Podcast Aksi Nyata, Prof Abdul Munir Mulkhan Ajak Konsisten Berbuat Kebaikan

Selasa, 20 Desember 2022 - 05:14 WIB
loading...
Podcast Aksi Nyata, Prof Abdul Munir Mulkhan Ajak Konsisten Berbuat Kebaikan
Anggota Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Dr Abdul Munir Mulkhan SU membeberkan alasan mengapa manusia sering merasa paling benar. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Anggota Majelis Pendidikan Tinggi dan Litbang Pimpinan Pusat Muhammadiyah , Prof Dr Abdul Munir Mulkhan SU membeberkan alasan mengapa manusia sering merasa paling benar. Menurutnya, manusia zaman sekarang sering mengalami inkonsisten.

Inkonsisten yang Abdul Munir maksud dalam Islam Tuhan adalah yang maha kuasa sebagaimana yang tertulis dalam Asmaul Husna yang berjumlah 99. Namun, di sisi lain manusia juga kerap memaksakan kehendak di atas kuasa manusia lain.

Dilanjutkannya jika ada seseorang yang menganggap perbuatannya paling benar maka akan memaksa perbuatannya diikuti oleh orang lain. Menurutnya, kuasa atas orang akan melakukan sesuatu adalah kuasa Tuhan.

"Seringkali kita mengalami inkonsistensi, jadi satu sisi dalam Islam ya Tuhan itu Maha Kuasa menentukan seseorang jadi saleh atau tidak itu kesatuan, di sisi yang lain kita memaksa orang untuk mengikuti, kan itu bertentangan dengan keyakinan kita," ujar Abdul Munir dalam Podcast Aksi Nyata Perindo, Senin (19/12/2022).

Ia menyebutkan sebagai seorang manusia seyogianya harus lebih memfokuskan diri untuk konsisten berbuat kebaikan. Terkait orang lain akan mengikuti kebaikan kita bukan lagi kuasa seorang manusia.

"Mengapa kita tidak komitmen pada kita berbuat baik kepada orang lain, perkara orang lain mengikuti atau tidak itu terserah kepada petunjuk Tuhan," tuturnya.

"Dengan cara begitu kita aman bergaul dengan semuanya (tanpa merasa paling benar)," sambungnya.

Abdul Munir menambahkan manusia juga susah untuk mensinergikan kebenaran yang baku dan yang relatif. Ia mencontohkan kitab suci. Kitab suci merupakan kebenaran yang baku dan pemahaman manusia akan kitab suci merupakan kebenaran yang relatif.

"Sementara kita sering kali mensakralkan paham kita karena bersumber dari kitab suci yang sakral, padahal yan sakral hanya kitab suci, pemahaman kita belum tentu," pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1264 seconds (0.1#10.140)