Apakah PSK Online dan Pengguna Jasanya Bisa Dipidana? Ini Penjelasannya
loading...
A
A
A
JAKARTA - PSK Online semakin menjamur seiring berkembangnya teknologi . Meski pihak kepolisian telah seringkali menertibkannya, PSK Online masih saja tetap ada. Lalu timbul pertanyaan, apakah PSK Online dan pengguna jasanya bisa dipidana?
Dilansir dari business-law.binus.ac.id, Dalam hukum pidana umum, persoalan prostitusi diatur hanya dalam 1 pasal, yaitu Pasal 298 KUHP.
Baca juga : Siasat PSK Online Pemain Baru Rangkul Pelanggan
Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasan dan mengambil keuntungan atas kegiatan cabul yang dilakukan oleh orang lain dan ancaman pidananya maksimum 1 tahun 4 bulan.
Namun pasal ini ditafsirkan oleh ahli hukum pidana Indonesia sebagai pasal yang mengancam para mucikari, germo atau pemilik dan pengelola rumah bordir. Sebab pasal ini hanya melarang segala bentuk dan praktik kegiatan melacurkan orang lain dan mendapatkan keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian.
Dengan begitu, sebuah tindakan prostitusi antara si PSK dengan para hidung belang bukanlah tindak pidana menurut hukum Indonesia. Jadi segala bentuk prostitusi yang dikelola sendiri macam PSK Online tidak akan kena pidana di Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu UU No. 11 Tahun 2008 pun tidak memberikan ancaman pidana atas sebuah tindakan pelacuran online yang dikelola oleh si prostitusi kepada pelanggan pelanggannya. Pasal 27 ayat (1) UU ITE memberikan ancaman hanya pada perbuatan yang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
Untuk informasi elektronik yang melanggar kesusilaan menurut tafsir dari ilmuwan hukum pidana di antaranya adalah berupa gambar, video, percakapan, animasi, sketsa yang mengandung konten kecabulan, persetubuhan, kekerasan seksual, alat kelamin.
Baca juga : 2 PSK Online Apartemen Enggan Pakai Mucikari, Ini Alasannya
Bagi para hidung belang, KUHP tidak mempersoalkan pelanggan yang membeli seks pada sebuah kegiatan prostitusi. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli seks pada sebuah kegiatan prostitusi bukanlah sebuah delik atau perbuatan yang melawan hukum, kecuali jika yang dibeli adalah anak-anak yang belum berusia 18 tahun.
Jika hal tersebut dilakukan maka perbuatan ini bisa diancam dengan UU Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002 Juncto UU No. 35 Tahun 2014). Sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP dengan ancaman pidana maksimum 9 bulan.
Namun delik zina ini adalah delik aduan, sehingga harus ada pengaduan dari pasangan yang syah yaitu suami atau istri pelaku zina. Jika tidak ada pengaduan, maka pembeli seks tersebut tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam KUHP tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK Online maupun PSK itu sendiri. Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK,germo, dan muncikari.
Dilansir dari business-law.binus.ac.id, Dalam hukum pidana umum, persoalan prostitusi diatur hanya dalam 1 pasal, yaitu Pasal 298 KUHP.
Baca juga : Siasat PSK Online Pemain Baru Rangkul Pelanggan
Dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasan dan mengambil keuntungan atas kegiatan cabul yang dilakukan oleh orang lain dan ancaman pidananya maksimum 1 tahun 4 bulan.
Namun pasal ini ditafsirkan oleh ahli hukum pidana Indonesia sebagai pasal yang mengancam para mucikari, germo atau pemilik dan pengelola rumah bordir. Sebab pasal ini hanya melarang segala bentuk dan praktik kegiatan melacurkan orang lain dan mendapatkan keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian.
Dengan begitu, sebuah tindakan prostitusi antara si PSK dengan para hidung belang bukanlah tindak pidana menurut hukum Indonesia. Jadi segala bentuk prostitusi yang dikelola sendiri macam PSK Online tidak akan kena pidana di Indonesia.
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yaitu UU No. 11 Tahun 2008 pun tidak memberikan ancaman pidana atas sebuah tindakan pelacuran online yang dikelola oleh si prostitusi kepada pelanggan pelanggannya. Pasal 27 ayat (1) UU ITE memberikan ancaman hanya pada perbuatan yang mendistribusikan, mentransmisikan, atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang melanggar kesusilaan.
Untuk informasi elektronik yang melanggar kesusilaan menurut tafsir dari ilmuwan hukum pidana di antaranya adalah berupa gambar, video, percakapan, animasi, sketsa yang mengandung konten kecabulan, persetubuhan, kekerasan seksual, alat kelamin.
Baca juga : 2 PSK Online Apartemen Enggan Pakai Mucikari, Ini Alasannya
Bagi para hidung belang, KUHP tidak mempersoalkan pelanggan yang membeli seks pada sebuah kegiatan prostitusi. Hal ini menunjukkan bahwa pembeli seks pada sebuah kegiatan prostitusi bukanlah sebuah delik atau perbuatan yang melawan hukum, kecuali jika yang dibeli adalah anak-anak yang belum berusia 18 tahun.
Jika hal tersebut dilakukan maka perbuatan ini bisa diancam dengan UU Perlindungan Anak (UU No. 23 Tahun 2002 Juncto UU No. 35 Tahun 2014). Sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP dengan ancaman pidana maksimum 9 bulan.
Namun delik zina ini adalah delik aduan, sehingga harus ada pengaduan dari pasangan yang syah yaitu suami atau istri pelaku zina. Jika tidak ada pengaduan, maka pembeli seks tersebut tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam KUHP tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pengguna PSK Online maupun PSK itu sendiri. Ketentuan KUHP hanya dapat digunakan untuk menjerat penyedia PSK,germo, dan muncikari.
(bim)