Kisah Jenderal TNI Subagyo HS Pernah Ditertawakan, Akhirnya Jadi Danjen Kopassus hingga KSAD
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kisah Jenderal TNI (Purn) Subagyo HS pernah ditertawakan ketika mengungkapkan keinginannya menjadi jenderal akan diulas dalam artikel ini. Namun, ledekan itu membuat Subagyo HS menjadi Danjen Kopassus hingga KSAD atau Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Kala itu, Subagyo HS atau Subagyo Hadi Siswoyo berkumpul dengan teman-teman lamanya seraya makan bakmi goreng di Kauman, Yogyakarta. Ketika itu, pangkat Subagyo HS masih letnan kolonel sebagai perwira menengah Kopassus.
Saat berkumpul dengan teman-teman lamanya itu, Subagyo menyampaikan sebuah impiannya yang wajar sebenarnya bagi semua prajurit terutama dari lulusan akademi militer, yakni ingin menjadi jenderal suatu saat nanti. “Mendengar itu (cita-cita Subagyo), rekan-rekannya spontan menanggapi dengan nada sinis dibarengi gelak tawa,” ujar Carmelia Sukmawati dalam buku ’Subagyo HS KASAD dari Piyungan’, dikutip Selasa (7/12/2021).
Pasalnya, teman-teman lamanya Subagyo HS tahu betul latar belakang serdadu berkumis lebat itu, dari mana berasal dan siapa orangtuanya. Sehingga, cita-cita seorang anak desa itu dianggap terlalu muluk oleh teman-teman lamanya.
Rosil, salah seorang teman Subagyo mengungkapkan bahwa tidak ada yang percaya dengan omongan Subagyo ketika itu. Rosil (kelak menjadi pengusaha di Yogyakarta) yang merupakan aktivis Muhammadiyah ini sahabat karib Subagyo sekaligus tempat bertanya mengenai hal-hal rohaniah.
"Waktu itu Subagyo sudah sangat yakin dirinya akan bisa menjadi jenderal. Tapi teman-temannya tidak ada yang percaya. Bagaimana mungkin dia bisa mewujudkan impiannya itu, kami tahu latar belakangnya,” ungkapnya.
Subagyo HS adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Yakub Hadiswoyo dan Sukiyah. Yakub dikenal sebagai juru penerang yang bekerja pada Djawatan Penerangan, sedangkan Sukiyah berjualan di pasar untuk membantu ekonomi keluarga.
Rumah mereka berlantai tanah dengan dinding gedek alias anyaman bambu. Kondisi ekonomi keluarga Hadisiswoyo tergolong biasa-biasa saja untuk ukuran masyarakat desa pada masanya.
Subagyo HS lahir pada 12 Juni 1946 di Desa Piyungan, Kabupaten Bantul atau sekitar 15 kilometer arah timur Yogyakarta. Namanya saat lahir hanya Subagyo tanpa embel-embel Hadisiswoyo. Su berarti lebih, bagyo diartikan bahagia.
Dengan latar belakang itu, Subagyo merasa tersinggung ketika impiannya untuk menjadi jenderal ditertawakan kawan-kawannya. Sebab, awalnya dia berharap impiannya itu didukung dan didoakan kawan-kawannya.
Namun, Subagyo menjadikan itu sebagai cambuk baginya untuk membuktikan impiannya tersebut bukanlah omong kosong. “Sok, aku dadi bintang papat (besok, aku jadi bintang empat),” kata Bagyo, lulusan Akabri 1970 ini dalam hati.
Memasuki Mei 1994 atau tiga windu mengabdi di militer, Kolonel Inf Subagyo mendapatkan promosi kenaikan pangkat. Bagyo tembus bintang satu alias brigadir jenderal (brigjen).
Hal itu sekaligus mencatatkan Bagyo sebagai lulusan pertama lichting 70 yang pecah bintang. Karier Subagyo makin bersinar.
ABRI kembali melakukan mutasi besar-besaran pada akhir Agustus 1994. Subagyo yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi Angkatan Darat (Kadispamad) tanpa diduga ditunjuk sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) atau orang nomor satu di Korps Baret Merah.
Penunjukkan Subagyo itu mengejutkan banyak pihak. Betapa tidak, nama Subagyo jauh dari bursa calon Danjen Kopassus ketika itu. Subagyo juga tak menyangka.
“Sewaktu masih kolonel dan menjadi Komandan Grup A Paswalpres (kini Paspampres), Subagyo mendukung Asisten Operasi Kopassus saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk menjadi Danjen Kopassus,” ujar Carmelita.
Dalam bayangan Subagyo, jika Luhut Pandjaitan menjadi Danjen Kopassus, dia berharap bisa menjadi salah satu Panglima Divisi Kostrad. Namun, yang terjadi tidak demikian.
Luhut Pandjaitan adalah rekan seangkatan Subagyo di Akabri 70 sekaligus peraih Adhi Makayasa. Subagyo menggantikan seniornya, Brigjen TNI Agum Gumelar.
