Masyarakat Terjerat Investasi Bodong dan Pinjol, Pakar: Persoalan Edukasi Literasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat Indonesia banyak yang terjebak dengan tawaran pinjaman online (pinjol) dan investasi bodong, dikarenakan persoalan edukasi literasi. Hal ini dikatakan oleh Pakar Hukum Investasi, Kukuh Komandokodalam diskusi Polemik bertema Darurat Kejahatan Investasi Online yang diadakan oleh MNC Trijaya Network, secara daring, Sabtu (19/11/2022).
"Ini tanggung jawab OJK (Ototritas Jasa Keuangan) untuk memberikan edukasi. Edukasi masalah di sektor keuangan ini enggak gampang, ini terkait dengan masalah kebutuhan ekonomi," ujarnya.
Menurut kukuh, indeks finansial yang tinggi tidak dibarengi dengan indeks edukasi literasi. Hal ini kata Kukuh, harinya direfleksikan dari kelakuan masyarakat terkait tanggungjawab pinjaman tersebut.
"Pinjol memberikan banyak kemudahan, cepat tidak perlu kasih colateral, tapi dibebankan intrest tinggi. Mereka udah sadar sebenarnya, 'oh kalau saya pinjam saya akan dikenakan beban bukan tinggi tapi ini solusi'. Ada dorongan Ekonomi itu, apakah kita lihat dorongan ekonomi itu orientasi nya yang primer, sekunder, atau tersier itu juga jadi soal," jelasnya.
Belakangan kata dia, jeratan investasi online dan pinjol juga menyasar ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Hal ini pun menurut Kukuh menandakan bahwa literasi keuangan mereka tidak dibarengi dengan literasi kebutuhan ekonomi.
"Mahasiswa mereka ada yang buat konsumtif, jadi buka kebutuhan primer yang mendesak. Kalau mereka pinjem buat bayar kuliah itu masih logis. Kalau untuk foya-foya yang sifatnya konsumtif, beli handphone mewah, motor yang harusnya, mereka enggak perlu perlu banget," katanya.
"Ini kembali lagi pada masalah edukasi mengenai kebutuhan ekonomi, tidak hanya memberikan kebutuhan edukasi literasi soal produk yang ditawarkan. Investasi online, transaksi berbasis teknologi tidak hanya itu, tapi mengedukasi masyarakat terkait mengenai masalah ekonomi mereka," tambahnya.
Di satu sisi lanjut Kukuh, terkadang masyarakat enggan mempelajari soal tawaran pinjol dan investasi. "Kita harus wajib curiga begitu kita ditawarkan satu produk investasi apapun itu mau konservatif, online yang memberikan timbal baik sangat tinggi. Underline-nya mereka tidak mau mempelajari itu," tuturnya.
Terkait dengan investasi diapun memberikan masukan. Di investasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang misalnya, masyarakat wajib was-was dengan tawaran pendapatan yang sangat tinggi.
(Sektor IKNB, produk yang ditawarkan income (income) yang tinggi, banyak masalah," ungkapnya.
Kemudian di sektor perbankan yakni deposito. Kukuh mengungkapkan parameternya yang paling mudah yakni besaran dari suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Katakanlah LPS di 6 persen ya berarti kita taro deposito jangan lebih dari itu atau sama dengan suku bunga LPS. Kalo ada tawaran itu, tetapi harus di cek, pendalaman," katanya.
Diketahui, dalam diskusi ini turut dihadiri oleh anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad, Ketua Bidang Perlindungan Konsumen Nasional RI (BPKN RI), Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin dan Pakar IT Bona Simanjuntak. Acara ini dipandu oleh Margi Syarif.
"Ini tanggung jawab OJK (Ototritas Jasa Keuangan) untuk memberikan edukasi. Edukasi masalah di sektor keuangan ini enggak gampang, ini terkait dengan masalah kebutuhan ekonomi," ujarnya.
Baca Juga
Menurut kukuh, indeks finansial yang tinggi tidak dibarengi dengan indeks edukasi literasi. Hal ini kata Kukuh, harinya direfleksikan dari kelakuan masyarakat terkait tanggungjawab pinjaman tersebut.
"Pinjol memberikan banyak kemudahan, cepat tidak perlu kasih colateral, tapi dibebankan intrest tinggi. Mereka udah sadar sebenarnya, 'oh kalau saya pinjam saya akan dikenakan beban bukan tinggi tapi ini solusi'. Ada dorongan Ekonomi itu, apakah kita lihat dorongan ekonomi itu orientasi nya yang primer, sekunder, atau tersier itu juga jadi soal," jelasnya.
Belakangan kata dia, jeratan investasi online dan pinjol juga menyasar ratusan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB). Hal ini pun menurut Kukuh menandakan bahwa literasi keuangan mereka tidak dibarengi dengan literasi kebutuhan ekonomi.
"Mahasiswa mereka ada yang buat konsumtif, jadi buka kebutuhan primer yang mendesak. Kalau mereka pinjem buat bayar kuliah itu masih logis. Kalau untuk foya-foya yang sifatnya konsumtif, beli handphone mewah, motor yang harusnya, mereka enggak perlu perlu banget," katanya.
"Ini kembali lagi pada masalah edukasi mengenai kebutuhan ekonomi, tidak hanya memberikan kebutuhan edukasi literasi soal produk yang ditawarkan. Investasi online, transaksi berbasis teknologi tidak hanya itu, tapi mengedukasi masyarakat terkait mengenai masalah ekonomi mereka," tambahnya.
Di satu sisi lanjut Kukuh, terkadang masyarakat enggan mempelajari soal tawaran pinjol dan investasi. "Kita harus wajib curiga begitu kita ditawarkan satu produk investasi apapun itu mau konservatif, online yang memberikan timbal baik sangat tinggi. Underline-nya mereka tidak mau mempelajari itu," tuturnya.
Terkait dengan investasi diapun memberikan masukan. Di investasi Industri Keuangan Non Bank (IKNB) yang misalnya, masyarakat wajib was-was dengan tawaran pendapatan yang sangat tinggi.
(Sektor IKNB, produk yang ditawarkan income (income) yang tinggi, banyak masalah," ungkapnya.
Kemudian di sektor perbankan yakni deposito. Kukuh mengungkapkan parameternya yang paling mudah yakni besaran dari suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). "Katakanlah LPS di 6 persen ya berarti kita taro deposito jangan lebih dari itu atau sama dengan suku bunga LPS. Kalo ada tawaran itu, tetapi harus di cek, pendalaman," katanya.
Diketahui, dalam diskusi ini turut dihadiri oleh anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad, Ketua Bidang Perlindungan Konsumen Nasional RI (BPKN RI), Ketua Satgas Waspada Investasi OJK Tongam L Tobing, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin dan Pakar IT Bona Simanjuntak. Acara ini dipandu oleh Margi Syarif.
(maf)