Kemenkominfo: RUU KUHP Momentum Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia

Senin, 07 November 2022 - 13:44 WIB
loading...
Kemenkominfo: RUU KUHP Momentum Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
Koordinator Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Kemenkominfo Filmon Warouw membuka Sosialisasi RUU KUHP. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Perwujudan negara hukum berlandaskan Pancasila memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis melalui upaya pembangunan hukum. Salah satu proses pembangunan hukum yang sedang dilakukan pemerintah adalah dengan merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ).

"Upaya pemerintah merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat," kata

Koordinator Informasi dan Komunikasi Hukum dan HAM, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Filmon Warouw saat membuka Sosialisasi RUU KUHP di Semarang dikutip, Senin (7/11/2022).



Filmon yang mewakili Direktur Informasi Komunikasi Politik, Hukum dan Keamanan, Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Kominfo Bambang Gunawan mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Kemenko Polhukam dan Kemenkumham telah melakukan Kick Off Dialog Publik RUU KUHP, beberapa waktu lalu. Dialog publik bertujuan memberikan pemahaman kepada masyarakat serta membuka ruang dialog untuk menghimpun masukan terhadap draft RUU KUHP sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Kominfo bersama tim RUU KUHP juga giat melaksanakan public hearing Sosialisasi RUU KUHP sebagai pemenuhan persyaratan Pasal 96 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal tersebut guna menjalankan amanat Mahkamah Konstitusi (MK) terkait partisipasi publik yang bermakna atau meaningfull participation.



"Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP kepada elemen-elemen publik. Semoga acara ini membawa manfaat yang besar dan positif bagi kita, masyarakat, dan negara," kata Filmon.

Guru Besar Universitas Negeri Semarang (Unnes) Benny Riyanto menambahkan, saat ini KUHP sudah berusia lebih dari 100 tahun. Karena itu, RUU KUHP menjadi momentum melakukan pembaruan hukum pidana. "Saya harap tahun ini, pada masa sidang terakhir DPR, RUU KUHP bisa disahkan menjadi undang-undang," katanya.

Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Harkristuti Harkrisnowo menjelaskan lima misi RUU KUHP. Pertama, rekodifikasi terbuka dan terbatas. “Sekitar 75-80% KUHP yang sekarang digunakan tetap dipertahankan akan tetapi ditambahkan pada bab terakhir yaitu bab 34, tindak-tindak pidana khusus tapi yang diambil hanya core crimes saja, terbuka karena masih membuka untuk tindak pidana lain tapi terbatas dengan serangkaian prasyarat KUHP yang termasuk tindak pidana khusus yaitu terorisme, pelanggaran HAM berat, narkotika, korupsi, dan money laundering,” katanya.

Tuti menyatakan misi kedua yaitu demokratisasi. Ketiga, aktualisasi yaitu ketentuan yang mewadahi kondisi yang sedang terjadi saat ini, keempat, modernisasi yang mengacu pada perkembangan dalam dunia internasional khususnya ketentuan yang sudah dirumuskan dalam Treaty Bodies. Dan, terakhir yaitu harmonisasi agar KUHP tidak menyalip dan saling melengkapi satu sama lain.

Selain itu, Tuti juga menjelaskan tentang pedoman pemidanaan. Pertama, pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan derajat manusia. Kedua, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan. Ketiga, jika terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.

Sementara, Dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang, Ali Masyhar menjelaskan ada 14 isu krusial dalam RUU KUHP. Menurutnya, hukum diposisikan tertinggal dengan fakta sosial pada ranah hukum tertulis, namun KUHP mengedepankan hukum living law, maka tidak ada hukum yang tertinggal dengan fakta sosial karena hukum pre-existence atau hidup bersama dengan masyarakat. "Hukum jangan terlalu tertinggal, harus selalu bersama masyarakat," katanya.

Selain itu, ada 6 alasan untuk perubahan KUHP yaitu alasan politik, sosiologis, filosofis, praktis, adaptif, dan sistematis. Ali menegaskan, secara filosofis KUHP bukan dilahirkan dari bangsa Indonesia sehingga tidak selaras dengan jiwa Pancasila. Karena itu KUHP harus diubah sesuai filosofi Indonesia yaitu Pancasila.

Sosialisasi ini diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RUU KUHP kepada elemen-elemen publik. Selain pemaparan materi, acara juga diikuti oleh sesi tanya jawab oleh para peserta dan social media challenge dengan tema testimoni mengenai RUU KUHP.

Acara yang diikuti oleh sekitar 110 orang peserta luring dan 380 orang peserta daring ini diselenggarakan secara hybrid di Universitas Negeri Semarang, Jawa Tengah dan melalui aplikasi Zoom, serta dapat disaksikan ulang kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo.
(cip)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1778 seconds (0.1#10.140)