Menurut Bagyo, menduduki jabatan tertinggi di Kopassus tentu kebanggaan. Subagyo lahir dan besar di pasukan elite tersebut, meskipun pada tujuh tahun terakhir sebelum jadi danjen, dia berkarier di struktur lain mulai Paswalpres, Bais ABRI, dan Dispamad.
Subagyo menjabat Danjen Kopassus hanya setahun, periode 1994-1995. Kariernya pun terus naik. Subagyo menjabat Pangdam IV/Diponegoro pada periode 1995-1997.
Kemudian, tentara dari Piyungan ini ditunjuk sebagai wakil KSAD pada pertengahan Juni 1997. Promosi pada 1997 itu mengembuskan kabar lain.
Banyak yang menyebut mereka yang dipromosikan kebanyakan jenderal yang dekat dengan Soeharto. Ini berlaku juga bagi Subagyo yang pernah bertahun-tahun menjadi pengawal Pak Harto atau Soeharto.
Dengan kata lain, mereka yang dekat dengan Cendana pasti dianggap bakal bersinar terang. Anggapan itu banyak benarnya, namun tidak semuanya bernasib sama.
“Jangan keliru, tidak semua yang dikenal Pak Harto menjadi orang penting. Karena lewat perkenalan itu Pak Harto berkesimpulan, orang-orang itu tidak bisa diberi beban lebih besar dari yang diberikan ketika mereka berada di sekitar Pak Harto,” ujar Salim Said dalam buku ‘Wawancara tentang Tentara dan Politik’.
Subagyo mencapai puncak karier di kemiliteran pada 16 Februari 1998. Presiden Soeharto melantik Subagyo sebagai KSAD di Istana Negara, Jakarta.
Subagyo menggantikan seniornya, Jenderal TNI Wiranto, yang ditunjuk sebagai Panglima TNI. Impian tentara berjuluk Bima itu akhirnya terbukti.
Subagyo benar-benar meraih empat bintang emas di pundaknya alias jenderal. Prajurit komando itu menjadi orang nomor satu di angkatan darat (AD) hingga 20 November 1999.
Subagyo dianggap sebagai sosok panutan oleh Mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Prabowo banyak belajar dari Subagyo, di antaranya sifat yang ramah, jiwa loyal, setia, serta selalu membela anak buah.
“Saya kira tidak keliru kalau orang-orang memberi julukan beliau sebagai Bima. Mungkin tampanya garang dengan kumis lebat, tapi beliau selalu senyum bahkan ramah dan selalu penuh humor,” ujar Prabowo dalam biografinya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto’.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
Kala itu, Subagyo HS atau Subagyo Hadi Siswoyo berkumpul dengan teman-teman lamanya seraya makan bakmi goreng di Kauman, Yogyakarta. Ketika itu, pangkat Subagyo HS masih letnan kolonel sebagai perwira menengah Kopassus.
Saat berkumpul dengan teman-teman lamanya itu, Subagyo menyampaikan sebuah impiannya yang wajar sebenarnya bagi semua prajurit terutama dari lulusan akademi militer, yakni ingin menjadi jenderal suatu saat nanti. “Mendengar itu (cita-cita Subagyo), rekan-rekannya spontan menanggapi dengan nada sinis dibarengi gelak tawa,” ujar Carmelia Sukmawati dalam buku ’Subagyo HS KASAD dari Piyungan’, dikutip Selasa (7/12/2021).
Pasalnya, teman-teman lamanya Subagyo HS tahu betul latar belakang serdadu berkumis lebat itu, dari mana berasal dan siapa orangtuanya. Sehingga, cita-cita seorang anak desa itu dianggap terlalu muluk oleh teman-teman lamanya.
Rosil, salah seorang teman Subagyo mengungkapkan bahwa tidak ada yang percaya dengan omongan Subagyo ketika itu. Rosil (kelak menjadi pengusaha di Yogyakarta) yang merupakan aktivis Muhammadiyah ini sahabat karib Subagyo sekaligus tempat bertanya mengenai hal-hal rohaniah.
"Waktu itu Subagyo sudah sangat yakin dirinya akan bisa menjadi jenderal. Tapi teman-temannya tidak ada yang percaya. Bagaimana mungkin dia bisa mewujudkan impiannya itu, kami tahu latar belakangnya,” ungkapnya.
Subagyo HS adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Yakub Hadiswoyo dan Sukiyah. Yakub dikenal sebagai juru penerang yang bekerja pada Djawatan Penerangan, sedangkan Sukiyah berjualan di pasar untuk membantu ekonomi keluarga.
Rumah mereka berlantai tanah dengan dinding gedek alias anyaman bambu. Kondisi ekonomi keluarga Hadisiswoyo tergolong biasa-biasa saja untuk ukuran masyarakat desa pada masanya.
Subagyo HS lahir pada 12 Juni 1946 di Desa Piyungan, Kabupaten Bantul atau sekitar 15 kilometer arah timur Yogyakarta. Namanya saat lahir hanya Subagyo tanpa embel-embel Hadisiswoyo. Su berarti lebih, bagyo diartikan bahagia.
