Kisah Letjen Agus Subiyanto Ditinggal Orang Tua Semasa Kecil hingga Ditendang Polisi Militer
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perjalanan hidup Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) Letnan Jenderal TNI Agus Subiyanto diwarnai pahit dan getir di masa pertumbuhan. Masa kecil hingga remaja Agus Subiyanto adalah titik paling rendah dalam hidupnya.
Usianya belum genap 5 tahun saat ibunya pergi entah ke mana, meninggalkan adik, ayah, dan dirinya yang merasa merana. Pada fase selanjutnya Agus kecil pun kerap bertikai dengan ibu tirinya.
Puncaknya saat Agus baru naik kelas 2 SMA, ayahnya berpulang ke haribaan Yang Kuasa. “Saya hidup prihatin, Mas,” kata Agus, mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Presiden Jokowi itu.
Wakasad Letnan Jenderal TNI Agus Subiyanto saat bermain gitar listrik bersama anaknya. Foto/Istimewa
Malam itu, di rumah pribadinya di Desa Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat, Agus hendak berbagi kisah. Ditemani secangkir kopi dan gorengan pisang, percakapan kami mengalir dari satu topik ke topik lain.
Dari petualangan, musik, kegagalan, keikhlasan, hingga kesuksesan karena pertolongan Allah. Pada kesempatan lain memang Wakasad pernah mengutarakan suatu saat akan mengajak kami berkunjung ke kampung halamannya di Cijulang.
Pekan lalu, bertepatan dengan hari Agus bisa menepati janji berikhtiar membangun lapangan bola bagi warga di desa kelahirannya, kami berangkat ke Cijulang, sebuah desa terpencil yang jauh dari Pangandaran. Penghasilan orang-orang di desa ini lebih banyak sebagai nelayan atau pembuat kapal.
Kakek Wakasad duluya dikenal sebagai pembuat kapal ulung, sedangkan ayahnya, Dedi Unadi, adalah seorang prajurit TNI yang di akhir hayatnya berpangkat sersan kepala (serka). Jadilah lapangan bola yang dibangun Agus untuk warga desanya itu dinamai Stadion Serka Dedi Unadi Cijulang.
Wakasad Letnan Jenderal TNI Agus Subiyanto saat ke pantai di Desa Cijulang. Foto/Istimewa
Usianya belum genap 5 tahun saat ibunya pergi entah ke mana, meninggalkan adik, ayah, dan dirinya yang merasa merana. Pada fase selanjutnya Agus kecil pun kerap bertikai dengan ibu tirinya.
Puncaknya saat Agus baru naik kelas 2 SMA, ayahnya berpulang ke haribaan Yang Kuasa. “Saya hidup prihatin, Mas,” kata Agus, mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) Presiden Jokowi itu.
Wakasad Letnan Jenderal TNI Agus Subiyanto saat bermain gitar listrik bersama anaknya. Foto/Istimewa
Malam itu, di rumah pribadinya di Desa Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat, Agus hendak berbagi kisah. Ditemani secangkir kopi dan gorengan pisang, percakapan kami mengalir dari satu topik ke topik lain.
Dari petualangan, musik, kegagalan, keikhlasan, hingga kesuksesan karena pertolongan Allah. Pada kesempatan lain memang Wakasad pernah mengutarakan suatu saat akan mengajak kami berkunjung ke kampung halamannya di Cijulang.
Pekan lalu, bertepatan dengan hari Agus bisa menepati janji berikhtiar membangun lapangan bola bagi warga di desa kelahirannya, kami berangkat ke Cijulang, sebuah desa terpencil yang jauh dari Pangandaran. Penghasilan orang-orang di desa ini lebih banyak sebagai nelayan atau pembuat kapal.
Kakek Wakasad duluya dikenal sebagai pembuat kapal ulung, sedangkan ayahnya, Dedi Unadi, adalah seorang prajurit TNI yang di akhir hayatnya berpangkat sersan kepala (serka). Jadilah lapangan bola yang dibangun Agus untuk warga desanya itu dinamai Stadion Serka Dedi Unadi Cijulang.
Wakasad Letnan Jenderal TNI Agus Subiyanto saat ke pantai di Desa Cijulang. Foto/Istimewa