Nilai Kepahlawanan dalam Olahraga
loading...
A
A
A
Agus Kristiyanto
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ketua Bidang Publikasi pada Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), dan Ketua Research Group Gaya Hidup Sehat dan Kebijakan Olahraga.
HARI Pahlawan Nasional yang diperingati setiap 10 November memiliki arti yang sangat penting untuk membangkitkan energi kebangsaan yang baru dan terbarukan. Tema besar nasional pada peringatan tahun 2022 ini adalah : “Pahlawanku, Teladanku”.
Sebuah tema yang sangat relevan dengan kebutuhan bangsa yang bercita-cita tumbuh membesar, yang wajib menghubungkan diri dengan esensi semangat serta keteladanan heroik para pahlawan kusuma bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sebuah semangat inti yang harus diwariskan kepada seluruh anak bangsa sebagai api pengobar semangat, bahwa proses berkemajuan secara absolut dipersyarati oleh semangat kepahlawanan.
Nilai kepahlawanan mewujud karena diproses oleh energi kepahlawanan. Energi tersebut berupa perjuangan tanpa pamrih, pengorbanan, integritas, loyalitas, sikap berpantang menyerah, kedisiplinan, serta kerja keras. Menghargai jasa para pahlawan merupakan keniscayaan yang diikat kuat pada setiap generasi (bahkan antargenerasi dan lintasgenerasi). Cara terbaiknya adalah dengan selalu menghidupkan nilai-nilai keteladanannya.
Potret Nilai Kepahlawanan Olahraga
Olahraga telah dipercayai dan sangat diyakini oleh para pendiri bangsa (founding father’s) sebagai salah satu instrumen inti pembangunan bangsa. Keolahragaan sangat dekat dengan formula kepahlawanan, karena memiliki esensi yang bersinggungan dengan perjuangan, kejuangan, kebanggaan, kehormatan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan membangun sikap-sikap nasionalisme dan patriotik.
Dalam tataran global, olahraga berkaitan dengan effort penumbuhan nilai nasionalisme dan patriotik. Pada sisi yang lain olahraga juga menjadi leading sektor untuk perluasan spektrum kesejahteraan umum yang berisi: kesehatan, perdamaian, serta kemakmuran bangsa.
Potret nilai kepahlawanan dalam olahraga secara esensial memiliki dua perspektif umum, bagai dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi tak terpisahkan. Pertama, kepahlawanan dapat dikaitkan dengan performa figur atau sosok yang berhasil mengharumkan nama bangsa melalui olahraga.
Secara populer, ada sebutan “pahlawan olahraga” yang menunjuk pada duta-duta atlet yang hadir di sebuah ajang single/ multi event untuk berjuang dan berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara.
Saat itu upacara penghormatan pemenang akan digelar secara kidmat dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya bergema mengiringi proses pengibaran Sang Merah Putih setiang penuh. Sebuah standar penghormatan yang tertinggi dalam tata pergaulan anatarbangsa. Menggugah, menggelorakan, dan membanggakan seluruh bangsa, mengikat empati dan rasa kebersamaan yang utuh.
Demikianlah “pahlawan olahraga” berjuang sebagai patriot olahraga dan menorehkan arti sebuah kualitas dalam menjunjung harkat dan martabat bangsa yang menyejarah.
Pada sisi lain, frasa “kepahlawanan olahraga” menyangkut nilai vital yang bersifat intangible asset (non materi) yang tidak harus mewujud sebagai sosok, figur, atau legenda. Kepahlawanan olahraga berisi tentang kandungan nilai karakter yang akan membangun keperilakuan personal maupun kolektif bercirikan esensi sifat-sifat inti kepahlawanan.
Kepahlawanan olahraga secara esensial disesuaikan dengan perspektif olahraga yang semakin multidimensional. Di samping kandungannya yang bersifat implisit, nilai besar kepahlawanan, semangatnya sebenarnya telah tertuang cukup eksplisit dalam rumusan pencapaian tujuan keolahragaan nasional.
