Sejak Awal Aktivis Antikorupsi Sudah Persoalkan Figur Prasetyo

Selasa, 19 Januari 2016 - 09:31 WIB
Sejak Awal Aktivis Antikorupsi Sudah Persoalkan Figur Prasetyo
Sejak Awal Aktivis Antikorupsi Sudah Persoalkan Figur Prasetyo
A A A
JAKARTA - Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, Jaksa Agung HM Prasetyo sudah sangat pantas untuk diganti dalam proses perombakan kabinet atau reshuffle jilid II.

Pasalnya semua syarat untuk mengganti terpenuhi, misalnya rapor yang merah karena kinerja buruk, diduga terseret kasus dana bantuan sosial (bansos) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) yang membuat Kejaksaan Agung (Kejagung) tercemar.

"Ini berimplikasi pada program pemerintah dalam penegakkan hukum. Saya sudah sering mengemukakan soal ini (pergantian Jaksa Agung)," ujar Siti Zuhro dalam siaran persnya yang diterima Sindonews, Selasa (19/1/2016).

"Jika nanti Presiden Jokowi (Joko Widodo) melakukan reshuffle, maka posisi Jaksa Agung harus diisi oleh figur yang kredibel dan bisa mengejawantahkan Nawa Cita dari sisi hukum,” imbuhnya.

Menurut Siti hasil penilaian kinerja kementerian yang dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) lepas dari prokontra yang menempatkan Kejagung pada posisi rendah, menjadi alasan yang sah bagi presiden untuk mengganti HM Prasetyo.

“Apa yang dilakukan Menteri Yuddy Chrisnandi, tak lepas dari perintah presiden, jadi tak masalah,” tambahnya.

(Baca juga: Jaksa Agung Merasa Difitnah Terkait Kasus Bansos Sumut)

Namun demikian kata Siti, di tengah keinginan publik yang kuat menginginkan penggantian Jaksa Agung, harusnya HM Prasetyo juga legowo. Apalagi sejak awal akan dilantik, pegiat hukum dan antikorupsi sudah mempermasalah figur Jaksa Agung ini.

“Apa yang diprotes para pegiat hukum dan antikorupsi, ternyata belakangan terkonfirmasi. Jadi presiden jangan ragu untuk mencari figur baru Jaksa Agung yang mumpuni,” ujarnya.

Di sisi lain Siti melihat dalam konteks persaingan partai politik (parpol) baik pendukung pemerintah maupun partai yang baru mendekat dan menyatakan bergabung seperti PKS, Golkar, dan PPP, terlihat hubungan yang renggang alias tak harmonis antara Presiden Jokowi dengan Partai Nasdem dengan Ketua Umumnya Surya Paloh.

“Kita bisa melihat belakangan ini, hubungan Jokowi dengan Surya Paloh tak semesra saat kampanye atau awal pemerintahan. Mungkin ini dipicu kinerja menteri dari Nasdem yang kurang memuaskan seperti Jaksa Agung,” ungkap Siti.

Fenomena hubungan Pemerintah dengan parpol pendukung yang fluktuatif itu lanjut Siti, karena koalisi parpol pendukung pemerintah memang cair dan Presiden Jokowi membutuhkan dukungan politik dari parpol agar bisa mengimbangi parlemen.

“Jokowi harus pandai mengelola parpol, karena itu dia pun memanggil pemimpin partai yang berkonflik untuk segera mencari solusi, sebab ini akan berpengaruh pada kehidupan demokrasi terutama hubungan pemerintah-DPR,” pungkasnya.

Pilihan:

Minim Bukti, MKD DPR Tak Proses Laporan Herman dan Novanto

Sinergi Antarlembaga Lebih Penting Dibanding Revisi UU Terorisme
(maf)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8595 seconds (0.1#10.140)