Pahlawan juga Takut
loading...
A
A
A
Prof Ahmad Zainul Hamdi
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya
RONALD REAGEN, mantan Presiden Amerika Serikat, suatu kali pernah berkata: "Heroes may not be braver than anyone else. They are just braver five minutes longer". (Pahlawan mungkin bukan orang yang lebih berani dibanding orang lain. Mereka hanya lebih berani lima menit lebih lama).
Ketika kecil, kita mendengar atau membaca kisah-kisah kepahlawanan. Kisah-kisah itu kita cerap dan membentuk gambar sosok pahlawan yang tidak memiliki ketakutan dalam menghadapi seribu musuh sekalipun sendirian.
Gambar sosok pahlawan di imajinasi kita adalah manusia yang entah bagaimana memiliki kekuatan super yang karenanya dia tidak bisa mati. Daging dan tulangnya adalah tempaan baja yang tak bisa ditembus senjata.
Baca Juga: koran-sindo.com
Keberaniannya membuat kita tak bisa membedakannya dengan kenekatan. Tapi kenekatannya bisa diterima karena dia bukanlah manusia biasa. Gambaran sosok pahlawan seperti itu akhirnya dipuasi dengan film-film superhero.
Sebegitu melekatnya sosok superhero hingga dalam kehidupan nyata, kita tidak jarang berharap sungguh-sungguh ada superhero yang sekali kibas bisa menyelesaikan masalah. Imajinasi telah berhasil menyelesaikan ketakutan-ketakutan dalam diri kita untuk bertindak dalam kehidupan nyata.
Padahal, dalam kehidupan nyata, pahlawan itu adalah manusia biasa. Mereka berdaging dan bertulang seperti yang kita miliki, yang merasa sakit saat tertusuk jarum, yang berdarah saat teriris silet.
Yang membedakan orang biasa dengan pahlawan bukan pada kesaktiannya, juga bukan karena ketiadaan rasa takut. Tapi bagaimana melampaui rasa takut itu.
Mengapa seorang pahlawan memiliki keberanian "lima menit" lebih lama dari kita? Itu karena dia meletakkan dirinya tidak sekadar untuk memuasi kepentingannya dan keselamatannya sendiri. Ada rasa tanggung jawab terhadap kebaikan bersama yang harus diperjuangkan.
Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (Uinsa) Surabaya
RONALD REAGEN, mantan Presiden Amerika Serikat, suatu kali pernah berkata: "Heroes may not be braver than anyone else. They are just braver five minutes longer". (Pahlawan mungkin bukan orang yang lebih berani dibanding orang lain. Mereka hanya lebih berani lima menit lebih lama).
Ketika kecil, kita mendengar atau membaca kisah-kisah kepahlawanan. Kisah-kisah itu kita cerap dan membentuk gambar sosok pahlawan yang tidak memiliki ketakutan dalam menghadapi seribu musuh sekalipun sendirian.
Gambar sosok pahlawan di imajinasi kita adalah manusia yang entah bagaimana memiliki kekuatan super yang karenanya dia tidak bisa mati. Daging dan tulangnya adalah tempaan baja yang tak bisa ditembus senjata.
Baca Juga: koran-sindo.com
Keberaniannya membuat kita tak bisa membedakannya dengan kenekatan. Tapi kenekatannya bisa diterima karena dia bukanlah manusia biasa. Gambaran sosok pahlawan seperti itu akhirnya dipuasi dengan film-film superhero.
Sebegitu melekatnya sosok superhero hingga dalam kehidupan nyata, kita tidak jarang berharap sungguh-sungguh ada superhero yang sekali kibas bisa menyelesaikan masalah. Imajinasi telah berhasil menyelesaikan ketakutan-ketakutan dalam diri kita untuk bertindak dalam kehidupan nyata.
Padahal, dalam kehidupan nyata, pahlawan itu adalah manusia biasa. Mereka berdaging dan bertulang seperti yang kita miliki, yang merasa sakit saat tertusuk jarum, yang berdarah saat teriris silet.
Yang membedakan orang biasa dengan pahlawan bukan pada kesaktiannya, juga bukan karena ketiadaan rasa takut. Tapi bagaimana melampaui rasa takut itu.
Mengapa seorang pahlawan memiliki keberanian "lima menit" lebih lama dari kita? Itu karena dia meletakkan dirinya tidak sekadar untuk memuasi kepentingannya dan keselamatannya sendiri. Ada rasa tanggung jawab terhadap kebaikan bersama yang harus diperjuangkan.