Terdapat beberapa dimensi permanen yang meliputi: moral dan akhlak mulia, disiplin dan sportivitas, persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung harkat, martabat dan kehormatan bangsa.
Pertama, dimensi moral dan akhlak mulia merupakan nilai utama yang dituju. Tidak ada nilai pahlawan bagi proses panjang perjuangan para patriot olahraga, manakala masih bersanding dengan sesuatu yang jauh dari pertimbangan kelayakan moral dan akhlak mulia. Dalam olympism values pun sudah sangat jelas terdapat setidaknya tiga nilai mulia olahraga, yakni: persahabatan (friendship), berkeunggulan (excellence), dan rasa hormat (respect).
Kehormatan hanya akan terlahir dari kepemilikan keunggulan (citius, altius, fortius) dalam bingkai besar pemeliharaan nilai persahabatan universal. Para pahlawan-pahlawan memberikan teladan nilai berjuang dan kejuangan yang sangat relevan dengan hal itu.
Kedua, dimensi disiplin dan sportivitas merupakan perwujudan karakter mentalitas budaya prestasi para patriot olahraga. Disiplin terkait dengan integritas, komitmen, serta loyalitas. Sedangkan sportivitas mengarah pada cara-cara objektif dan berdaya saing tinggi dalam mencapai tujuan. Disiplin dan sportivitas merupakan pencerminan karakter kepahlawanan.
Raksasa Tidur
Keteladanan nilai kepahlawanan olahraga masih terlihat sebagai “raksasa tidur”, tampak masih terlalu kecil dibanding potensinya secara faktual. Euforia dan gegap gempita nilai kebanggaan seolah semakin menurun seiring dengan masa-masa buruk terjadinya “musim paceklik” prestasi olahraga berkelas dunia.
Masyarakat pada umumnya secara spontan-kolektif memberikan penilaian keteladanan heroik berdasarkan capaian kemenangan. Mereka (terlanjur) terbiasa membuat kalkulasi nilai heroik berdasarkan outcome kalah atau menang.
Acapkali dalam perspektif yang demikian, julukan “pahlawan” itu hanya disematkan kepada yang (secara kebetulan) berhasil menang, sedangkan jika kalah (mungkin) biasa dianggap sebagai pecundang. Ironis, dan tentu diperlukan perubahan mindset akan arti sebuah keteladanan yang multidimensional.
Perubahan mindset publik atas sosok “pahlawan olahraga” merupakan perjuangan tersendiri bila esensi keolahragaan ditransformasikan secara lebih memultidimensional. Artinya, frasa kepahlawanan tidak sekadar tersekat mengerucut pada wilayah pilar olahraga prestasi secara an sich.
Esensi kepahlawanan olahraga akan makin luas maknanya jika kerangka pikir yang digunakan menggunakan dasar pilar lengkap olahraga yang meliputi olahraga prestasi, olahraga pendidikan, dan olahraga rekreasi/olahraga masyarakat. Setiap pilar olahraga tersebut memiliki karakteristik yang khas, sehingga esensi kepahlawanannya pun akan memiliki kriteria yang khas.
Pada pilar olahraga pendidikan misalnya, peran para guru olahraga menjadi komponen sentral dalam memberhasilkan misi pembentukan karakter kepahlawanan dalam olahraga. Bersyukur, sudah sejak dulu guru memang telah mendapatkan julukan mulia sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, walaupun predikat kepahlawanan guru tersebut kini terdengar samar-samar.
Namun, guru memang memiliki peran strategis sebagai role model bagi proses keteladan pada para siswanya, terutama terkait dengan mengemban misi literasi fisik. Literasi fisik merupakan prasyarat dasar untuk melipatgandakan probabilitas bagi kemunculan “pahlawan-pahlawan olahraga” di masa depan.
