Jokowi Beri Sinyal Reshuffle, Pengamat Beberkan Dampak Politik Depak Nasdem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi sinyal akan melakukan kocok ulang atau reshuffle Kabinet Indonesia Maju. Sinyal itu disampaikannya merespons hasil survei Charta Politika yang menyatakan 61% responden setuju ada reshuffle kabinet. Dan karena tidak adanya alasan rasional, reshuffle kali ini dinilai untuk mendepak Partai Nasdem.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga melihat ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi. Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle jika kinerja kabinet rendah.
"Indikasi itu akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kenerja kabinet. Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politika. Hasil surveinya justru 72,9% responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin," ujar Jamil kepada wartawan, Senin (26/12/2022).
Karena itu, menurut Jamil, menjadi aneh kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sehingga, data hasil survei ini terkesan tidak konsisten.
"Jadi, sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet bila mengacu pada hasil survei tersebut. Sebab, hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet," jelasnya.
Kedua, lanjut Jamil, reshuffle biasanya dilakukan saat kinerja pemerintahan yang merupakan bagian dari kinerja para menteri dinilai rendah. Alasan lainnya, ada kisruh politik yang menyebabkan kepercayaan masyarakat pada kabinet rendah. Dia melihat kedua alasan itu tidak nampak pada kabinet saat ini.
"Dua penyebab itu tidak terlihat pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Justru hasil survei menyatakan responden puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf," terang Jamil.
Menurut mantan Dekan FIKOM IISIP ini, kisruh politik di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tidak terlihat. Hal ini bisa dinilai dari terjaganya stabilitas politik nasional. Sehingga, tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet.
Karena itu, kata dia, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari Partai Nasdem. Jika itu tujuannya, bisa saja eskalasi suhu politik akan meningkat. Sebab, Nasdem yang merasa berkeringat menjadikan Jokowi menjadi Presiden akan gerah karena di depak tanpa dasar.
"Bahkan bisa saja Jokowi akan dinilai sosok yang lupa kacang akan kulitnya. Tudingan seperti itu tentu tidak mengenakan bagi sosok yang masih mengedepankan etika politik," terang Jamil.
Oleh karena itu, Jamil menambahkan kalau Jokowi akan mendepak menteri dari kabinet, khususnya dari Nasdem, seyogianya ada dasar yang rasional.
"Hal itu tentu tidak mudah. Semoga Jokowi tidak ceroboh dan mengedepankan politik pragmatis. Hal itu akan menjauhkan Jokowi dari sosok negarawan," tutup Jamil.
Menanggapi hal ini, Pengamat Politik Universitas Esa Unggul Jakarta M Jamiluddin Ritonga melihat ada dua persoalan terkait sinyal reshuffle kabinet yang disampaikan Jokowi. Pertama, masyarakat biasanya setuju ada reshuffle jika kinerja kabinet rendah.
"Indikasi itu akan terlihat dari ketidakpuasan masyarakat pada kenerja kabinet. Namun indikasi tersebut tidak terlihat dari hasil survei Charta Politika. Hasil surveinya justru 72,9% responden menyatakan puas terhadap Pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin," ujar Jamil kepada wartawan, Senin (26/12/2022).
Karena itu, menurut Jamil, menjadi aneh kalau masyarakat setuju ada reshuffle kabinet sementara mereka puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sehingga, data hasil survei ini terkesan tidak konsisten.
"Jadi, sangat tidak logis melakukan reshuffle kabinet bila mengacu pada hasil survei tersebut. Sebab, hasil survei itu tidak cukup memadai dijadikan dasar mereshuffle kabinet," jelasnya.
Kedua, lanjut Jamil, reshuffle biasanya dilakukan saat kinerja pemerintahan yang merupakan bagian dari kinerja para menteri dinilai rendah. Alasan lainnya, ada kisruh politik yang menyebabkan kepercayaan masyarakat pada kabinet rendah. Dia melihat kedua alasan itu tidak nampak pada kabinet saat ini.
"Dua penyebab itu tidak terlihat pada pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Justru hasil survei menyatakan responden puas terhadap pemerintahan Jokowi-Ma'ruf," terang Jamil.
Menurut mantan Dekan FIKOM IISIP ini, kisruh politik di pemerintahan Jokowi-Ma'ruf tidak terlihat. Hal ini bisa dinilai dari terjaganya stabilitas politik nasional. Sehingga, tidak ada dasar yang dapat dijadikan acuan untuk melakukan reshuffle kabinet.
Karena itu, kata dia, bila ada reshuflle bisa jadi bertujuan untuk mendepak menteri dari Partai Nasdem. Jika itu tujuannya, bisa saja eskalasi suhu politik akan meningkat. Sebab, Nasdem yang merasa berkeringat menjadikan Jokowi menjadi Presiden akan gerah karena di depak tanpa dasar.
"Bahkan bisa saja Jokowi akan dinilai sosok yang lupa kacang akan kulitnya. Tudingan seperti itu tentu tidak mengenakan bagi sosok yang masih mengedepankan etika politik," terang Jamil.
Oleh karena itu, Jamil menambahkan kalau Jokowi akan mendepak menteri dari kabinet, khususnya dari Nasdem, seyogianya ada dasar yang rasional.
"Hal itu tentu tidak mudah. Semoga Jokowi tidak ceroboh dan mengedepankan politik pragmatis. Hal itu akan menjauhkan Jokowi dari sosok negarawan," tutup Jamil.
(kri)