Mengakhiri Ketidakberdayaan Akibat Perangkap Covid-19

Senin, 06 Juli 2020 - 12:59 WIB
loading...
A A A
Jangankan mereka yang awam, para ahli medis dan ahli farmasi sekalipun nyaris tak berdaya. Akibatnya, sebagaimana sudah diketahui bersama, semua orang setiap harinya hanya bisa menyimak jumlah pertambahan kasus baru, jumlah pasien yang sembuh dan jumlah kematian. Amerika Serikat (AS), negeri adi daya dengan penguasaan teknologi kekinian yang mumpuni, bahkan menjadi negara yang tampak paling dan sangat lemah sepanjang durasi pandemi Covid-19 sekarang.

Bersama Brasil, AS tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus paling banyak, dengan rata-rata pertambahan kasus baru lebih dari 35.000 per hari. Hingga Senin (29/6), worldometers.info menyebutkan total kasus Covid-19 di AS sudah mencapai jumlah 2.637.077 pasien, dengan total kematian 128.437.

AS tidak berdaya karena gagal fokus, tidak antisipatif dan gagal menahan laju percepatan penularan. Seorang anggota gugus tugas penanganan Virus Corona di AS bahkan membuat perkiraan bahwa pertambahan kasus baru per hari bisa mencapai angka 100.000 dalam jangka dekat, jika tidak segera dilakukan koreksi kebijakan. Uni Eropa pun sudah menetapkan larangan bagi turis asal AS masuk wilayahnya.

Andalkan Akal Budi
Akibat ketidakberdayaan melawan virus Corona, para ahli mencari jalan pintas. Keluarlah rekomendasi penguncian, pembatasan sosial hingga karantina mandiri. Hanya itu alternatif yang tersedia. Dan, sebagaimana telah dipahami bersama, penguncian atau pembatasan sosial yang telah dilaksanakan sejak beberapa bulan lalu itu menyebabkan hampir semua motor penggerak ekonomi dimatikan.

Jalan pintas ini harus diambil karena komunitas global bersepakat untuk lebih memrioritaskan keselamatan dan kesehatan semua orang. Ketika kesepakatan tak tertulis ini dipraktikkan, semua orang tahu akan risiko teramat besar yang harus ditanggung bersama, yakni memburuknya kinerja perekonomian dunia.

Artinya, demi keselamatan semua orang, para perumus kebijakan di banyak negara dengan kesadaran penuh telah mengambil keputusan pahit yang menyebabkan perekonomian global terjerumus ke jurang resesi. Pandemi Covid-19 nyata-nyata memerangkap semua orang.

Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional (IMF) membarui proyeksinya tentang pertumbuhan ekonomi dunia. IMF menghitung bahwa perekonomian global tahun ini terkontraksi atau tumbuh negatif 4,9%. IMF juga memperkirakan kerugian skala global akibat pandemi virus corona mencapai 12 triliun dolar AS atau sekitar Rp168.000 triliun.

Perkiraan kerugian sebesar itu disebabkan perekonomian 95 persen negara di planet ini tumbuh negatif. Sebelumnya, atau pada April 2020, lembaga multilateral ini menyajikan perkiraan bahwa ekonomi dunia akan terkontraksi 3%.

Sedangkan Bank dunia juga telah menyajikan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini minus 5,2%. Tentang prospek Indonesia, gambarannya sudah dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Setelah masih bisa tumbuh positif di kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2020 bisa minus 3,1 persen.

Proyeksi para ahli itu menghadirkan gambaran wajah dunia yang serba suram, dan tentu saja menakutkan bagi banyak orang. Apalagi sudah dimunculkan perkiraan tentang lonjakan jumlah warga miskin.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1676 seconds (0.1#10.140)