Dengan latar belakang itu, Subagyo merasa tersinggung ketika impiannya untuk menjadi jenderal ditertawakan kawan-kawannya. Sebab, awalnya dia berharap impiannya itu didukung dan didoakan kawan-kawannya.
Namun, Subagyo menjadikan itu sebagai cambuk baginya untuk membuktikan impiannya tersebut bukanlah omong kosong. “Sok, aku dadi bintang papat (besok, aku jadi bintang empat),” kata Bagyo, lulusan Akabri 1970 ini dalam hati.
Memasuki Mei 1994 atau tiga windu mengabdi di militer, Kolonel Inf Subagyo mendapatkan promosi kenaikan pangkat. Bagyo tembus bintang satu alias brigadir jenderal (brigjen).
Hal itu sekaligus mencatatkan Bagyo sebagai lulusan pertama lichting 70 yang pecah bintang. Karier Subagyo makin bersinar.
ABRI kembali melakukan mutasi besar-besaran pada akhir Agustus 1994. Subagyo yang menjabat sebagai Kepala Dinas Pengamanan dan Sandi Angkatan Darat (Kadispamad) tanpa diduga ditunjuk sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) atau orang nomor satu di Korps Baret Merah.
Penunjukkan Subagyo itu mengejutkan banyak pihak. Betapa tidak, nama Subagyo jauh dari bursa calon Danjen Kopassus ketika itu. Subagyo juga tak menyangka.
“Sewaktu masih kolonel dan menjadi Komandan Grup A Paswalpres (kini Paspampres), Subagyo mendukung Asisten Operasi Kopassus saat itu, Luhut Binsar Pandjaitan, untuk menjadi Danjen Kopassus,” ujar Carmelita.
Dalam bayangan Subagyo, jika Luhut Pandjaitan menjadi Danjen Kopassus, dia berharap bisa menjadi salah satu Panglima Divisi Kostrad. Namun, yang terjadi tidak demikian.
Luhut Pandjaitan adalah rekan seangkatan Subagyo di Akabri 70 sekaligus peraih Adhi Makayasa. Subagyo menggantikan seniornya, Brigjen TNI Agum Gumelar.
Menurut Bagyo, menduduki jabatan tertinggi di Kopassus tentu kebanggaan. Subagyo lahir dan besar di pasukan elite tersebut, meskipun pada tujuh tahun terakhir sebelum jadi danjen, dia berkarier di struktur lain mulai Paswalpres, Bais ABRI, dan Dispamad.
Subagyo menjabat Danjen Kopassus hanya setahun, periode 1994-1995. Kariernya pun terus naik. Subagyo menjabat Pangdam IV/Diponegoro pada periode 1995-1997.
Kemudian, tentara dari Piyungan ini ditunjuk sebagai wakil KSAD pada pertengahan Juni 1997. Promosi pada 1997 itu mengembuskan kabar lain.
Banyak yang menyebut mereka yang dipromosikan kebanyakan jenderal yang dekat dengan Soeharto. Ini berlaku juga bagi Subagyo yang pernah bertahun-tahun menjadi pengawal Pak Harto atau Soeharto.
Dengan kata lain, mereka yang dekat dengan Cendana pasti dianggap bakal bersinar terang. Anggapan itu banyak benarnya, namun tidak semuanya bernasib sama.
“Jangan keliru, tidak semua yang dikenal Pak Harto menjadi orang penting. Karena lewat perkenalan itu Pak Harto berkesimpulan, orang-orang itu tidak bisa diberi beban lebih besar dari yang diberikan ketika mereka berada di sekitar Pak Harto,” ujar Salim Said dalam buku ‘Wawancara tentang Tentara dan Politik’.
Subagyo mencapai puncak karier di kemiliteran pada 16 Februari 1998. Presiden Soeharto melantik Subagyo sebagai KSAD di Istana Negara, Jakarta.
Subagyo menggantikan seniornya, Jenderal TNI Wiranto, yang ditunjuk sebagai Panglima TNI. Impian tentara berjuluk Bima itu akhirnya terbukti.
Subagyo benar-benar meraih empat bintang emas di pundaknya alias jenderal. Prajurit komando itu menjadi orang nomor satu di angkatan darat (AD) hingga 20 November 1999.
Subagyo dianggap sebagai sosok panutan oleh Mantan Danjen Kopassus Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto. Prabowo banyak belajar dari Subagyo, di antaranya sifat yang ramah, jiwa loyal, setia, serta selalu membela anak buah.
“Saya kira tidak keliru kalau orang-orang memberi julukan beliau sebagai Bima. Mungkin tampanya garang dengan kumis lebat, tapi beliau selalu senyum bahkan ramah dan selalu penuh humor,” ujar Prabowo dalam biografinya “Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letjen TNI (Purn) Prabowo Subianto’.
Lihat Juga: Cerita Mahfud MD Dikawal 2 Anggota Sat-81/Gultor Kopassus Anak Buah Luhut saat Konflik Cicak Vs Buaya
(rca)