Profil Jenderal TNI GPH Djatikusumo, Pangeran Jawa yang Menjadi KSAD Pertama
loading...
A
A
A
"Yang penting bukan jabatannya, tetapi yang penting tugasnya," katanya.
Djatikusumo mengemban amanah tersebut dan bermarkas di Mantingan, Blora, kemudian pindah ke Cepu. Hingga akhirnya pimpinan militer mengangkat Djatikusumo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama dalam Kementerian Pertahanan (Kemhan) di Yogyakarta terhitung sejak Februari 1948 dan bermarkas di Benteng Vredenburgh, Yogyakarta. Pengangkatan Djatikusumo berdasarkan penetapan Presiden Nomor 14 Tahun 1948 tertanggal 14 Mei.
Tidak hanya itu, pada November 1948 Djatikusumo dipercaya untuk merangkap jabatan sebagai Gubernur Akademi Militer (AM) di Yogyakarta dengan pangkat tetap Kolonel. Setelah setahun menjabat sebagai KSAD, pada 1949 jabatan sebagai orang nomor satu di Angkatan Darat diserahkan kepada Kolonel AH Nasution.
Dengan disiplin ilmu sipil dan militer yang dimiliki, Djatikusumo dipercaya menjadi Kepala Biro Perancang Operasi Militer Kementerian Pertahanan di Jakarta sejak Agustus 1950 hingga Maret 1952. Selanjutnya ia diangkat sebagai Komandan SSKAD di Bandung yang sekarang bernama Seskoad sejak April 1952. Pada 1956 sampai Agustus 1968, Djatikusumo menjabat Direktur Zeni Angkatan Darat di Jakarta dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI.
Jabatan rangkap lagi-lagi dipercayakan kepada Djatikusumo. Ia diangkat sebagai Koordinator Operasi Militer di Sumatera Utara dan Ketua Tim Pengatur Penempatan Kontingen Pasukan Indonesia di United Nations Emergency Forces (UNEF) di Kairo, Mesir.
Jabatan Direktur Zeni Angkatan Darat merupakan jabatan terakhir Djatikusumo di dunia militer. Djatikusumo kemudian bertugas di luar dunia militer yakni di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sejak 12 Juli 1958 sebagai perwakilan RI di Singapura selama setahun. Selanjutnya ia diangkat menjadi Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata. Pangkatnya pun dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Selama menjabat, banyak yang dilakukan oleh Djatikusumo. Ia memajukan transportasi darat dengan membuka Kereta Api Ekspress di jalur selatan, mendatangkan 2.000 gerbong kereta dari Cekoslowakia, dan mendatangkan puluhan bus Damri. Selain itu, membangun sentral telepon otomatis untuk Jakarta Kota dan Tanjung Priok, dan membangun Kantor Pusat Telepon di Gambir, Jakarta Pusat hingga ke luar Jawa.
Selain itu, Djatikusumo juga membangun sejumlah hotel bintang lima di antaranya, Hotel Indonesia (HI) Jakarta, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Hotel Samudra Beach di Pelabuhan Ratu, dan Hotel Bali Beach di Denpasar Bali.
Setelah empat tahun menjabat, Djatikusumo kemudian diangkat sebagai Duta Besar (Dubes) RI untuk Malaya (sekarang Malaysia) sejak Oktober 1963 hingga Oktober 1965. Selanjutnya Djatikusumo dipercaya menjadi Dubes Luar Biasa dan Berkuasa penuh RI di Kerajaan Maroko, Dubes Prancis dan Spanyol. Saat menjabat sebagai Dubes Maroko, Djatikusumo naik pangkat menjadi Letnan Jenderal (Letjen) TNI.
Selepas menjabat Dubes Prancis, pimpinan TNI AD memberikan jabatan Pati kepada Djatikusumo dan diperbantukan di staf umum Angkatan Darat hingga memasuki masa pensiun pada 7 Oktober 1970. Setelah pensiun, Djatikusumo seringkali mengisi ceramah-ceramah di perguruan tinggi. Pada 4 Juli 1992 Djatikusumo meninggal dunia dan dimakamkan di Pemakaman Raja Imogiri, Yogyakarta.