Pada pilar olahraga rekreasi (olahraga masyarakat), tentu saja banyak relawan dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpeluang untuk berkontribusi memberhasilkan peningkatan angka partisipasi masyarakat dalam proses peningkatan budaya olahraga.
Mereka pun pasti layak disebut “Pahlawan Olahraga” karena berjuang secara extraordinary untuk mewujudkan masyarakat yang ber-healthy life style. Mereka banyak berkontribusi meningkatkan kebugaran masyarakat, menguatkan relasi sosial melalui olahraga, mempromosikan olahraga untuk produktivitas dan kualitas hidup.
Warisan nilai kepahlawanan adalah sebuah karakter yang bernilai intangible asset. Sebagaimana nilai-nilai karakter pada umumnya, mewariskannya hanya dapat dilakukan dengan penularan, yakni: habituasi, intervensi, serta keteladanan.
Habituasi merupakan proses pembiasaan, yang pada tataran tertinggi akan menghasilkan perilaku kolektif yang membudaya. Keteladanan merupakan contoh nyata yang kemudian memberikan pengaruh besar (penularan) kepada berbagai pihak lain untuk secara suka rela mengikuti hal yang sama.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang setiap saat terinspirasi oleh nilai kejuangan para pahlawannya. Persolan daya saing olahraga yang belum sesuai dengan harapan publik saat ini, pasti bukan karena kita kekurangan sumberdaya olahraga, (mungkin) lebih disebabkan karena kita selama ini sebagai bangsa kurang serius dan kurang bersungguh-sungguh dalam meneladani nilai kepahlawanan.
Nilai kepahlawanan yang sesungguhnya ditumbuhkan dengan mengakselerasi keteladanan di berbagai lini, dengan mengikis aneka sikap “sok pahlawan” atau “pahlawan kesiangan” yang mungkin masih sering muncul dalam semesta keolahragaan kita. Selamat Hari Pahlawan Nasional
Profesor Analisis Kebijakan Pembangunan Olahraga FKOR Universitas Sebelas Maret Surakarta, Ketua Bidang Publikasi pada Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI), dan Ketua Research Group Gaya Hidup Sehat dan Kebijakan Olahraga.
HARI Pahlawan Nasional yang diperingati setiap 10 November memiliki arti yang sangat penting untuk membangkitkan energi kebangsaan yang baru dan terbarukan. Tema besar nasional pada peringatan tahun 2022 ini adalah : “Pahlawanku, Teladanku”.
Sebuah tema yang sangat relevan dengan kebutuhan bangsa yang bercita-cita tumbuh membesar, yang wajib menghubungkan diri dengan esensi semangat serta keteladanan heroik para pahlawan kusuma bangsa.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sebuah semangat inti yang harus diwariskan kepada seluruh anak bangsa sebagai api pengobar semangat, bahwa proses berkemajuan secara absolut dipersyarati oleh semangat kepahlawanan.
Nilai kepahlawanan mewujud karena diproses oleh energi kepahlawanan. Energi tersebut berupa perjuangan tanpa pamrih, pengorbanan, integritas, loyalitas, sikap berpantang menyerah, kedisiplinan, serta kerja keras. Menghargai jasa para pahlawan merupakan keniscayaan yang diikat kuat pada setiap generasi (bahkan antargenerasi dan lintasgenerasi). Cara terbaiknya adalah dengan selalu menghidupkan nilai-nilai keteladanannya.
Potret Nilai Kepahlawanan Olahraga
Olahraga telah dipercayai dan sangat diyakini oleh para pendiri bangsa (founding father’s) sebagai salah satu instrumen inti pembangunan bangsa. Keolahragaan sangat dekat dengan formula kepahlawanan, karena memiliki esensi yang bersinggungan dengan perjuangan, kejuangan, kebanggaan, kehormatan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan membangun sikap-sikap nasionalisme dan patriotik.
Dalam tataran global, olahraga berkaitan dengan effort penumbuhan nilai nasionalisme dan patriotik. Pada sisi yang lain olahraga juga menjadi leading sektor untuk perluasan spektrum kesejahteraan umum yang berisi: kesehatan, perdamaian, serta kemakmuran bangsa.
