Tindakan Polri di Tragedi Kanjuruhan Preventive Force yang Lawful Bukan Excessive Force

Minggu, 09 Oktober 2022 - 09:34 WIB
loading...
Tindakan Polri di Tragedi Kanjuruhan Preventive Force yang Lawful Bukan Excessive Force
Guru Besar Hukum Pidana/Pengajar PPS Bidang Studi Ilmu Hukum UI Indriyanto Seno Adji mengatakan, tindakan Polri di tragedi Kanjuruhan preventive force yang lawful bukan Excessive Force. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Peristiwa kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur yang menewaskan 131 orang menjadi tragedi nasional di bidang olah raga Tanah Air. Sebab musibah ini baru sekali terjadi pada olah raga Indonesia dan musibah kematian nomor 2 di dunia pada olah raga sepak bola,

”Mengapa Polri dituding bertanggung jawab atas musibah ini? Mengenai musibah ini dari sisi hukum pidana belum memberikan argumentasi yang utuh, jelas dan tegas antara makna Excessive Force dengan kondisi darurat chaos di lapangan penyelenggaraan sepak bola ini yang dikategorikan sebagai abnormaal tijden (kondisi darurat),” kata Guru Besar Hukum Pidana/Pengajar PPS Bidang Studi Ilmu Hukum UI Indriyanto Seno Adji, Minggu (9/10/2022).

Menurut Indriyanto, kalau dikaitkan dengan suasana chaos dengan kategori kondisi force majeur sehingga penggunaan gas air mata oleh penegak hukum Polri yang dianggap sebagai pemicu tragedi Kanjuruhan, bahkan penggunaan gas air mata dianggap melanggar aturan internal FIFA.



Dia menilai, ada polemik mengenai legitimasi dan levelitas antara regulasi FIFA dan hukum nasional mengenai dampak picuan penggunaan gas air mata. Kedua aturan ini yakni, FIFA dan hukum nasional memiliki relasi dan integritas yang saling mengisi, namun haruslah dipahami bahwa “The Sovereignty of National Law Is The Supreme Law”.

”Haruslah diakui bahwa Kedaulatan hukum nasional harus diapresiasi sebagai hukum tertinggi. Bahkan Hukum secara universal mengakui bahwa dalam kondisi darurat chaos kebutuhan tindakan preventive force adalah lawful dan legitimatif untuk mencegah dampak yang lebih luas terhadap kondisi dan lingkungan yang membahayakan saat itu,” ucapnya.



Indriyanto menyebut, keadaan darurat chaos menggunakan senjata gas air mata yang justru harus dilakukan karena adanya picuan serangan atau ancaman variatif yaitu, serangan seketika itu yang melawan hukum terhadap petugas penegak hukum Polri dan para pemain/official Persebaya, kericuhan di antara para suporter (pembakaran kendaraan Polri dan pribadi). Karenanya, tindakan preventive force yang proporsional dan subsidaritas adalah tindakan yang justru dibenarkan secara hukum (Lawfull) .

”Salah satu penyebab musibah kematian diperkirakan karena terkuncinya beberapa pintu gerbang utama keluar stadion tersebut. Karena itu pemeriksaan objektif atas musibah ini harus dilakukan secara utuh dan tidak bisa dilakukan secara parsial yaitu, pemeriksaan sebatas dugaan excessive force penggunaan gas air mata karena kasus ini memiliki relatie causaliteit dengan pendekatan preventive force, yaitu polemik tanggung jawab tidak terhadap penggunaan gas air, tetapi kondisi chaos tertutupnya beberapa gerbang keluar yang masih terkunci sehingga terkadi desak-desakan, terjepit dan terinjak sesama penonton tersebut,” kata dia.

Padahal perlu diketahui bahwa musibah ini sebagai dampak atau akibat chaos dari kegaulaan serangan dan ancaman serangan terlebih dahulu yang dilakukan oleh penonton atau suporter terhadap penegak hukum, pemain Persebaya, official. Pemeriksaan yang dibuat secara parsial atas dugaan tuduhan kepada Polri bisa menimbulkan kesan adanya pemahaman sesat kepada publik .
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1326 seconds (0.1#10.140)