Maman PKB: Pelibatan TNI dalam Urusan Beragama Buka Ruang Otorianisme

Rabu, 08 Juli 2020 - 08:00 WIB
loading...
Maman PKB: Pelibatan TNI dalam Urusan Beragama Buka Ruang Otorianisme
Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKB Maman Imanulhaq. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR Maman Imanulhaq menentang keras rencana pelibatan TNI dalam urusan beragama warga negara sebagaimana disampaikan Juru Bicara Kementerian Agama Oman Fathurahman.

Maman mengatakan, rencana pelibatan TNI AD untuk mengurus peningkatan kerukunan umat beragama hingga ke pelosok daerah di Indonesia bertentangan dengan prinsip demokrasi, HAM, dan agenda reformasi sektor keamanan serta UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI (UU TNI).

Pertama, kata Maman, pelibatan TNI dalam mengurus kerukunan beragama adalah suatu pendekatan yang keliru. Sebab pelibatan TNI dalam pendekatan keamanan justru berpotensi memunculkan pelanggaran HAM.

(Baca: Bukan Menag, PKB Sebut Dua Menteri Ini Lebih Layak Dicopot Jokowi)

“Pendekatan keamanan membuka ruang otoritarianisme karena pemerintah akan lebih mengutamakan stabilitas melalui pendekatan represif dibandingkan dialogis,” tutur Maman, Selasa (7/7/2020).

Menurut politikus PKB ini, tidak ada argumen yang kuat dan masuk akal bagi Kementerian Agama untuk melibatkan TNI dalam program kerukunan umat beragama. Karena nyatanya peningkatan kerukunan umat beragama selama ini lebih efektif dilakukan dengan cara-cara dialogis dibandingkan dengan pendekatan represif.

“Pendekatan represif hanya memunculkan kerukunan semu dan akhirnya menjadi bom waktu konflik sosial yang lebih besar sebagaimana di masa Orde Baru,” katanya.

(Baca: Menag: 11.998 Madrasah Tak Punya Jaringan Listrik)

Pendekatan yang menitikberatkan pada aspek keamanan, menurut Maman, sangat potensial melanggengkan diskriminasi terhadap kelompok minoritas agama atau keyakinan yang selama ini sudah terjadi atas mereka.

Dikatakan Maman, rencana pelibatan TNI membantu Kemenag dalam urusan peningkatan kerukunan umat beragama sejatinya juga bertentangan dengan amanat Reformasi 1998 yakni penghapusan Dwifungsi (peran sosial-politik) ABRI.

(Baca: DPR Dukung Alokasi Rp 2,6 T untuk Ponpes dan Lembaga Pendidikan Islam Terdampak COVID-19)

”Pemerintah sebaiknya fokus pada sejumlah agenda reformasi TNI yang tersisa seperti pembentukan aturan main OMSP dalam kerangka tugas perbantuan, reformasi peradilan militer, restrukturisasi Komando Teritorial, pemenuhan kebutuhan alutsista modern, kesejahteraan prajurit dan lain lain ketimbang menarik-narik TNI kembali dalam peran sosial-politik,” katanya.

Karena itu, menurut Maman, lebih baik mengoptimalkan kinerja Kementerian Agama dan tokoh-tokoh informal di tengah masyarakat baik tokoh agama, tokoh adat, dan pemuda.
(muh)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.0048 seconds (0.1#10.140)