Kasus Djoko Tjandra, Ahmad Sahroni Minta Imigrasi Perbaiki Sistem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Rapat Dengar Pendapan (RDP) Komisi III DPR dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Jhoni Ginting dihujani interupsi dari para anggota Komisi III terkait lolosnya buronan kasus Bank Bali, Djoko Tjandra dari Indonesia pada hari ini, Senin (13/7/2020).
Salah satu interupsi juga dilonatrkan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni menegaskan terkait pentingnya perbaikan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang sudah direncanakan sejak beberapa waktu terakhir. Menurutnya, perbaikan ini penting untuk memastikan kasus Djoko Tjandra ini tidak terulang lagi di kemudian hari. (Baca juga: Soal Djoko Tjandra, Politikus Demokrat Sebut Pemerintah Main 'Cilukba')
“Saya tidak menanyakan tentang Djoko Tjandra, itu terlalu mumet. Saya hanya ingin mempertanyakan tentang perbaikan sistem yang waktu Februari bapak akan memperbaiki untuk sistem WNA,” ujar Sahroni dalam RDP di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Menurut Bendahara Fraksi Partai Nasdem DPR ini, perbaikan sistem ini sangat penting karena akan memberikan informasi terkait data WNA, tidak hanya sistem keluar masuknya namun juga jika WNA itu melakukan overstay atas izin tinggal yang dimilikinya di Indonesia.
“Menurut saya sih kita enggak mau cuma ngeributin soal keluar masuk, tapi yang juga kita perlukan adalah penguatan sistem untuk mengawasi WNA yang sudah ada, misalnya kalau mereka overstay,” sambungnya.
Selain itu, legislator asal Tanjung Priok ini juga menyoroti data di imigrasi atas nama-nama terpidana yang sudah ditetapkan sebagai DPO dan dicekal oleh sistem keimigrasian.
“Kedua saya mau bertanya, ada berapa banyak orang narapidana yang sidangnya dinyatakan sudah selesai, lalu sudah ada putusannya, tapi belum masuk DPO? Karena menurut data yang saya punya, terdapat 39 nama buronan yang ternyata statusnya belum DPO jadi belum dicekal dalam sistem Imigrasi,” sambungnya.
Sahroni menegaskan jika hal ini benar adanya, maka penemuan ini menunjukkan belum adanya sistem informasi terpadu antara sistem imigrasi dan supporting unitnya. Padahal, sistem ini sangat penting. ( )
“Kalau benar begini maka hal ini menunjukkan bahwa belum ada mekanisme terpadu dalam penanganan buronan antara Aparat Penegak Hukum (APH) dan supporting unitnya. Karenanya urusan sistem ini penting. Kalau bapak memang perlu support atau ada kekurangan anggaran, silakan diajukan,” pungkas Sahroni.
Salah satu interupsi juga dilonatrkan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni menegaskan terkait pentingnya perbaikan Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian (SIMKIM) yang sudah direncanakan sejak beberapa waktu terakhir. Menurutnya, perbaikan ini penting untuk memastikan kasus Djoko Tjandra ini tidak terulang lagi di kemudian hari. (Baca juga: Soal Djoko Tjandra, Politikus Demokrat Sebut Pemerintah Main 'Cilukba')
“Saya tidak menanyakan tentang Djoko Tjandra, itu terlalu mumet. Saya hanya ingin mempertanyakan tentang perbaikan sistem yang waktu Februari bapak akan memperbaiki untuk sistem WNA,” ujar Sahroni dalam RDP di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Menurut Bendahara Fraksi Partai Nasdem DPR ini, perbaikan sistem ini sangat penting karena akan memberikan informasi terkait data WNA, tidak hanya sistem keluar masuknya namun juga jika WNA itu melakukan overstay atas izin tinggal yang dimilikinya di Indonesia.
“Menurut saya sih kita enggak mau cuma ngeributin soal keluar masuk, tapi yang juga kita perlukan adalah penguatan sistem untuk mengawasi WNA yang sudah ada, misalnya kalau mereka overstay,” sambungnya.
Selain itu, legislator asal Tanjung Priok ini juga menyoroti data di imigrasi atas nama-nama terpidana yang sudah ditetapkan sebagai DPO dan dicekal oleh sistem keimigrasian.
“Kedua saya mau bertanya, ada berapa banyak orang narapidana yang sidangnya dinyatakan sudah selesai, lalu sudah ada putusannya, tapi belum masuk DPO? Karena menurut data yang saya punya, terdapat 39 nama buronan yang ternyata statusnya belum DPO jadi belum dicekal dalam sistem Imigrasi,” sambungnya.
Sahroni menegaskan jika hal ini benar adanya, maka penemuan ini menunjukkan belum adanya sistem informasi terpadu antara sistem imigrasi dan supporting unitnya. Padahal, sistem ini sangat penting. ( )
“Kalau benar begini maka hal ini menunjukkan bahwa belum ada mekanisme terpadu dalam penanganan buronan antara Aparat Penegak Hukum (APH) dan supporting unitnya. Karenanya urusan sistem ini penting. Kalau bapak memang perlu support atau ada kekurangan anggaran, silakan diajukan,” pungkas Sahroni.
(kri)