Komnas HAM Apresiasi Tanggapan Presiden Jokowi soal Pelanggaran HAM Masa Lalu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah mencermati tanggapan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini terkait pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam kurun waktu sebelum hingga sesudah tahun 2000 di Indonesia.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik sikap Presiden Jokowi terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu
"Menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM," tulis dia dalam keterangan tertulis, Rabu (11/1/2023).
Menurutnya, Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer), pada pemulihan hak korban, dalam rangka untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat, dan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu," jelasnya.
Selain itu, Atnike dan pihaknya juga mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang Berat, dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif.
"Di antaranya dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, peningkatan kapasitas penegak hukum, serta aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM," terangnya.
Ia pun juga mminta Menkopolhukam Mahfud MD, untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas, dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan serta penyidikan.
"Hal ini guna menyelesaikan Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat melalui mekanisme yudisial," tuturnya.
Atnike juga berpandangan, hak korban atas pemulihan berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM yang Berat. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.
Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro mengatakan, pihaknya sangat menyambut baik sikap Presiden Jokowi terhadap 12 peristiwa pelanggaran HAM berat di masa lalu
"Menyambut baik sikap Presiden atas adanya pengakuan terhadap 12 peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat yang telah diselidiki oleh Komnas HAM," tulis dia dalam keterangan tertulis, Rabu (11/1/2023).
Menurutnya, Pengakuan tersebut memperlihatkan adanya komitmen pemerintah sebagai pemangku kewajiban (duty bearer), pada pemulihan hak korban, dalam rangka untuk memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi, yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
"Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi dan Bantuan kepada Saksi dan Korban, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 tentang Kompensasi, Restitusi, dan Rehabilitasi terhadap Korban Pelanggaran HAM yang Berat, dan Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 tentang Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu," jelasnya.
Selain itu, Atnike dan pihaknya juga mendukung jaminan ketidakberulangan peristiwa pelanggaran HAM yang Berat, dengan membangun pemajuan dan penegakan HAM yang efektif.
"Di antaranya dengan mendorong ratifikasi semua instrumen HAM Internasional, perubahan kebijakan di berbagai sektor dan tatanan kelembagaan pada institusi negara, peningkatan kapasitas penegak hukum, serta aparat sipil negara melalui pendidikan dan pelatihan HAM," terangnya.
Ia pun juga mminta Menkopolhukam Mahfud MD, untuk memfasilitasi koordinasi antara Komnas HAM dengan Kejaksaan Agung terkait tugas, dan kewenangan dalam menjalankan penyelidikan serta penyidikan.
"Hal ini guna menyelesaikan Peristiwa Pelanggaran HAM yang Berat melalui mekanisme yudisial," tuturnya.
Atnike juga berpandangan, hak korban atas pemulihan berlaku bagi korban peristiwa pelanggaran HAM yang Berat. Namun, hingga saat ini belum mendapatkan haknya atas pemulihan, yaitu Peristiwa Tanjung Priok 1984, Peristiwa Timor-Timor 1999, Peristiwa Abepura 2000, dan Peristiwa Paniai 2014.