportasi massal memadai dari kota penyangga ke Jakarta, bukan hanya di kawasan Ibu Kota seperti Transjakarta saat ini atau MRT. Jika ada ego sektoral tentu pemerintah pusat bisa mengambil alih agar Jakarta dan kota penyangga bisa ”akur”.

Program LRT, memaksimalkan Transjakarta, dan KRL Commuter Line adalah solusi yang lebih konkret dibandingkan ganjil genap. Persoalannya, apakah LRT nanti juga memberikan kenyamanan kepada penumpang? Apakah ada sistem park and ride yang layak? Atau juga terkoneksi dengan Transjakarta atau KRL Commuter Line? Tentu kita semua berharap LRT, Transjakarta, dan Commuter Line bisa menjadi solusi permanen, bukan sekadar solusi yang dalam beberapa tahun berubah lagi.
(poe)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5393 seconds (0.1#10.140)