Suhu Politik Memanas, Sikapi dengan Bijak
loading...
A
A
A
Pendidikan politik kepada masyarakat dapat menciptakan kehidupan demokrasi yang sehat dan mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas dan dewasa dalam berpolitik.
Pemilih rasional yang cerdas dan kritis secara sederhana dapat digambarkan sebagai pemilih yang bukan saja memiliki pengetahuan dan kesadaran elektoral melainkan juga bebas dari berbagai bentuk intimidasi.
Memiliki daya tahan terhadap serangan atau bujukan transaksional yang tidak sehat dan melanggar aturan seperti politik uang. Serta memahami betul arti penting suara yang mereka miliki dan konsekuensi politik dari pilihannya di kemudian hari.
Untuk meningkatkan kecerdasan dan daya kritis para pemilih pemula, berbagai pihak khususnya KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, pemerintah maupun peserta pemilu (khususnya partai politik) perlu memperkuat upaya pendidikan pemilih terutama melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi.
Senab, selama ini, edukasi yang diberika beljm memberikan dampak yang berarti untuk menumbuhkan kecerdasan dan daya kritis pemilih pemula. Secara umum sosialisasi pemilu hanya berhasil meningkatkan pengetahuan dan kesadaran teknis elektoral seperti kapan, dimana dan bagaimana cara memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara dilakukan.
Sementara aspek-aspek substantif elektoral seperti arti penting setiap suara yang diberikan, pentingnya membangun otonomi dan kemandirian politik, dampak buruk dari praktik-praktik transaksi politik yang tidak sehat seperti money politics, dan dampak atau konsekuensi pilihan politik di kemudian hari, cenderung terabaikan dan gagal ditumbuhkan secara masif sebagai bentuk kesadaran substantif di kalangan pemilih pemula.
Memilih calon anggota legislatif hingga capres dan cawapres perlu dilakukan dengan rasional, tidak emosional dan sektarian. Hal itu penting agar pemimpin yang terpilih mampu membawa bangsa ke arah yang lebih baik bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Pemilih rasional yang cerdas dan kritis secara sederhana dapat digambarkan sebagai pemilih yang bukan saja memiliki pengetahuan dan kesadaran elektoral melainkan juga bebas dari berbagai bentuk intimidasi.
Memiliki daya tahan terhadap serangan atau bujukan transaksional yang tidak sehat dan melanggar aturan seperti politik uang. Serta memahami betul arti penting suara yang mereka miliki dan konsekuensi politik dari pilihannya di kemudian hari.
Untuk meningkatkan kecerdasan dan daya kritis para pemilih pemula, berbagai pihak khususnya KPU dan Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu, pemerintah maupun peserta pemilu (khususnya partai politik) perlu memperkuat upaya pendidikan pemilih terutama melalui kegiatan-kegiatan sosialisasi.
Senab, selama ini, edukasi yang diberika beljm memberikan dampak yang berarti untuk menumbuhkan kecerdasan dan daya kritis pemilih pemula. Secara umum sosialisasi pemilu hanya berhasil meningkatkan pengetahuan dan kesadaran teknis elektoral seperti kapan, dimana dan bagaimana cara memberikan suara pada hari dan tanggal pemungutan suara dilakukan.
Sementara aspek-aspek substantif elektoral seperti arti penting setiap suara yang diberikan, pentingnya membangun otonomi dan kemandirian politik, dampak buruk dari praktik-praktik transaksi politik yang tidak sehat seperti money politics, dan dampak atau konsekuensi pilihan politik di kemudian hari, cenderung terabaikan dan gagal ditumbuhkan secara masif sebagai bentuk kesadaran substantif di kalangan pemilih pemula.
Memilih calon anggota legislatif hingga capres dan cawapres perlu dilakukan dengan rasional, tidak emosional dan sektarian. Hal itu penting agar pemimpin yang terpilih mampu membawa bangsa ke arah yang lebih baik bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
(bmm)