Masa Depan Lingkungan di Tahun Politik
loading...
A
A
A
Menuju Politik Lingkungan
Sekalipun ada pesimisme, ada baiknya kita tetap memperjuangkan masuknya isu lingkungan dalam jagat politik kita. Kita membutuhkan figur tertentu, maka salah satu strategi yakni mengorbitkan figur yang sukses mengangkat isu lingkungan dalam dunia politik.
Terpilihnya Anthony Albanese sebagai Perdana Menteri Australia menginspirasi kita bahwa isu lingkungan seperti mitigasi dan perubahan iklim bukan isu tidak laku. Kegelisahan kolektif masyarakat pada krisis iklim global telah melahirkan pemimpin-pemimpin ekologis.
Kita juga bisa belajar pada cerita-cerita sukses pada keberhasilan gugatan Walhi Sumatera Selatan di PTUN Palembang dan gugatan warga korban banjirKali Mampangkepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Februari 2022. Kedua gugatan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa cara-cara politik bisa digunakan untuk memperjuangkan konservasi lingkungan dan hak-hak korban demi hak lingkungan yang baik dan sehat.
Hanya yang perlu diperhatikan bahwa sebagai agenda politik, lingkungan tidak otomatis masuk dalam praktik politik, karena itu dibutuhkan strategi-strategi dalam memenangkannya. Carl Death, dalamCritical Environmental Politics(2013) menyatakan politik sebagai apakah aturan permain, siapa yang menyusunnya dan mengapa? Siapa yang menang dan kalah dalam permainan itu (what are the rules of the game, and who sets them and why ? Who are the winners and losers in the game).
Disinilah, perjuangan politik bergantung kepada kelompok-kelompok peduli lingkungan itu sendiri. Dan demi keberhasilan ini, penulis mengusulkan dua strategi yaitu agensi dan kelembagaan. DalamThe Constitution of Society: Outline of the The Theory of Structuration(1996), Giddens menjelaskan agensi sebagai sebuah kemampuan agen dalam memanfaatkan aturan (rule) dan sumber daya (resources).
Basis agensi yakni perubahanmindsetbahwa politik sejatinya instrumen atau alat untuk mencapai kesejahteraan universal tidak hanya untuk manusia, tetapi juga alam semesta.
Agensi memiliki kreativitas untuk memilih isu-isu lingkungan realistis yang mungkin tidak radikal seperti penegakkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, peningkatan partisipasi semua lini pada konservasi lingkungan melalui kegiatan-kegiatan sederhana terukur seperti penanaman pohon, pengorganisasian bank sampah, pengembangan ekowisata, konservasi pohon mangrove,urban farmingdan isu-isu transisi energi. Isu-isu moderat semacam ini bisa dimaksimalkan untuk kampanye politik.
Sedangkan strategi kelembagaan yaitu memasukan isu lingkungan pada pada kebijakan publik yang diputuskan oleh negara. Ketika masuk kebijakan berarti harus mengikat pada setiap pelaksana kebijakan. Sama dengan proses formulasi isu-isu publik lain, butuh tekanan (pressure) pembuat regulasi agar semua partai politik "wajib" melaksanakan program konservasi lingkungan.
Aktor gerakan, konservasi dan peduli lingkungan menekan pengambil kebijakan untuk memasukan lingkungan dalam regulasi partai politik dan kontestasi hajatan politik lokal dan makronasional. Dengan demikian perilaku ekologi tidak perlu menunggu kesadaran individual, tetapi mandat konstitusi atau kebijakan.
Akhirnya, upaya politik peduli lingkungan tidak mungkin terbentuk hanya dalam setahun atau dua tahun saja, tetapi terus, harus dan selalu diperjuangkan.
Sekalipun ada pesimisme, ada baiknya kita tetap memperjuangkan masuknya isu lingkungan dalam jagat politik kita. Kita membutuhkan figur tertentu, maka salah satu strategi yakni mengorbitkan figur yang sukses mengangkat isu lingkungan dalam dunia politik.
Terpilihnya Anthony Albanese sebagai Perdana Menteri Australia menginspirasi kita bahwa isu lingkungan seperti mitigasi dan perubahan iklim bukan isu tidak laku. Kegelisahan kolektif masyarakat pada krisis iklim global telah melahirkan pemimpin-pemimpin ekologis.
Kita juga bisa belajar pada cerita-cerita sukses pada keberhasilan gugatan Walhi Sumatera Selatan di PTUN Palembang dan gugatan warga korban banjirKali Mampangkepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Februari 2022. Kedua gugatan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa cara-cara politik bisa digunakan untuk memperjuangkan konservasi lingkungan dan hak-hak korban demi hak lingkungan yang baik dan sehat.
Hanya yang perlu diperhatikan bahwa sebagai agenda politik, lingkungan tidak otomatis masuk dalam praktik politik, karena itu dibutuhkan strategi-strategi dalam memenangkannya. Carl Death, dalamCritical Environmental Politics(2013) menyatakan politik sebagai apakah aturan permain, siapa yang menyusunnya dan mengapa? Siapa yang menang dan kalah dalam permainan itu (what are the rules of the game, and who sets them and why ? Who are the winners and losers in the game).
Disinilah, perjuangan politik bergantung kepada kelompok-kelompok peduli lingkungan itu sendiri. Dan demi keberhasilan ini, penulis mengusulkan dua strategi yaitu agensi dan kelembagaan. DalamThe Constitution of Society: Outline of the The Theory of Structuration(1996), Giddens menjelaskan agensi sebagai sebuah kemampuan agen dalam memanfaatkan aturan (rule) dan sumber daya (resources).
Basis agensi yakni perubahanmindsetbahwa politik sejatinya instrumen atau alat untuk mencapai kesejahteraan universal tidak hanya untuk manusia, tetapi juga alam semesta.
Agensi memiliki kreativitas untuk memilih isu-isu lingkungan realistis yang mungkin tidak radikal seperti penegakkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, peningkatan partisipasi semua lini pada konservasi lingkungan melalui kegiatan-kegiatan sederhana terukur seperti penanaman pohon, pengorganisasian bank sampah, pengembangan ekowisata, konservasi pohon mangrove,urban farmingdan isu-isu transisi energi. Isu-isu moderat semacam ini bisa dimaksimalkan untuk kampanye politik.
Sedangkan strategi kelembagaan yaitu memasukan isu lingkungan pada pada kebijakan publik yang diputuskan oleh negara. Ketika masuk kebijakan berarti harus mengikat pada setiap pelaksana kebijakan. Sama dengan proses formulasi isu-isu publik lain, butuh tekanan (pressure) pembuat regulasi agar semua partai politik "wajib" melaksanakan program konservasi lingkungan.
Aktor gerakan, konservasi dan peduli lingkungan menekan pengambil kebijakan untuk memasukan lingkungan dalam regulasi partai politik dan kontestasi hajatan politik lokal dan makronasional. Dengan demikian perilaku ekologi tidak perlu menunggu kesadaran individual, tetapi mandat konstitusi atau kebijakan.
Akhirnya, upaya politik peduli lingkungan tidak mungkin terbentuk hanya dalam setahun atau dua tahun saja, tetapi terus, harus dan selalu diperjuangkan.