Potret nilai kepahlawanan dalam olahraga secara esensial memiliki dua perspektif umum, bagai dua sisi mata uang yang berbeda, tetapi tak terpisahkan. Pertama, kepahlawanan dapat dikaitkan dengan performa figur atau sosok yang berhasil mengharumkan nama bangsa melalui olahraga.
Secara populer, ada sebutan “pahlawan olahraga” yang menunjuk pada duta-duta atlet yang hadir di sebuah ajang single/ multi event untuk berjuang dan berhasil mengharumkan nama bangsa dan negara.
Saat itu upacara penghormatan pemenang akan digelar secara kidmat dan lagu Kebangsaan Indonesia Raya bergema mengiringi proses pengibaran Sang Merah Putih setiang penuh. Sebuah standar penghormatan yang tertinggi dalam tata pergaulan anatarbangsa. Menggugah, menggelorakan, dan membanggakan seluruh bangsa, mengikat empati dan rasa kebersamaan yang utuh.
Demikianlah “pahlawan olahraga” berjuang sebagai patriot olahraga dan menorehkan arti sebuah kualitas dalam menjunjung harkat dan martabat bangsa yang menyejarah.
Pada sisi lain, frasa “kepahlawanan olahraga” menyangkut nilai vital yang bersifat intangible asset (non materi) yang tidak harus mewujud sebagai sosok, figur, atau legenda. Kepahlawanan olahraga berisi tentang kandungan nilai karakter yang akan membangun keperilakuan personal maupun kolektif bercirikan esensi sifat-sifat inti kepahlawanan.
Kepahlawanan olahraga secara esensial disesuaikan dengan perspektif olahraga yang semakin multidimensional. Di samping kandungannya yang bersifat implisit, nilai besar kepahlawanan, semangatnya sebenarnya telah tertuang cukup eksplisit dalam rumusan pencapaian tujuan keolahragaan nasional.
Terdapat beberapa dimensi permanen yang meliputi: moral dan akhlak mulia, disiplin dan sportivitas, persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjunjung harkat, martabat dan kehormatan bangsa.
Pertama, dimensi moral dan akhlak mulia merupakan nilai utama yang dituju. Tidak ada nilai pahlawan bagi proses panjang perjuangan para patriot olahraga, manakala masih bersanding dengan sesuatu yang jauh dari pertimbangan kelayakan moral dan akhlak mulia. Dalam olympism values pun sudah sangat jelas terdapat setidaknya tiga nilai mulia olahraga, yakni: persahabatan (friendship), berkeunggulan (excellence), dan rasa hormat (respect).
Kehormatan hanya akan terlahir dari kepemilikan keunggulan (citius, altius, fortius) dalam bingkai besar pemeliharaan nilai persahabatan universal. Para pahlawan-pahlawan memberikan teladan nilai berjuang dan kejuangan yang sangat relevan dengan hal itu.
Kedua, dimensi disiplin dan sportivitas merupakan perwujudan karakter mentalitas budaya prestasi para patriot olahraga. Disiplin terkait dengan integritas, komitmen, serta loyalitas. Sedangkan sportivitas mengarah pada cara-cara objektif dan berdaya saing tinggi dalam mencapai tujuan. Disiplin dan sportivitas merupakan pencerminan karakter kepahlawanan.
Raksasa Tidur
Keteladanan nilai kepahlawanan olahraga masih terlihat sebagai “raksasa tidur”, tampak masih terlalu kecil dibanding potensinya secara faktual. Euforia dan gegap gempita nilai kebanggaan seolah semakin menurun seiring dengan masa-masa buruk terjadinya “musim paceklik” prestasi olahraga berkelas dunia.
Masyarakat pada umumnya secara spontan-kolektif memberikan penilaian keteladanan heroik berdasarkan capaian kemenangan. Mereka (terlanjur) terbiasa membuat kalkulasi nilai heroik berdasarkan outcome kalah atau menang.
