Pengamat: Secara Akademis Militer di Dunia Menghadapi Terorisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengamat intelijen dan militer Susaningtyas Kertopati menyatakan pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme sudah sesuai dengan pakemnya. Secara akademis, militer di seluruh dunia memang juga bertugas menghadapi terorisme.
"Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata. Jika terorisme mengancam keselamatan presiden atau pejabat negara lain sebagai simbol negara, terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI," tuturnya kepada SINDOnews, Kamis (9/7/2020).
(Baca: Kasum Tegaskan Tugas Pokok TNI Selain Perang Adalah Mengatasi Terorisme)
Pemerintah saat ini sedang menggodok draf rancangan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar hukum pelibatan TNI dalam penanganan terorisme di Indonesia. Nuning mengakui, ada perspektif hokum yang berbeda antara militer dengan polisi dalam pemberantasan atau penanggulangan terorisme .
Sebab terorisme bisa merupakan kejahatan terhadap negara atau terhadap publik. Bila jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris masih tergolong konvensional, Nuning berpendapat hal itu masuk kewenangan Polri.
Tetapi jika senjata yang digunakan oleh teroris tergolong pemusnah massal (weapon of mass destruction) seperti nuklir, biologi, kimia dan radiasi, itu adalah tugas TNI.
Selain subjek ancaman dan jenis senjata, rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi pada kewenangan penegakan hukum terhadap terorisme. Jika teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi. Sebaliknya jika rezimnya adalah hak berdaulat, hanya TNI berwenang melakukan penanggulangan.
"Contohnya jika kejahatan teror terjadi di kapal yang berlayar di Zone Economic Exclusive (ZEE) Indonesia atau menyerang kilang pengeboran minyak PT. Pertamina 15 mil dari pantai, maka teroris harus dilumpuhkan oleh Pasukan Khusus TNI," papar mantan anggota DPR ini.
(Baca: Kunjungi Kopassus, Mahfud Tegaskan TNI Akan Dilibatkan Tangani Terorisme)
Lebih jauh, Nuning menjelaskan platform tempat kejadian perkara (TKP) juga ikut menentukan siapa yang berwenang menangani kejahatan teror. Dia mencontohkan pesawat Qantas milik Australia yang dibajak dan mendarat di Bandara Ngurah Rai. Sesuai hukum internasional, pilihannya hanya dua yaitu TNI atau tentara Australia yang turun tangan.
Dari pelbagai kriteria tersebut, Nuning berpendapat seharusnya UU Terorisme di Indonesia mengakomodasi hukum-hukum internasional sehingga memberi mandat yang sama kepada Polri dan TNI dalam penanggulangan terorisme .
"Yang lebih penting adalah bagaimana TNI menjabarkan kewenangan sesuai 4 kriteria tersebut ke dalam suatu peraturan yang dapat diterima oleh Polri dan instansi pemerintah lain," ujarnya.
Yang tidak kalah penting, mesti ada kesadaran bersama untuk menerima nilai dan norma universal dalam hukum internasional dalam penanggulangan terorisme agar tidak terjadi perebutan kewenangan. ”Overlapping kewenangan bukan untuk dipertentangkan tetapi seharusnya sebagai modal untuk semakin sinergi,” katanya.
Lihat Juga: Kasus Agus Buntung, Polri Dinilai Sudah Lindungi Korban dan Penuhi Hak Kelompok Disabilitas
"Penanganan terorisme di Indonesia selama ini cenderung masih dalam klasifikasi kejahatan terhadap publik sehingga cenderung ditangani Polri semata. Jika terorisme mengancam keselamatan presiden atau pejabat negara lain sebagai simbol negara, terorisme tersebut menjadi kejahatan terhadap negara dan harus ditanggulangi oleh TNI," tuturnya kepada SINDOnews, Kamis (9/7/2020).
(Baca: Kasum Tegaskan Tugas Pokok TNI Selain Perang Adalah Mengatasi Terorisme)
Pemerintah saat ini sedang menggodok draf rancangan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar hukum pelibatan TNI dalam penanganan terorisme di Indonesia. Nuning mengakui, ada perspektif hokum yang berbeda antara militer dengan polisi dalam pemberantasan atau penanggulangan terorisme .
Sebab terorisme bisa merupakan kejahatan terhadap negara atau terhadap publik. Bila jenis senjata dan bom yang digunakan oleh teroris masih tergolong konvensional, Nuning berpendapat hal itu masuk kewenangan Polri.
Tetapi jika senjata yang digunakan oleh teroris tergolong pemusnah massal (weapon of mass destruction) seperti nuklir, biologi, kimia dan radiasi, itu adalah tugas TNI.
Selain subjek ancaman dan jenis senjata, rezim kedaulatan suatu negara juga berimplikasi pada kewenangan penegakan hukum terhadap terorisme. Jika teror dilakukan di wilayah kedaulatan penuh Indonesia, Polri dan TNI bisa bersama-sama menanggulangi. Sebaliknya jika rezimnya adalah hak berdaulat, hanya TNI berwenang melakukan penanggulangan.
"Contohnya jika kejahatan teror terjadi di kapal yang berlayar di Zone Economic Exclusive (ZEE) Indonesia atau menyerang kilang pengeboran minyak PT. Pertamina 15 mil dari pantai, maka teroris harus dilumpuhkan oleh Pasukan Khusus TNI," papar mantan anggota DPR ini.
(Baca: Kunjungi Kopassus, Mahfud Tegaskan TNI Akan Dilibatkan Tangani Terorisme)
Lebih jauh, Nuning menjelaskan platform tempat kejadian perkara (TKP) juga ikut menentukan siapa yang berwenang menangani kejahatan teror. Dia mencontohkan pesawat Qantas milik Australia yang dibajak dan mendarat di Bandara Ngurah Rai. Sesuai hukum internasional, pilihannya hanya dua yaitu TNI atau tentara Australia yang turun tangan.
Dari pelbagai kriteria tersebut, Nuning berpendapat seharusnya UU Terorisme di Indonesia mengakomodasi hukum-hukum internasional sehingga memberi mandat yang sama kepada Polri dan TNI dalam penanggulangan terorisme .
"Yang lebih penting adalah bagaimana TNI menjabarkan kewenangan sesuai 4 kriteria tersebut ke dalam suatu peraturan yang dapat diterima oleh Polri dan instansi pemerintah lain," ujarnya.
Yang tidak kalah penting, mesti ada kesadaran bersama untuk menerima nilai dan norma universal dalam hukum internasional dalam penanggulangan terorisme agar tidak terjadi perebutan kewenangan. ”Overlapping kewenangan bukan untuk dipertentangkan tetapi seharusnya sebagai modal untuk semakin sinergi,” katanya.
Lihat Juga: Kasus Agus Buntung, Polri Dinilai Sudah Lindungi Korban dan Penuhi Hak Kelompok Disabilitas
(muh)