Dewas KPK Sidangkan 5 Pelanggaran Etik di 2022, Terbanyak Soal Perselingkuhan
loading...
A
A
A
"Untuk kasus kedua ini dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung. Kalau yang kasus pertama yang satu sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," katanya.
Kasus ketiga laporannya di 2022. Kasus itu berkaitan dengan mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Saat itu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena menerima gratifikasi berupa tiket nonton ajang balap Moto GP di Sirkuit Mandalika, Lombok.
"Di dalam kasus ini, Ibu LPS itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak berperkara dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," katanya.
Dewas sempat menyidangkan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Namun, pada proses persidangan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena sudah mengundurkan diri, kata Albertina, Dewas menghentikan proses persidangan.
"Oleh karena itu, yang bersangkutan karena sudah bukan sebagai insan Komisi, kami tidak bisa melanjutkan lagi persidangan, dan perkara yang bersangkutan dinyatakan gugur," katanya.
Dewas kembali menerima laporan perselingkuhan yang melibatkan oknum pegawai KPK. Oknum pegawai KPK tersebut terbukti berselingkuh dan telah diberikan sanksi. Adapun sanksinya, berupa permintaan maaf.
"Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," katanya.
Sementara kasus yang terakhir, kata Albertina, berkaitan dengan dua oknum KPK yang menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan. Ditegaskan Albertina, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan.
"Seharusnya tanda tangan langsung. Dua orang ini yang satu adalah yang bersangkutan sebagai petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban itu kemudian atasan langsungnya yang berfungsi sebagai PPK. Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," katanya.
Kasus ketiga laporannya di 2022. Kasus itu berkaitan dengan mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Saat itu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena menerima gratifikasi berupa tiket nonton ajang balap Moto GP di Sirkuit Mandalika, Lombok.
"Di dalam kasus ini, Ibu LPS itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak berperkara dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," katanya.
Dewas sempat menyidangkan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Namun, pada proses persidangan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena sudah mengundurkan diri, kata Albertina, Dewas menghentikan proses persidangan.
"Oleh karena itu, yang bersangkutan karena sudah bukan sebagai insan Komisi, kami tidak bisa melanjutkan lagi persidangan, dan perkara yang bersangkutan dinyatakan gugur," katanya.
Dewas kembali menerima laporan perselingkuhan yang melibatkan oknum pegawai KPK. Oknum pegawai KPK tersebut terbukti berselingkuh dan telah diberikan sanksi. Adapun sanksinya, berupa permintaan maaf.
"Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," katanya.
Sementara kasus yang terakhir, kata Albertina, berkaitan dengan dua oknum KPK yang menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan. Ditegaskan Albertina, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan.
"Seharusnya tanda tangan langsung. Dua orang ini yang satu adalah yang bersangkutan sebagai petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban itu kemudian atasan langsungnya yang berfungsi sebagai PPK. Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," katanya.
(abd)