Acapkali dalam perspektif yang demikian, julukan “pahlawan” itu hanya disematkan kepada yang (secara kebetulan) berhasil menang, sedangkan jika kalah (mungkin) biasa dianggap sebagai pecundang. Ironis, dan tentu diperlukan perubahan mindset akan arti sebuah keteladanan yang multidimensional.
Perubahan mindset publik atas sosok “pahlawan olahraga” merupakan perjuangan tersendiri bila esensi keolahragaan ditransformasikan secara lebih memultidimensional. Artinya, frasa kepahlawanan tidak sekadar tersekat mengerucut pada wilayah pilar olahraga prestasi secara an sich.
Esensi kepahlawanan olahraga akan makin luas maknanya jika kerangka pikir yang digunakan menggunakan dasar pilar lengkap olahraga yang meliputi olahraga prestasi, olahraga pendidikan, dan olahraga rekreasi/olahraga masyarakat. Setiap pilar olahraga tersebut memiliki karakteristik yang khas, sehingga esensi kepahlawanannya pun akan memiliki kriteria yang khas.
Pada pilar olahraga pendidikan misalnya, peran para guru olahraga menjadi komponen sentral dalam memberhasilkan misi pembentukan karakter kepahlawanan dalam olahraga. Bersyukur, sudah sejak dulu guru memang telah mendapatkan julukan mulia sebagai “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”, walaupun predikat kepahlawanan guru tersebut kini terdengar samar-samar.
Namun, guru memang memiliki peran strategis sebagai role model bagi proses keteladan pada para siswanya, terutama terkait dengan mengemban misi literasi fisik. Literasi fisik merupakan prasyarat dasar untuk melipatgandakan probabilitas bagi kemunculan “pahlawan-pahlawan olahraga” di masa depan.
Pada pilar olahraga rekreasi (olahraga masyarakat), tentu saja banyak relawan dan tokoh-tokoh masyarakat yang berpeluang untuk berkontribusi memberhasilkan peningkatan angka partisipasi masyarakat dalam proses peningkatan budaya olahraga.
Mereka pun pasti layak disebut “Pahlawan Olahraga” karena berjuang secara extraordinary untuk mewujudkan masyarakat yang ber-healthy life style. Mereka banyak berkontribusi meningkatkan kebugaran masyarakat, menguatkan relasi sosial melalui olahraga, mempromosikan olahraga untuk produktivitas dan kualitas hidup.
Warisan nilai kepahlawanan adalah sebuah karakter yang bernilai intangible asset. Sebagaimana nilai-nilai karakter pada umumnya, mewariskannya hanya dapat dilakukan dengan penularan, yakni: habituasi, intervensi, serta keteladanan.
Habituasi merupakan proses pembiasaan, yang pada tataran tertinggi akan menghasilkan perilaku kolektif yang membudaya. Keteladanan merupakan contoh nyata yang kemudian memberikan pengaruh besar (penularan) kepada berbagai pihak lain untuk secara suka rela mengikuti hal yang sama.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa pahlawannya. Bangsa yang kuat adalah bangsa yang setiap saat terinspirasi oleh nilai kejuangan para pahlawannya. Persolan daya saing olahraga yang belum sesuai dengan harapan publik saat ini, pasti bukan karena kita kekurangan sumberdaya olahraga, (mungkin) lebih disebabkan karena kita selama ini sebagai bangsa kurang serius dan kurang bersungguh-sungguh dalam meneladani nilai kepahlawanan.
Nilai kepahlawanan yang sesungguhnya ditumbuhkan dengan mengakselerasi keteladanan di berbagai lini, dengan mengikis aneka sikap “sok pahlawan” atau “pahlawan kesiangan” yang mungkin masih sering muncul dalam semesta keolahragaan kita. Selamat Hari Pahlawan Nasional
(bmm)