Anggota DPR soal KUHP Baru: Tidak Ujug-ujug Disahkan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi III DPR Rano Alfath menjelaskan bahwa pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP ) tidak dilakukan secara tiba-tiba. Dia pun mengatakan bahwa pengesahan KUHP baru itu sudah melalui proses panjang.
"Jadi gini, prinsipnya sebetulnya kita DPR ini tidak ujug-ujug mengesahkan KUHP itu, jadi kita harus pahami kalau prosesnya sangat amat panjang. Proses ini sudah lama sekali," kata Rano dalam Webinar Mingguan Partai Perindo dengan tema 'KUHP Baru, Apa Dampak Positifnya Bagi Masyarakat', Jumat (9/12/2022).
Dia juga memahami ada masyarakat yang tidak setuju pengesahan RKUHP menjadi UU. "Pasti tidak mungkin semua itu bisa memenuhi kepuasan seluruh masyarakat terkait pasal-pasal yang ada di KUHP baru," katanya.
Namun, Rano mengatakan, bahwa dalam prosesnya, KUHP sudah melalui banyak diskusi dan masukan dari semua pihak. "Tapi prosesnya yang kita lalui itu, sudah melalui banyak diskusi dan masukan dari semua pihak. Jadi kalau sekarang ribut-ribut kita memang memahami, karena tidak semua masyarakat puas," imbuhnya.
Lebih lanjut Rano menjelaskan, pasal-pasal yang saat ini dianggap kontroversi di masyarakat juga sudah mengambil titik tengah. "Pasal-pasal yang hari ini kita anggap kontroversi di masyarakat, sebetulnya pasal ini juga sudah mengambil titik tengah, titik temu," ucapnya.
Dia memberikan contoh soal pasal perzinaan. Sebelum ada perubahan, pasal tersebut begitu luas. Semua orang bisa mengadukan orang lain jika kedapatan melakukan perzinaan.
Namun karena kontroversi, pasal itu akhirnya diubah. Jadi, kata Rano, yang bisa melaporkan hanyalah orang tua, suami, istri, atau anak.
"Misalnya perzinahan Pasal 417, 415, nah pasal ini kita ambil sebetulnya tadinya hasil awalnya dari pasal ini lebih jauh malah mengatur tentang perzinaan, nah tetapi kita cari titik tengahnya bahwa setiap orang yang misalnya dianggap melakukan perzinaan itu hanya bisa dilaporkan oleh orang yang pertama adalah orang tua, suami, istri, atau anak," katanya.
"Tadinya lebih luas lagi, RT RW (bisa melapor), tapi kita batasi agar tidak banyak orang bisa main hakim sendiri. Makanya sebetulnya, kita juga harus memahami bahwa terkait pasal yang kontroversi ini kita batasi agar kita tidak memberikan masyarakat atau generasi muda kira terjerumus pergaulan bebas," sambungnya.
Sehingga, kata Rano, tidak semua orang bisa mengadu jika ada perzinaan. Bahkan Reno mengungkap, semua pasal sudah dibatasi dengan norma dan budaya yang di Indonesia.
"Jadi tidak serta merta, semua pasal sudah kita batasi juga dengan norma-norma budaya kita. Tadinya ini tidak masuk delik aduan, sekarang masuk, agar tidak orang bisa mengadu jika ada perzinaan," pungkasnya.
Lihat Juga: DPR Ramai-ramai Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong, Anies: Rakyat Indonesia Mengapresiasi
"Jadi gini, prinsipnya sebetulnya kita DPR ini tidak ujug-ujug mengesahkan KUHP itu, jadi kita harus pahami kalau prosesnya sangat amat panjang. Proses ini sudah lama sekali," kata Rano dalam Webinar Mingguan Partai Perindo dengan tema 'KUHP Baru, Apa Dampak Positifnya Bagi Masyarakat', Jumat (9/12/2022).
Dia juga memahami ada masyarakat yang tidak setuju pengesahan RKUHP menjadi UU. "Pasti tidak mungkin semua itu bisa memenuhi kepuasan seluruh masyarakat terkait pasal-pasal yang ada di KUHP baru," katanya.
Namun, Rano mengatakan, bahwa dalam prosesnya, KUHP sudah melalui banyak diskusi dan masukan dari semua pihak. "Tapi prosesnya yang kita lalui itu, sudah melalui banyak diskusi dan masukan dari semua pihak. Jadi kalau sekarang ribut-ribut kita memang memahami, karena tidak semua masyarakat puas," imbuhnya.
Lebih lanjut Rano menjelaskan, pasal-pasal yang saat ini dianggap kontroversi di masyarakat juga sudah mengambil titik tengah. "Pasal-pasal yang hari ini kita anggap kontroversi di masyarakat, sebetulnya pasal ini juga sudah mengambil titik tengah, titik temu," ucapnya.
Dia memberikan contoh soal pasal perzinaan. Sebelum ada perubahan, pasal tersebut begitu luas. Semua orang bisa mengadukan orang lain jika kedapatan melakukan perzinaan.
Namun karena kontroversi, pasal itu akhirnya diubah. Jadi, kata Rano, yang bisa melaporkan hanyalah orang tua, suami, istri, atau anak.
"Misalnya perzinahan Pasal 417, 415, nah pasal ini kita ambil sebetulnya tadinya hasil awalnya dari pasal ini lebih jauh malah mengatur tentang perzinaan, nah tetapi kita cari titik tengahnya bahwa setiap orang yang misalnya dianggap melakukan perzinaan itu hanya bisa dilaporkan oleh orang yang pertama adalah orang tua, suami, istri, atau anak," katanya.
"Tadinya lebih luas lagi, RT RW (bisa melapor), tapi kita batasi agar tidak banyak orang bisa main hakim sendiri. Makanya sebetulnya, kita juga harus memahami bahwa terkait pasal yang kontroversi ini kita batasi agar kita tidak memberikan masyarakat atau generasi muda kira terjerumus pergaulan bebas," sambungnya.
Sehingga, kata Rano, tidak semua orang bisa mengadu jika ada perzinaan. Bahkan Reno mengungkap, semua pasal sudah dibatasi dengan norma dan budaya yang di Indonesia.
"Jadi tidak serta merta, semua pasal sudah kita batasi juga dengan norma-norma budaya kita. Tadinya ini tidak masuk delik aduan, sekarang masuk, agar tidak orang bisa mengadu jika ada perzinaan," pungkasnya.
Lihat Juga: DPR Ramai-ramai Cecar Jaksa Agung soal Kasus Tom Lembong, Anies: Rakyat Indonesia Mengapresiasi
(rca)