Dewas KPK Sidangkan 5 Pelanggaran Etik di 2022, Terbanyak Soal Perselingkuhan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi ( DewasKPK ) telah menyidangkan lima pelanggaran etik pegawai pada 2022. Dari lima kasus pelanggaran etik tersebut, terbanyak mengenai perselingkuhan antarpegawai KPK.
"Kalau kita lihat penyelenggaraan sidang etik untuk tahun ini ada lima berkas perkara, karena yang dua ini adalah laporan tahun lalu dan baru disidangkan di tahun 2022," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho saat menggelar konpers di kantornya Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023).
Albertina membeberkan, sidang etik pertama yang digelar Dewas pada 2022 adalah pelanggaran profesionalisme sebagai pegawai KPK. Terdapat oknum pegawai KPK yang tidak bekerja tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Baca juga: Kejagung Periksa Jaksa Diduga Selingkuh saat Bertugas di KPK
"Ini sehubungan yang bersangkutan ini sebagai atasan di dalam perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi," kata Albertina.
"Nah, ini sebagai atasan di situ dinyatakan bekerjanya tidak sesuai dengan SOP, dalam hal tentu saja melakukan pengawasan terhadap di bawahnya," katanya.
Masih berkaitan dengan pelanggaran etik tersebut, kata Albertina, ada dua orang yang telah diperiksa. Keduanya adalah atasannya dan satunya lagi adalah bendahara pengeluaran pembantu itu sendiri.
"Yang bersangkutan itu bekerja tidak akuntabel dan tuntas yang mengakibatkan ada ketidakberesan dalam pertanggungjawaban pengeluaran uang APBN, dan itu sudah diselesaikan," tutur Albertina Ho.
Lalu, kasus kedua lanjutan dari 2021 mengenai perselingkuhan. Dewas menerima laporan adanya perselingkuhan antarpegawai KPK. Dua orang yang berselingkuh tersebut kemudian diperiksa. Hasilnya, keduanya terbukti bersalah karena telah berselingkuh.
"Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan Komisi," kata Albertina.
"Untuk kasus kedua ini dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung. Kalau yang kasus pertama yang satu sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," katanya.
Kasus ketiga laporannya di 2022. Kasus itu berkaitan dengan mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Saat itu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena menerima gratifikasi berupa tiket nonton ajang balap Moto GP di Sirkuit Mandalika, Lombok.
"Di dalam kasus ini, Ibu LPS itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak berperkara dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," katanya.
Dewas sempat menyidangkan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Namun, pada proses persidangan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena sudah mengundurkan diri, kata Albertina, Dewas menghentikan proses persidangan.
"Oleh karena itu, yang bersangkutan karena sudah bukan sebagai insan Komisi, kami tidak bisa melanjutkan lagi persidangan, dan perkara yang bersangkutan dinyatakan gugur," katanya.
Dewas kembali menerima laporan perselingkuhan yang melibatkan oknum pegawai KPK. Oknum pegawai KPK tersebut terbukti berselingkuh dan telah diberikan sanksi. Adapun sanksinya, berupa permintaan maaf.
"Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," katanya.
Sementara kasus yang terakhir, kata Albertina, berkaitan dengan dua oknum KPK yang menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan. Ditegaskan Albertina, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan.
"Seharusnya tanda tangan langsung. Dua orang ini yang satu adalah yang bersangkutan sebagai petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban itu kemudian atasan langsungnya yang berfungsi sebagai PPK. Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," katanya.
"Kalau kita lihat penyelenggaraan sidang etik untuk tahun ini ada lima berkas perkara, karena yang dua ini adalah laporan tahun lalu dan baru disidangkan di tahun 2022," kata Anggota Dewas KPK Albertina Ho saat menggelar konpers di kantornya Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (9/1/2023).
Albertina membeberkan, sidang etik pertama yang digelar Dewas pada 2022 adalah pelanggaran profesionalisme sebagai pegawai KPK. Terdapat oknum pegawai KPK yang tidak bekerja tidak sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP).
Baca juga: Kejagung Periksa Jaksa Diduga Selingkuh saat Bertugas di KPK
"Ini sehubungan yang bersangkutan ini sebagai atasan di dalam perkara bendahara pengeluaran pengganti di Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi," kata Albertina.
"Nah, ini sebagai atasan di situ dinyatakan bekerjanya tidak sesuai dengan SOP, dalam hal tentu saja melakukan pengawasan terhadap di bawahnya," katanya.
Masih berkaitan dengan pelanggaran etik tersebut, kata Albertina, ada dua orang yang telah diperiksa. Keduanya adalah atasannya dan satunya lagi adalah bendahara pengeluaran pembantu itu sendiri.
"Yang bersangkutan itu bekerja tidak akuntabel dan tuntas yang mengakibatkan ada ketidakberesan dalam pertanggungjawaban pengeluaran uang APBN, dan itu sudah diselesaikan," tutur Albertina Ho.
Lalu, kasus kedua lanjutan dari 2021 mengenai perselingkuhan. Dewas menerima laporan adanya perselingkuhan antarpegawai KPK. Dua orang yang berselingkuh tersebut kemudian diperiksa. Hasilnya, keduanya terbukti bersalah karena telah berselingkuh.
"Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan Komisi," kata Albertina.
"Untuk kasus kedua ini dikenai sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung. Kalau yang kasus pertama yang satu sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung," katanya.
Kasus ketiga laporannya di 2022. Kasus itu berkaitan dengan mantan pimpinan KPK Lili Pintauli Siregar. Saat itu, Lili dilaporkan ke Dewas KPK karena menerima gratifikasi berupa tiket nonton ajang balap Moto GP di Sirkuit Mandalika, Lombok.
"Di dalam kasus ini, Ibu LPS itu diduga melakukan pelanggaran berupa mengadakan hubungan dengan pihak berperkara dalam hal ini adalah pihak Pertamina atau menyalahgunakan jabatan dan kewenangannya sebagai pimpinan KPK untuk memperoleh fasilitas dari Pertamina dan tidak melaporkan gratifikasi yang dianggap suap," katanya.
Dewas sempat menyidangkan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar. Namun, pada proses persidangan, Lili mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK. Karena sudah mengundurkan diri, kata Albertina, Dewas menghentikan proses persidangan.
"Oleh karena itu, yang bersangkutan karena sudah bukan sebagai insan Komisi, kami tidak bisa melanjutkan lagi persidangan, dan perkara yang bersangkutan dinyatakan gugur," katanya.
Dewas kembali menerima laporan perselingkuhan yang melibatkan oknum pegawai KPK. Oknum pegawai KPK tersebut terbukti berselingkuh dan telah diberikan sanksi. Adapun sanksinya, berupa permintaan maaf.
"Diputus dikenakan sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung, dalam hal ini yang bersangkutan itu melanggar ketentuan tidak menyadari sepenuhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi," katanya.
Sementara kasus yang terakhir, kata Albertina, berkaitan dengan dua oknum KPK yang menggunakan scan tanda tangan untuk mempertanggungjawabkan pengeluaran keuangan. Ditegaskan Albertina, hal itu seharusnya tidak diperbolehkan.
"Seharusnya tanda tangan langsung. Dua orang ini yang satu adalah yang bersangkutan sebagai petugas yang membuat surat-surat laporan LPJ pertanggungjawaban itu kemudian atasan langsungnya yang berfungsi sebagai PPK. Berdua ini dijatuhi sanksi ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, itu sudah diselesaikan," katanya.
(abd)