Djatikusumo mengemban amanah tersebut dan bermarkas di Mantingan, Blora, kemudian pindah ke Cepu. Hingga akhirnya pimpinan militer mengangkat Djatikusumo sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) pertama dalam Kementerian Pertahanan (Kemhan) di Yogyakarta terhitung sejak Februari 1948 dan bermarkas di Benteng Vredenburgh, Yogyakarta. Pengangkatan Djatikusumo berdasarkan penetapan Presiden Nomor 14 Tahun 1948 tertanggal 14 Mei.
Tidak hanya itu, pada November 1948 Djatikusumo dipercaya untuk merangkap jabatan sebagai Gubernur Akademi Militer (AM) di Yogyakarta dengan pangkat tetap Kolonel. Setelah setahun menjabat sebagai KSAD, pada 1949 jabatan sebagai orang nomor satu di Angkatan Darat diserahkan kepada Kolonel AH Nasution.
Dengan disiplin ilmu sipil dan militer yang dimiliki, Djatikusumo dipercaya menjadi Kepala Biro Perancang Operasi Militer Kementerian Pertahanan di Jakarta sejak Agustus 1950 hingga Maret 1952. Selanjutnya ia diangkat sebagai Komandan SSKAD di Bandung yang sekarang bernama Seskoad sejak April 1952. Pada 1956 sampai Agustus 1968, Djatikusumo menjabat Direktur Zeni Angkatan Darat di Jakarta dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen) TNI.
Jabatan rangkap lagi-lagi dipercayakan kepada Djatikusumo. Ia diangkat sebagai Koordinator Operasi Militer di Sumatera Utara dan Ketua Tim Pengatur Penempatan Kontingen Pasukan Indonesia di United Nations Emergency Forces (UNEF) di Kairo, Mesir.
Jabatan Direktur Zeni Angkatan Darat merupakan jabatan terakhir Djatikusumo di dunia militer. Djatikusumo kemudian bertugas di luar dunia militer yakni di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) sejak 12 Juli 1958 sebagai perwakilan RI di Singapura selama setahun. Selanjutnya ia diangkat menjadi Menteri Perhubungan Darat, Pos, Telekomunikasi dan Pariwisata. Pangkatnya pun dinaikkan menjadi Mayor Jenderal.
Selama menjabat, banyak yang dilakukan oleh Djatikusumo. Ia memajukan transportasi darat dengan membuka Kereta Api Ekspress di jalur selatan, mendatangkan 2.000 gerbong kereta dari Cekoslowakia, dan mendatangkan puluhan bus Damri. Selain itu, membangun sentral telepon otomatis untuk Jakarta Kota dan Tanjung Priok, dan membangun Kantor Pusat Telepon di Gambir, Jakarta Pusat hingga ke luar Jawa.
Selain itu, Djatikusumo juga membangun sejumlah hotel bintang lima di antaranya, Hotel Indonesia (HI) Jakarta, Hotel Ambarukmo Yogyakarta, Hotel Samudra Beach di Pelabuhan Ratu, dan Hotel Bali Beach di Denpasar Bali.
Setelah empat tahun menjabat, Djatikusumo kemudian diangkat sebagai Duta Besar (Dubes) RI untuk Malaya (sekarang Malaysia) sejak Oktober 1963 hingga Oktober 1965. Selanjutnya Djatikusumo dipercaya menjadi Dubes Luar Biasa dan Berkuasa penuh RI di Kerajaan Maroko, Dubes Prancis dan Spanyol. Saat menjabat sebagai Dubes Maroko, Djatikusumo naik pangkat menjadi Letnan Jenderal (Letjen) TNI.
Selepas menjabat Dubes Prancis, pimpinan TNI AD memberikan jabatan Pati kepada Djatikusumo dan diperbantukan di staf umum Angkatan Darat hingga memasuki masa pensiun pada 7 Oktober 1970. Setelah pensiun, Djatikusumo seringkali mengisi ceramah-ceramah di perguruan tinggi. Pada 4 Juli 1992 Djatikusumo meninggal dunia dan dimakamkan di Pemakaman Raja Imogiri, Yogyakarta.