Tindak Tegas Produsen Obat Maut

Kamis, 27 Oktober 2022 - 11:35 WIB
loading...
Tindak Tegas Produsen Obat Maut
Pengawasan obat-obatan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus lebih diperketat demi menghindari terulangnya kasus gagal ginjal akut pada anak-anak yang diduga disebabkan oleh kandungan berbahaya pada obat sirop. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
A A A
KASUS gagal ginjal akut yang dialami anak-anak di negeri ini terus bertambah. Hingga Selasa 25 Oktober 2022 mencapai 255 kasus, dengan jumlah 143 anak meninggal. Artinya mortality rate sudah melebihi 50%.

Kasus tersebut tentunya tak bisa dianggap remeh atau biasa-biasa saja. Sebab, berpotensi terus bertambah jika tak disikapi dnegan bijak melalui pengawasan yang ketat. Pemerintah sejatinya sudah mengidentifikasi penyebab dari penyakit yang merenggut nyawa ratusan generasi masa depan itu.

Baca Juga: koran-sindo.com

Diduga berasal dari obat-obatan jenis sirop. Bahkan, yakni Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga sudah mengidentifikasi produsen obat batuk yang diduga menjadi penyebab masalah gagal ginjal akut pada anak.

Obat batuk yang diproduksi disebut mengandung zat berbahaya seperti Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE).

Berdasarkan penelusuran pihak berwenang, kandungan tiga zat berbahaya itu ditemukan tidak hanya dalam konsentrasi sebagai kontaminan pada obat yang diproduksi produsen obat, tetapi kandungannya sangat tinggi hingga bisa dikategorikan sebagai racun.

Pemerintah pun memastikan kasus gagal ginjal akut bukan akibat paparan bakteri atau virus dan diduga tak ada kaitannya dengan Covid-19. Saat ini, jumlah pasien anak yang mengidap gagal ginjal akut tersebar di 26 provinsi. Ada delapan provinsi yang berkontribusi 80% dari kasus ini, yakni DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatra Barat, Bali, Banten dan Sumatra Utara.

Langklah mitigasi pemerintah yang menarik izin untuk 1.100 lebih obat yang diduga menyebabkan gagal ginjal akut adalah sangat tepat. Namun demikian, dengan ribuan jenis dan merek, tentu pemerintah maupun BPOM harus mengumumkan merek-merek obat yang ditarik.

Selain itu, perlu pengawasan yang ketat dalam proses penarikannya dari pasar. Dengan melibatkan aparat keamanan, hingga pemerintah daerah. Jika tidak dilakukan, obat-obat tersebut berpotensi untuk diedarkan di pasar gelap.

Akses yang mudah terhadap pembelian obat yang masuk kategori obat bebas bisa memicu lonjakan jumlah kasus. Terlebih literasi masyarakat terhadap kesehatan masih minim. Ditambah akses masyarakat ke fasilitas kesehatan masih terkendala banyak hal. Salah satunya yakni masalah biaya kesehatan.

Sudah menjadi kelaziman jika menginginkan layanan kesehatan yang bermutu, maka masyarakat harus mengeluarkan biaya ekstra. Fasilitas jaminan kesehatan, meskipun memberikan manfaat untuk penyakit kategori kritis, tidak demikian dengan penyakit kategori ringan. Masyarakat kerap dihadapkan pada ketiadaan pilihan dengan mengonsumsi obat-obatan yang disediakan oleh fasilitas kesehatan.

Pemerintah maupun pihak berwenang wajib mengumumkan merek, produsen dan wilayah edar obat-obatan maut tersebut kepada masyarakat. Hal itu penting agar masyarakat semakin waspada dan tak sembarang memberikan obat kepada anak-anak.

Peningkatan literasi kesehatan kepada masyarakat juga sangat penting dilakukan, Sejauh ini, khususnya di daerah, banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri dengan membeli obat-obat yang dijual bebas di apotik, warung maupun toko obat. Padahal, pengobatan membutuhkan pendampingan dari tenaga medis. Karena menyangkut penyakit apa yang diderita, dosis obat yang aman dan tepat juga durasi pengobatannya.

Berdasarkan hipotesis awal Dinkes Provinsi DKI Jakarta, mengatakan gagal ginjal akut ini ada hubungannya dengan faktor sosio-ekonomi, konsumsi obat, dan riwayat penyakit.

Masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai gejala awal dari penyakit gagal ginjal akut tersebut. Sehingga bisa segera mendapatkan perawatan oleh tenaga medis. Dari evaluasi DInkes Provinsi DKI Jakarta, gejalanya diawali dengan demam hingga intensitas buang air kecil yang berkurang. Gejala gagal ginjal akut yang paling banyak dikeluhkan adalah demam, lemas, muntah, dan penurunan kesadaran.

Gejala lain seperti kehilangan nafsu makan, diare, warna urine keruh seperti air teh, dan terdapat bengkak di beberapa bagian tubuh. Para orangtua pun diminta mengawasi kondisi anak apabila dalam 10 hari terakhir mengonsumsi sirop.

Membunyikan alarm kewaspadaan sangat penting bagi masyarakat. Kasus gagal ginjal akut yang diduga akibat obat-obatan jenis sirop itu tentu bisa menjadi pintu pembuka bagi kemungkinan penggunaan zat-zat berbahaya lain yang melebihi ambang batas dalam kandungan obat. Sudah saatnya pemerintah memperketat akses obat-obatan oleh masyarakat.

Termasuk obat-obatan golongan keras seperti antibiotik. Jika di luar negeri untuk mengakses antibiotik harus menggunakan resep dokter, tak demikian di dalam negeri. Masyarakat bisa mengakses antibiotik dan membelinya di apotek, warung hingga toko obat dengan bebas dan leluasa. Karenanya, diperlukan ketegasan dan kebijakan yang komprehensif untuk menjaga keselamatan masyarakat.
(bmm)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1974 seconds (0.1#10.140)