Soal Data Pekerja Terdampak Covid Hanya 1,7 Juta, Ini Penjelasan Menaker
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menjawab soal pertanyaan anggota Komisi IX DPR mengenai data pekerja terdampak Covid-19 milik pemerintah yang stagnan di angka 1,7 juta. Ida berdalih, data tersebut merupakan data yang sudah terverifikasi by name by address karena ini berhubungan dengan bantuan sosial (bansos) yang diberikan oleh pemerintah.
“1,7 juta yang tervalidasi datanya dengan baik itu mereka yang di-PHK dan dirumahkan. Kenapa kami butuh data yang valid karena mereka akan dapat treatment pemerintah apakah dari Kementerian Tenaga Kerja, dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Pariwisata, Kementerian Sosial, jadi kami membutuhkan data by name by address,” kata Ida dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Ida menjelaskan, 1,7 juta itu merupakan prioritas pertama untuk mendapatkan program Kartu Prakerja. Tetapi, karena program Kartu Prakerja ini untuk sementara dihentikan, maka Kemenaker harus berusaha meresponnya karena mereka menjadi kelompok yang sebelumnya memiliki pendapatan, menjadi berkurang pendapatannya atau bahkan hilang pendapatannya hingga menjadi kelompok miskin baru. (Baca juga: 1,7 Juta Orang Kena PHK Imbas Covid-19, Menaker: Banyak Perusahaan Tak Lapor)
“Maka kami serahkan datanya ke Kemensos untuk dapat bansos, untuk Jabodetabek kami dapat alokasi 500.000 dari 1,7 juta itu. Kemudian kami mohon ke Kemensos agar sisa dari 1,7 juta itu dapat bantuan sosial tunai karena datanya terverifikasi dengan baik ini memudahkan Kemensos alokasikannya,” papar Ida.
Menurut politikus PKB ini, mereka yang sudah mendapatkan bansos dari Kemensos sudah tidak berhak lagi untuk mendapatkan bantuan lainnya. Selain itu, Kemenaker juga sudah mengembalikan 1,3 juta data ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), perusahaan dan juga serikat kerja karena datanya belum terverifikasi by name by address. Sehingga, Kemenaker tidak bisa merespons 1,3 juta pekerja terdampak itu. (Baca juga: Miris, Pengangguran di Indonesia Paling Banyak dari Usia Muda)
Soal data Kemenaker yang berbeda jauh dengan Kadin, mantan politisi Senayan ini menerangkan data Kadin itu lebih banyak estimasi, dan saat pihaknya meminta data itu pihaknya tidak mendapatkan by name by address. Sehingga, yang disebut Kadin ada 6 juta lebih pekerja terdampak merupakan proyeksi. Ditambah untuk mem PHK itu ada proses yang panjang sesuai Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Tentu saja tidak terlapor karena prosesnya berjalan berjalan secara tripartite di masing-masing perusahaan, belum sampai PHK, berarti tidak terlapor ke Disnaker. Atau masih menjalani proses atau tahapan sesuai Undang-Undang 13/2003,” jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, dari 1,7 juta itu, 20% yang terkena PHK dan selebihnya dirumahkan dengan dibayar separuh atau tidak dibayar sama sekali. Dan karena di zona hijau sudah banyak perusahaan yang buka, pihaknya meminta kepada perusahaan untuk kembali memperkerjakan karyawannya.
“Kenapa datanya statis 1,7? Karena, kalau ada kenaikan ada penurunan. Penurunan karena banyak sekali yang dirumahkan, kalau di-PHK mungkin perusahaan tidak beroperasi lagi. Yang dirumahkan mereka dipanggil kembali, khususnya perusahaan yang shifting karena harus social distancing untuk mengatur jarak. Sekarang alhamdulillah perusahaan-perusahaan sudah menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru,” tandasnya.
“1,7 juta yang tervalidasi datanya dengan baik itu mereka yang di-PHK dan dirumahkan. Kenapa kami butuh data yang valid karena mereka akan dapat treatment pemerintah apakah dari Kementerian Tenaga Kerja, dari Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Pariwisata, Kementerian Sosial, jadi kami membutuhkan data by name by address,” kata Ida dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (8/7/2020).
Ida menjelaskan, 1,7 juta itu merupakan prioritas pertama untuk mendapatkan program Kartu Prakerja. Tetapi, karena program Kartu Prakerja ini untuk sementara dihentikan, maka Kemenaker harus berusaha meresponnya karena mereka menjadi kelompok yang sebelumnya memiliki pendapatan, menjadi berkurang pendapatannya atau bahkan hilang pendapatannya hingga menjadi kelompok miskin baru. (Baca juga: 1,7 Juta Orang Kena PHK Imbas Covid-19, Menaker: Banyak Perusahaan Tak Lapor)
“Maka kami serahkan datanya ke Kemensos untuk dapat bansos, untuk Jabodetabek kami dapat alokasi 500.000 dari 1,7 juta itu. Kemudian kami mohon ke Kemensos agar sisa dari 1,7 juta itu dapat bantuan sosial tunai karena datanya terverifikasi dengan baik ini memudahkan Kemensos alokasikannya,” papar Ida.
Menurut politikus PKB ini, mereka yang sudah mendapatkan bansos dari Kemensos sudah tidak berhak lagi untuk mendapatkan bantuan lainnya. Selain itu, Kemenaker juga sudah mengembalikan 1,3 juta data ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker), perusahaan dan juga serikat kerja karena datanya belum terverifikasi by name by address. Sehingga, Kemenaker tidak bisa merespons 1,3 juta pekerja terdampak itu. (Baca juga: Miris, Pengangguran di Indonesia Paling Banyak dari Usia Muda)
Soal data Kemenaker yang berbeda jauh dengan Kadin, mantan politisi Senayan ini menerangkan data Kadin itu lebih banyak estimasi, dan saat pihaknya meminta data itu pihaknya tidak mendapatkan by name by address. Sehingga, yang disebut Kadin ada 6 juta lebih pekerja terdampak merupakan proyeksi. Ditambah untuk mem PHK itu ada proses yang panjang sesuai Undang-Undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. “Tentu saja tidak terlapor karena prosesnya berjalan berjalan secara tripartite di masing-masing perusahaan, belum sampai PHK, berarti tidak terlapor ke Disnaker. Atau masih menjalani proses atau tahapan sesuai Undang-Undang 13/2003,” jelasnya.
Selain itu, dia menambahkan, dari 1,7 juta itu, 20% yang terkena PHK dan selebihnya dirumahkan dengan dibayar separuh atau tidak dibayar sama sekali. Dan karena di zona hijau sudah banyak perusahaan yang buka, pihaknya meminta kepada perusahaan untuk kembali memperkerjakan karyawannya.
“Kenapa datanya statis 1,7? Karena, kalau ada kenaikan ada penurunan. Penurunan karena banyak sekali yang dirumahkan, kalau di-PHK mungkin perusahaan tidak beroperasi lagi. Yang dirumahkan mereka dipanggil kembali, khususnya perusahaan yang shifting karena harus social distancing untuk mengatur jarak. Sekarang alhamdulillah perusahaan-perusahaan sudah menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru,” tandasnya.
(cip)