Tantangan Dunia Kedokteran di Indonesia
loading...
A
A
A
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) boleh jadi merupakan salah satu organisasi profesi yang paling menantang dalam menjalankan profesinya. Aneka risiko besar harus dihadapi karena selalu saja ada kasus kesehatan yang muncul dan menuntut para dokter untuk berjibaku menyelesaikannya.
Yang teranyar, munculnya penyakit ginjal akut pada anak yang hingga Jumat (21/10) telah menyebabkan 133 anak meninggal dunia. Adapun keseluruhan kasus yang terjadi di sejumlah daerah mencapai 241 kasus. Dengan demikian, rasio kematian dari penyakit ini mencapai 55%. Sungguh angka yang luar biasa besar.
Sebelumnya, pada 2020 lalu, para dokter juga harus berjibaku mengahadapi virus Covid-19 yang menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan, tak sedikit dokter di Tanah Air dan tenaga medis yang meninggal dunia bersama 150.000 lebih korban lainnya.
Pada kasus Covid-19, dunia kedokteran saat itu benar-benar diuji karena virus korona yang dihadapi menyebar begitu cepat. Alhasil penanganannya pun memerlukan upaya ekstra dan melibatkan semua stakeholder. Beruntung, saat ini kasus korona mulai melandai meski status pendemi masih belum dinyatakan secara resmi berakhir oleh otoritas kesehatan global.
Pada kasus gagal ginjal anak, tantangan muncul bagi para tenaga medis karena dari kasus tersebut otoritas terkait masih mencari penyebab pasti munculnya penyakit itu. Memang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyatakan bahwa penyakit ginjal akut ini ditengarai akibat kandungan obat yang dikonsumsi anak-anak tersebut mengandung senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG).
Namun, dugaan awal tersebut sepertinya masih perlu diteliti lebih lanjut melibatkan pihak lain seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang fungsinya memang menjadi 'wasit' bagi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Jika benar senyawa kimia itu menjadi penyebab ginjal akut, harus ada langkah cepat untuk mengatasinya.
Pekan lalu, pemerintah telah menarik lima jenis obat sirop dari peredaran yakni Termorex Sirup (obat demam), Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam). Langkah ini merupakan tindak lanjut dari temuan adanya bahan-bahan berbahaya yang berpengaruh ke ginjal anak-anak.
Namun, penarikan obat saja jelas tidak cukup karena seyogianya untuk menentukan penyebab suatu penyakit mesti ada tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan. Untuk itu, kiranya sangat penting juga untuk mengetahui jenis asupan obat atau makanan lain yang dikonsumsi oleh bayi yang terjangkit penyakit ginjal akut tersebut. Karena bukan tidak mungkin ada zat atau senyawa lain yang berbahaya dan masuk ke dalam tubuh anak-anak.
Kembali ke tantangan bagi para dokter sebagaimana disampaikan di awal, sudah saatnya para pemangku kepentingan di sektor kesehatan juga turut membantu agar kita bisa menghasilkan dokter-dokter yang berkompeten dan profesional.
Ini penting mengingat tiga tahun ke depan, tepatnya mulai 2025, negara ini bukan tidak mungkin harus bersaing dengan dokter luar negeri sejalan dengan masuknya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang memungkinkan dokter asing bisa bebas masuk membuka praktik di Indonesia.
Yang teranyar, munculnya penyakit ginjal akut pada anak yang hingga Jumat (21/10) telah menyebabkan 133 anak meninggal dunia. Adapun keseluruhan kasus yang terjadi di sejumlah daerah mencapai 241 kasus. Dengan demikian, rasio kematian dari penyakit ini mencapai 55%. Sungguh angka yang luar biasa besar.
Sebelumnya, pada 2020 lalu, para dokter juga harus berjibaku mengahadapi virus Covid-19 yang menyerang seluruh dunia termasuk Indonesia. Bahkan, tak sedikit dokter di Tanah Air dan tenaga medis yang meninggal dunia bersama 150.000 lebih korban lainnya.
Pada kasus Covid-19, dunia kedokteran saat itu benar-benar diuji karena virus korona yang dihadapi menyebar begitu cepat. Alhasil penanganannya pun memerlukan upaya ekstra dan melibatkan semua stakeholder. Beruntung, saat ini kasus korona mulai melandai meski status pendemi masih belum dinyatakan secara resmi berakhir oleh otoritas kesehatan global.
Pada kasus gagal ginjal anak, tantangan muncul bagi para tenaga medis karena dari kasus tersebut otoritas terkait masih mencari penyebab pasti munculnya penyakit itu. Memang, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menyatakan bahwa penyakit ginjal akut ini ditengarai akibat kandungan obat yang dikonsumsi anak-anak tersebut mengandung senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DG).
Namun, dugaan awal tersebut sepertinya masih perlu diteliti lebih lanjut melibatkan pihak lain seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang fungsinya memang menjadi 'wasit' bagi peredaran obat dan makanan di Indonesia. Jika benar senyawa kimia itu menjadi penyebab ginjal akut, harus ada langkah cepat untuk mengatasinya.
Pekan lalu, pemerintah telah menarik lima jenis obat sirop dari peredaran yakni Termorex Sirup (obat demam), Flurin DMP Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Cough Sirup (obat batuk dan flu), Unibebi Demam Sirup (obat demam), dan Unibebi Demam Drops (obat demam). Langkah ini merupakan tindak lanjut dari temuan adanya bahan-bahan berbahaya yang berpengaruh ke ginjal anak-anak.
Namun, penarikan obat saja jelas tidak cukup karena seyogianya untuk menentukan penyebab suatu penyakit mesti ada tahapan-tahapan tertentu yang dilakukan. Untuk itu, kiranya sangat penting juga untuk mengetahui jenis asupan obat atau makanan lain yang dikonsumsi oleh bayi yang terjangkit penyakit ginjal akut tersebut. Karena bukan tidak mungkin ada zat atau senyawa lain yang berbahaya dan masuk ke dalam tubuh anak-anak.
Kembali ke tantangan bagi para dokter sebagaimana disampaikan di awal, sudah saatnya para pemangku kepentingan di sektor kesehatan juga turut membantu agar kita bisa menghasilkan dokter-dokter yang berkompeten dan profesional.
Ini penting mengingat tiga tahun ke depan, tepatnya mulai 2025, negara ini bukan tidak mungkin harus bersaing dengan dokter luar negeri sejalan dengan masuknya era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang memungkinkan dokter asing bisa bebas masuk membuka praktik di Indonesia.